3

141 11 0
                                    

Batam, 03 Agustus 2019.
Batam, 13 Agustus 2021
***

Seminggu kemudian mas Al mendatangi kediaman orang tua ku, aku memang tinggal terpisah dengan orang tua. Meskipun anak satu satunya, tapi orang tua ku tidak melarang jika aku ingin tinggal sendiri asal tidak macam macam mereka akan percaya.

Sebelum mas Al datang, aku sudah mengatakan pada ibu bahwa teman pria ku ingi  bertamu, itulah alasan mengapa aku pulang kerumah dua hari lalu. Awalnya saat mas Al datang semua terasa hangat, ibu bahkan langsung menyuguhkan teh hangat andalannya ke meja.

Namun, saat mas Al mengutarakan maksud kedatangannya, ibu melebarkan matanya tidak percaya. Kaget, tentu saja. Bahkan ayah sampai harus berdehem beberapa kali untuk memulihkan rasa terkejutnya dengan meminum teh yang sedari tadi di diamkan.

Mana ada jaman sekarang laki-laki mau serius dengan perempuan hanya bermodalkan rasa penasaran. Ibu bahkan memberondong mas Al dengan berbagai macam pertanyaan, ayah yang biasanya menjadi si pengamat kini mulai buka suara.

"Memang mas Al ini sudah seyakin  apa sama anak kami? Saya rasa, banyak loh perempuan yang siap menjadi istri mu di luaran sana."

Mas Al membasahi bibirnya sebelum menjawab pertanyaan ayah, "keyakinan saya memang belum mencapai seratus persen pak. Tapi saya akan sangat berterima kasih jika bapak memberi kesempatan saya untuk mengenal putri bapak dan membuat saya yakin hingga gak ada sebersit pun niat untuk ninggalin Bela."

Wow, luar biasa mas mas satu ini jawabannya. Jantung ku bahkan sudah ingin lepas sekarang, ayah bahkan terdiam mendapati jawaban mas Al.

"Kami bukannya ingin menolak niat baik mas Al, tapi Bela ini sebelumnya gak pernah pacaran mas. Mas Al ini orang pertama yang datang kesini. Saya bahkan tadi sempat kaget waktu Bela bilang temen cowoknya mau mampir, tapi kalau memang mas Al serius dengan Bela, saya sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Sepenuhnya keputusan ada di Bela karena dia yang akan menjalani nya,"

"Bela, sekarang ayah mau nanya sama kamu. Sebelumnya kamu udah tau niatnya Al Rendra datang kemari. Yakin kamu mau nikah sama Al?"

Aku terdiam beberapa saat, mencari jawaban terbuat dari suara hati ku yang sedari tadi terus gelisah. "Kalau memang belum yakin, jangan di paksa. Nikah bukan buat mainan dan senang senang, besar tanggung jawab kamu nantinya Bel."

Akhirnya aku mengangguk, jantung ku yang sedari tadi terus berdegup tak beraturan kini mulai kembali normal. Dan sejak hari itu mas Al selalu setor muka kerumah. Aku juga sudah kembali tinggal dengan orang tua.

Respon ibu hanya satu tentang mas Al, "Bel, Al itu gak suka ya ibu tanya-tanya. Kok responnya sikit banget?"

Dan aku harus menjelaskan sedikit mengenai sifat calon suami ku itu kepada ibu. Dia memang diam, berbicara banyak saat dia ingin mengajak ku serius dan saat datang kerumah waktu itu, setelahnya dia hanya menjawab melalui gestur tubuh atau iya dan hm.

***

Seminggu sudah kami menikah, aktivitas kami sama seperti sebelum menikah. Bedanya, saat bangun biasanya aku seorang diri kini sudah ada Mas Al yang menemani.

"Aku gak sempet buat sarapan mas, makan ini aja gak papa kan?" Aku bertanya sambil meletakkan satu roti yang sudah ku isi selain kacang.

Mas Al hanya mengangguk sambil tersenyum memakan roti itu.

"Nanti mas pulang jam berapa?"

"Kaya biasa."

Harusnya mas Al yang nanya, tapi dia hanya diam dan mengamati ku. Responnya pun hanya singkat, selalu begitu. Aku yang bertanya dan dia akan menjawab ringkas.

Harusnya di awal-awal nikah gini, kami harus lebih sering berkomunikasi supaya lebih mengenal. Tapi, melihat sikap mas Al, aku sangsi dia akan memulai obrolan duluan

Setelah sarapan dan meletakkan piring kotor ke bak cuci, aku berangkat ke kantor. Kami memang pergi menggunakan kendaraan masing-masing karena jarak kantor kami berbeda.

Sorenya aku pulang lebih dulu dari mas Al, segera aku membersihkan diri ke kamar sebelum kembali turun untuk masak. Saat aku selesai mandi dan hendak turun, mas Al sudah lebih dulu masuk ke kamar, dia tersenyum hangat saat melihat aku mengeringkan rambut lalu maju untuk mencium kening ku lembut. Selalu begini saat Mas Al pulang. Dia sepertinya suka skinship dari pada basa basi, tak masalah juga sih, aku senang-senang saja.

"Mau aku masakin apa buat makan malam nanti?"

"Kamu mau makan apa?"

Astaga, aku yang bertanya harusnya mas Al menjawab bukan malah balik nanya. "Ya hari ini aku mau sesuain sama selesainya Mas Al, dari kemaren kan udah makan sesuai keinginan aku. Sekarang gantian."

"Terserah kamu aja, yang penting kamu gak ribet."

Aku gak bakal nanya juga kalau aku gak mau ribet, tapi dari pada memperpanjang aku mengalah. Membiarkan mas Al membersihkan tubuhnya yang lengket terlebih dahulu barulah aku turun setelah menyiapkan pakaian  santai untuknya.

Di tengah memasak, mas Al menghampiri ku. Dia mencium dahi ku sejenak lalu duduk di minibar sambil memperhatikan aku yang tengah mengulek sambal. Dia diam tidak ngapa-ngapain, hanya duduk sesekali memainkan sendok dan garuda yang ada di tengah meja.

"Bantu aku motongin kentang ya mas biar cepet."

Aku menyerahkan sekantong kentang kehadapan mas Al, dia hanya mengangguk lalu tersenyum kecil.

***

Selepas makan dan mencuci piring aku menghampiri mas Al yang sedang bermain game di ruang tengah.  Aku duduk bersandar di bawah sofa mengikuti dia lalu merebahkan kepala ku di bahunya.

Cukup lama aku memperhatikan dia bermain  hingga rasa kantuk mulai menyerang. "Kalau ngantuk pindah kekamar aja Bel." Dia mengelus pelan kepalaku membuat aku semakin nyaman.

Namun, sebelum aku merepotkannya aku mengikuti perintah mas Al untuk pindah ke kamar, ku kira dia kembali main ternyata tidak. Mas Al mematikan game nya dan mengikuti ku dari belakang menuju kamar kami.

Saat kami sudah berbaring dan saling berhadapan mas Al merapatkan pelukannya hingga tubuhnya nyaris menempel sempurna di tubuhnya.

"Mas, kamu kalau sama orang lain diam juga atau gimana sih mas?"

Aku sungguh penasaran dengan sifatnya ini, bagaimana jika dia berintersksi dengan orang penting? Gak mungkin dia hanya diam sambil nunggu orang itu berbicara deluan.

Dia hanya menatapku lembut lalu mengelus kepala ku pelan, mungkin maksudnya supaya aku tidur dan gak banyak tanya.

"Mas ish jawab dong."

"Aku memang gini Bela, gak bisa dipaksa buat ngomong hal yang gak penting."

"Jadi ngomong sama aku juga termasuk ke hal yang gak penting ya mas?"

Perempuan memang gitu sifatnya, suka mencari masalah seperti aku contohnya. Kesel aja tiap aku ngomong mas Al cuma diam mendengarkan, jawabannya paling cuma iya atau angguan aja. Kaya gak kreatif aja nih mas-mas.

"Aku bingung mau ngomong apa Bela." Jujur sekali jawabannya.

"Ya cerita dong, aku suka loh dengerin Mas cerita, apa aja pasti aku dengerin. "

"Kamu aja yang cerita, aku dengerin."

****

Selected StateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang