Bagian 1 - Pertemuan Pertama

7 0 0
                                    

Untuk yang sedang dilanda kegelisahan.

Bergerak maju bersama yang baru, atau bertahan dengan masa lalu.



Menjadi siswi kelas dua SMA mungkin masa-masa paling serba bebas di Sekolah. Bisa menjadi kakak tingkat galak, sekaligus gadis cantik yang mulai mengenal cinta. Katanya, masa-masa SMA adalah waktu terindah dalam hidup. Banyak kenangan yang tercipta di sana. Termasuk, sebuah bahagia atau luka.

"Bun, aya berangkat dulu ya. Doain ketemu cowok ganteng, soalnya bosen sendiri terus". Nadia Tara Swastamita, anak kedua dari dua bersaudara. Manja, hobi merengek, persis seperti sifat anak terakhir yang apapun harus dipenuhi.

Bunda nya hanya geleng-geleng kepala mendengarkan celotehan putrinya yang memang selalu begitu, kadang geram karena tingkah lakunya yang aneh, kadang juga senang karena putrinya tumbuh dengan bahagia.

Nadia berangkat diantar oleh ayahnya, setiap hari, kecuali kalau libur sekolah. Ayahnya bekerja di rumah setiap hari, memiliki usaha sendiri, makanya bisa mengantar putri terakhirnya itu sampai di depan gerbang sekolah tanpa pernah telat.

"Nad, tungguin". Kinan Azzahra, teman satu bangku Nadia di kelas 2 IPA 1. Mereka lalu bergandengan tangan menuju ruang kelas di lantai dua gedung Sekolah ketiga.

"Nan, udah ngerjain tugas matematika belum? Aku ada yang belum nih dua soal, bingung".

"Udah kok Nad, nanti lihat punyaku aja ya".

Nadia mengangguk setuju.

"Eh Nad, nanti sore ada acara puisi di Kedai Kopi Cerita Baru, temenin aku yuk".

"Sore ini banget? Tapi aku pulang dulu ya, masa pake seragam sekolah".

"Iya Nad, aku juga pulang dulu kok, ketemu di sana langsung jam 4 ya".

"Oke deh".

Nadia tak pernah tahu, bahwa dalam satu sore, ia dapat menemukan senja terindah bersama seseorang yang akan mengubah hidupnya beberapa tahun ke depan. Bisa saja, Nadia berpikir bahwa puisi hanya akan dinikmati dengan indah sendiri, ia hanya berniat menemani Kintan, sahabatnya dari SMP untuk menghadiri acara puisi, yang sebenarnya Nadia tidak tahu, semesta telah merencanakan ini semua.

Sepulang sekolah, Nadia berpisah dengan Kintan di gerbang Sekolah. Mereka bersiap untuk mengganti baju lalu berangkat dan bertemu kembali di Kedai Kopi Cerita Baru jam 4 sore. Nadia berangkat menaiki angkutan umum yang cukup jauh dari Rumah, sedangkan Kintan mengendarai motor untuk sampai ke Kedai Kopi karena jarak rumahnya yang hanya 10 menit menuju tempat tersebut.

"Nadia, kenalin ini teman menulisku". Kintan memperkenalkan salah satu teman perempuannya yang memang sering bersama-sama bertemu di Kedai tersebut. Nadia hanya tersenyum lalu tak lama pamit untuk ke toilet.

Setelah keluar dari toilet, Nadia kehilangan kedua temannya yang tadi sebab acara telah dimulai, semua orang yang hadir saat itu berkumpul di satu titik dekat panggung.

"DUH". Rintih seseorang yang sedang membawa segelas Kopi panas di tangannya, tangan satunya lagi memegang sebuah buku yang cukup tebal. Nadia menoleh, hendak meminta maaf karena tidak sengaja menabrak.

"Cakep amat". Ucap Nadia pelan, namun ternyata masih dapat terdengar oleh lelaki di depannya tersebut. Lelaki itu tersenyum, seolah berkata "oke, gapapa". Lalu hendak berjalan melewati Nadia. Sebelum jauh, Nadia menoleh dan sedikit berteriak "Mas".

Lelaki itu berhenti, kembali menoleh ke arah Nadia, " Ada apa ya?" Ucapnya dengan ramah.

Nadia mengacungkan tangan, lalu menyebutkan namanya untuk mengajak berkenalan. Lelaki itu tersenyum menanggapi. "Dera", katanya.

"Lagi ngopi-ngopi aja, atau kesini karena tau ada acara itu?" Nadia menunjuk panggung.

"Ada pilihan untuk keduanya nggak?". Jawabnya manis sekali, senyumnya seolah membuat dunia baru bagi Nadia, gadis Gemini yang mudah jatuh cinta dan labil.

"Oh, itu buku apa? Aku juga suka baca buku, suka dengerin lagu, suka nyanyi, suka ngegambar, suka bantuin bunda di..". Belum sempat Nadia melanjutkan ucapannya dipotong oleh lelaki itu.

"Dari yang kamu sebutkan, nggak ada soal puisi. Terus, kenapa kamu di sini?". Tanyanya penasaran.

"Nemenin temen". Jawab Nadia cengengesan.

"Duduk yuk di sana". Ajak lelaki itu sembari menunjuk kursi kosong di ujung dekat jendela, cukup jauh dari keramaian panggung.

Nadia tidak mampu menolak, lagian pikirnya Kinan juga sedang asyik dekat panggung. Jadi, kenapa tidak untuk menghabiskan sore dengan lelaki ini di tempat se-romantis ini.

"Kamu tinggal dimana Nad?". Ucap Dera membuka obrolan lebih dulu.

"Nggak terlalu jauh kok dari sini, kenapa? Mau anterin pulang? Yah nggak bisa, aku di jemput ayahku nanti". Jawabnya dengan percaya diri.

Lelaki di depannya hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban Nadia.

"Aku Cuma tanya Nadia". Jawabnya dengan senyum.

"Nama lengkapmu siapa Nad?". Tanyanya lagi.

"Nadia Tara Swastamita Cantik". Katanya sambil tersenyum dengan manis.

"Waa, Swastamita? Ibumu pasti melahirkanmu sore hari ya? Saat langit sedang indah-indahnya". Kata Dera.

"Kamu tau arti Swastamita?". Tanyanya penuh semangat.

"Tentu saja saya tau, Sunset dalam bahasa sansekerta bukan?". Jawabnya penuh percaya diri.

"Hebat, kok bisa tau sih?". Tanyanya penasaran.

Lelaki di depannya hanya tersenyum, tidak menjawab. Ia malah membuka tas ransel yang sedari tadi sudah ia taruh di samping tempat duduknya lalu mengeluarkan sebuah buku kecil bersampul putih dengan tulisan "Jejak Hidup Samudera".

"Kalau saya buatkan puisi mau nggak?". Tanyanya sambil membuka halaman yang masih kosong.

"Buat aku? Nggak nolak deh, dari pertanyaannya kayaknya aku cuma punya satu pilihan, mau". Jawabnya dengan antusias.

"Tapi hasilnya nggak akan saya kasih liat sekarang, kalau kamu mau tau dan penasaran, kamu boleh balik lagi besok sore. Saya akan ada di sini setiap sore sebelum malam". Jawabannya sedikit membingungkan Nadia. Belum sempat Nadia membuka mulut, Kintan meneriakinya untuk bergabung bersamanya.

"Oke, aku ke sana dulu ya. Sampai bertemu besok." Ucap Nadia lalu pergi meninggalkan lelaki itu yang mulai menulis.

SwastamitaWhere stories live. Discover now