Part 1 Meeting and Moving

2 1 0
                                    

                                                                                      ***

Kadang aku merasa aku ini adalah seorang alien yang terjebak di dunia manusia normal. Kadang juga terasa seperti aku berada di dunia dimana manusia memandangku seperti alien. Oh, jangan salah sangka, aku adalah salah satu makhluk yang berada diatas mata rantai makanan. Ya baiklah, aku adalah manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Tidak diragukan lagi, aku memang manusia. Well.. kenapa rasanya seperti mengawang ketika aku mengakui diri ini manusia? Ya, sedikit banyak aku berharap aku adalah salah satu makhluk fantasi dan mitologi yang sering aku baca di novel atau buku yang aku beli. Entah itu werewolf, vampire, peri, atau mungkin penyihir? Oh tidak-tidak, aku tidak suka penyihir.

Menghela nafas, aku melihat ke arah jendela besar di samping kiriku yang terbuka lebar. Hujan sudah reda, meinggalkan genangan-genangan kecil di area depan gedung Fakultas Bahasa. Suasana di sini sudah lengang, lampu-lampu tinggi mulai dinyalakan dan petugas keamanan mulai mondar-mandir mengecek ruang demi ruang.

Aku kembali menolehkan kepalaku ke depan, ke arah jam besar yang terpaku di dinding di seberang pintu utama. 06.36, sudah sesore ini dan Jasmine belum juga kembali. Apa menyerahkan paper hasil karya ilmiah memakan waktu selama ini? Gerutuku dalam hati.

Hari ini sungguh melelahkan, aku ada kelas dari pagi hingga jam empat sore tadi. Jasmine menjanjikanku akan membantu pindahan ke dorm baru sore ini dengan syarat aku harus menunggunya di gedung fakultas. Ya, dan lihat sekarang sudah lebih dari sore menurutku.

Angin juga tidak membantu menenangkan kekesalanku, malah menambah dingin hawa fakultas ini. Aku merapatkan jaket kelabu yang membungkus tubuhku. Buku merah yang ada di meja menggoyangkan kertasnya yang terkena angin. Aku meliriknya sekilas, sudah setengah halaman yang terisi dengan tulisan. Sebaiknya aku melanjutkan jurnalku saja.

Sampai mana tadi? Oh ya, penyihir. Aku tidak menyukai mereka, penuh dengan tipu muslihat, licik dan eww.. pembohong. Meskipun aku berharap bisa hidup di dunia dimana semua makhluk fantasi dan mitologi itu ada. Percayalah semakin kau beranjak dewasa semakin kau ingin kembali masa kecilmu yang penuh dengan fantasi. Dunia dewasa ini penuh dengan pedang dua sisi juga muka dua dimensi. Akan semakin sulit kau temukan seseorang yang tulus mau bersamamu.


BRAKK


Aku tersentak ketika mendengar bunyi benda jatuh tak jauh dari tempatku duduk. Menoleh ke kanan dan ke kiri, aku tidak menemui apapun, atensiku terhenti pada sebuah tas yang terjatuh sepuluh kaki dari pintu masuk utama.

Seseorang tengah berdiri mematung di sana, wajahnya tidak terlalu jelas karena suasana fakultas yang sedikit remang di ujung sana. Aku mengerutkan dahi, orang itu seperti tengah menatap ke arahku, atau hanya perasaanku saja? Aku perhatikan dia seperti memegang ponsel di tangan kirinya dan tangan kanannya yang menggantung di udara –yang aku asumsikan tadinya memegang tas yang sekarang tergeletak di lantai.

Dia kemudian dengan cepat menutup hidungnya dengan tangan kanan sambil menatap tajam ke arahku. Aku bisa melihat matanya yang indah dan tajam itu berkilat-kilat. Hey.. apa barusan aku bilang indah? Oh God. Dia masih terdiam di sana yang juga membuatku terpaku dibuatnya.

Dia memejamkan matanya sebentar, kemudian menarik nafas panjang dan memungut tasnya yang tergeletak di lantai. Menatap ke arahku sekali lagi dan menggelengkan kepalanya sekilas. Dia berjalan lurus sambil sesekali melirikku yang masih duduk di samping pintu utama yang terus memperhatikan gerak-geriknya.

Scented YouWhere stories live. Discover now