Jaemin menghela nafas berat seraya meletakkan roti yang baru dia gigit ke piring di depannya. Melihat lelaki paruh baya di depannya yang tiba-tiba memutuskan bergabung di meja makan luas ini membuat Jaemin paham akan ada hal penting yang ingin lelaki itu bicarakan.
"Wanita itu," ucap lelaki paruh baya itu sambil melepas kaca matanya. Jaemin mendongak-- menatap lelaki di depannya datar.
"Hari ini ulang tahunnya kan?" tanya lelaki itu setelah mengalihkan atensinya pada Jaemin. Jaemin hanya menyeringai kecil lalu membuang pandangannya.
"Papa tidak tahu kamu berada di pihak siapa, tapi seharusnya kamu bisa menghabiskan waktu dengan mamamu hari ini."
Jaemin tertawa dingin, nafsu makannya telah sirna sepenuhnya. Dia menjejakkan kakinya yang tadinya menggantung ke lantai--bersiap pergi begitu sepatah kata lagi melesat dari mulut papanya itu.
"Papa menyesal tidak bisa menyapa mamamu, papa akan suruh Sekretaris papa kirim hadiah buat mamamu secepatnya."
"Mama mana yang Papa bicarakan? Mamaku sudah mati dua tahun lalu, Papa yang membunuhnya," ujar Jaemin sambil segera berdiri dan meraih tasnya asal.
"Jaemin!" teriak Tuan Na marah.
"Ahh satu lagi, wanita itu lahir di bulan September bukan Juli," ucap Jaemin sambil segera melangkah meninggalkan rumah besar itu.
****Jaemin segera keluar dari bis dengan wajah dinginnya begitu bis sudah sampai di halte dekat sekolah. Dia tidak baik-baik saja, selama duduk di halte dekat rumahnya tadi dia terus melamun hingga melewatkan dua bis yang menuju sekolahnya.
Dia tahu dia terlambat hari ini, tapi dia tak peduli dan lebih memilih bersikap seperti biasa. Dari caranya berjalan dan menatap tak akan ada satupun yang tahu bahwa remaja itu sedang ada masalah.
"Jaemin!" panggil Mark saat Jaemin baru memasuki area sekolah.
"23 menit, gue telat 23 menit, gue tau apa yang harus gue perbuat meskipun gak ada satupun yang awasi gue disini, lu gak usah sok bertanggung jawab ataupun sok peduli," ucap Jaemin sambil bersiap untuk berlutut.
"Masuk kelas!" seru Jaemin setelah berada di posisi berlutut.
"Gue gak akan pergi, gue udah tunggu lu dari pagi. Apa maksud lu kemarin?" Mark menatap Jaemin tajam.
"Gue pernah punya teman dan dia ninggalin gue, gue anggap dia udah mati di masa lalu," gumam Jaemin sambil tertawa mengejek.
"Rupanya seorang Mark Lee terganggu oleh kata-kata itu," lanjut Jaemin sambil membalas tatapan tajam Mark.
"Lu jangan buat gue emosi! Jelasin ke gue kapan gue ninggalin lu! Lu satu-satunya yang pergi saat itu!" Mark menarik kerah seragam Jaemin membuat remaja itu hampir tersungkur.
"Tanya sama diri lu, kapan lu ninggalin gue!" teriak Jaemin sambil bangkit dan meninju wajah Mark lalu berbalik pergi keluar dari gerbang sekolah.
Mark mengusap pipi dan hidungnya yang nyeri. Dia memandang punggung Jaemin yang berlalu pergi lalu menghela nafas saat menyadari teman-temannya memperhatikan mereka dari atas.
"Jaemin, dia bolos."
"Kenapa dia?"
"Dia ninju Mark Lee tadi."
"Astaga apaan sih dia."
Suara para siswa kelas sembilan yang berada di lantai atas bergemuruh--saling bersahutan.
***
Renjun dan Shuhua sedang berdiskusi kelompok membahas materi Ekonomi negara maju. Sejak dulu Shuhua sangat membenci pelajaran Ilmu Sosial, apalagi sekarang guru yang mengasuh mata pelajaran ini adalah Pak Kim Jun Myeon alias Pak Suho. Pak Kim memang tampan dan ramah tapi dia selalu menyebalkan dan judes saat mengajar. Shuhua bersyukur dia berada satu kelompok dengan Renjun sehingga dia bisa yakin bahwa nilainya akan aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Convoluted || JaemRen ⭐
Fanfiction"Ha?! Renjun pacaran sama Jaemin? Kok bisa?" -Jeno "Ya bisalah! Tim suksesnya kan banyak." -Shuhua