◜⎙. Un

218 24 1
                                    

Seorang lelaki tengah berkutat dengan buku-buku dihadapannya, tangannya bergerak menarik garik diatas lembaran putih itu dan menghubungkannya dengan garis yang lain, menghapusnya sedikit ketika dirasa kurang pas.

Lelaki itu menghela napas, dia melihat sekeliling, terlihat berusaha mencari inspirasi untuk melanjutkan aktivitasnya.

Di sekeliling lelaki itu benar-benar bisa dikatakan berantakan walaupun seperti rapi dan tertata, Kain cercah berserakan dimana-dimana, bekas potongan benang, dan bekas gulungan yang sudah tak lagi memiliki benang.

Lalu beberapa baju setengah jadi, ada sekitar 10 manekin disana, lalu lalang yang digantung diatas atap untuk menggantung baju hasil jahitannya

Tak lupa membungkusnya dengan plastik agar tidak berdebu, berbagai manik-manik berada dihadapan lelaki itu, dan gumpalan-gumpalan kertas.

Tak hanya itu, ada sekitar 2 Mesin Jahit, lalu 2 mesin nechi, dan 2 mesin obres. Gulungan-gulungan kain yang tertata dari kanan ke kiri dengan perpaduan warna dari gelap ke terang, sampai kain bermotif.

Lalu tempat untuk menggantung pakaian terdapat di beberapa sisi, selain itu juga berbagai gantungan baju yang belum terpakai.

Sebuah tulisan 'Privé' di sebuah dinding menjadi titik fokus penglihatan lelaki itu, dulu bayangannya tentang menjadi seorang designer akan sangat mudah namun ia salah, ini sangat sulit, bahkan jika ada kekeliruan, kerugian juga akan ada dibelakangnya.

Dia menoleh ke pintu ketika mendengar suara pintu terbuka, seorang lelaki paruh baya masuk dan menutup pintunya dengan pelan.

Ia mendekati anak semata wayangnya yang benar-benar bergelut dengan pekerjaanya. Lelaki 24 tahun itu menghela napas, dia melirik sang ayah tanpa minat.

"Quoi de neuf?¹" tanya dia tanpa menoleh kepada sang Ayah.

"Istirahatlah nak, ibumu khawatir." ucap lelaki paruh baya itu

"Sebentar lagi, aku belum selesai.."

"Bagaimana pekerjaanmu di perusahaan hari ini? Apa kamu mengalami kesulitan?"

"Wah, ada apa ini? Tumben kau peduli sekali dengan anak ini."

"Yang kau sebut 'anak ini' itu adalah anakku, jadi wajar aku peduli."

"Que veux tu?²"

"Mau sampai kapan kamu menolak perjodohan itu?"

"Seperti aku tidak laku saja."

"Ambar ini demi kebaikanmu."

"Berhenti berusaha menjodohkanku, aku sudah memiliki Medhéliné."

"Please, Juste cette fois, écoute ce que papa dit.³"

Lelaki bernama Ambar itu menghela napas karena lelaki dihadapannya yang berstatus sebagai Ayahnya tak pernah menyerah untuk menjodohkannya.

Ambar Privénce, begitulah nama lengkapnya, sedangkan dihadapannya adalah Karl Privénce.

"Jika kau hanya kemari untuk membicarakan hal yang tidak penting, lebih baik kau keluar."

Ambar melihat ayahnya malas, sudah sering dia mengatakan pada Ayahnya itu bahwa dia hanya mencintai Medhéline.

Tapi seakan hal itu tak menjadikan Karl menyerah justru membuat Karl semakin gencar memisahkan mereka dengan berbagai cara.

"Ambar berani kamu mengusir ayahmu sendiri?"

Rahang Karl mulai mengeras, dia selalu kesal melihat kelakuan Ambar yang selalu melawannya seakaan dirinya adalah temannya sendiri.

"Anak ini sudah muak dengan pembicaraanmu yang monoton." kata Ambar dengan mengacak rambutnya, yang tadinya berantakan semakin menjadi berantakan.

hello ambar  ;  re-publishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang