◜⎙. Cinq

74 12 1
                                    

Ambar terlihat sedang berbicara serius dengan Médhéliné, dengan piring yang sudah kosong dan juga wine yang masih setia menemani obrolan mereka.

Banyak sekali orang orang yang memperhatikan keduanya tetapi pasangan yang sedang kasmaran tersebut tampak tidak peduli.

"Médhé,"

Ambar memanggil seraya mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru dari dalam jasnya.

"Hmm? Ada apa?" tanya Médhéliné dengan kebingungan.

"Aku bertanya kepada dengan tulus untuk terakhir kalinya, maukah kamu menikah denganku?" tanya Ambar dengan membuka kotak tersebut yang menampakkan sebuah cincin, dan mengacungkannya di depan wajah Médhéliné.

Médhéliné terdiam untuk beberapa saat, dia sudah mengatakan ribuan kali kepada Ambar bahwa dia tidak ingin menikah lebih cepat, dia masih ingin melebarkan sayap.

Dia tau betapa tulusnya Ambar mencintainya, dia tau seberapa besar rasa sayang yang begitu besar.

Dia ingin menerima lamaran Ambar tapi dia juga tidak ingin Ambar dijodohkan dengan orang lain. Dengan berat hati Médhéliné menjawab,

"Maafkan aku Ambar, aku tidak bisa."

Suara helaan napas tanda keputus asaan terdengar membuat Médhéliné harus menelan rasa pahit nya.

Dia harus berpisah dengan Ambar setelah ini. Dia harus merelakan Ambar untuk wanita yang sangat beruntung tersebut.

"Terima Kasih Médhé, maafkan aku.." kata Ambar dengan tersenyum kecut kepadanya

Dugaannya tepat sasaran, Médhéliné tetap berpegang teguh pada pendiriannya yang egois itu.

Dan Ambar sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya, entah nasib baik atau nasib buruk.

"Jangan menangis Médhé, aku akan mengantarkanmu pulang.." kata Ambar melembut, walaupun hatinya terluka.

Médhéliné menangis pelan, dia berdiri diikuti Ambar disampingnya yang menyampirkan Grey Suitnya di bahu Médhéliné yang terekspos.

Lelaki tampan itu memeluk gadisnya dari samping yang bergetar karena merasakan sakit luar biasa. Ambar tidak ingin menyumpah apapun kepada Médhéliné, karena dia juga tak ingin menyalahkan kekasih cantiknya tersebut.

Semua telah berakhir sekarang, cupid telah siap mencabut panah asmaranya dari keduanya.

Tak ada yang bisa menghalangi hal itu, kebahagiaan yang sesungguhnya telah mereka nantikan lenyap tergantikan oleh kenyataan yang mengharuskan mereka berpisah dan,

Perbedaan pendapat bahkan seolah alam semesta juga mendukung perpisahan mereka, mungin suatu saat keduanya akan merasakan yang namanya saudade.

Hidup tak hanya tentang betapa manisnya Cinta, tapi juga rasa pahit dari Cinta itu.

❄❄❄

Kania masih disibukkan dengan kegiatannya di toko bunga. Wajah tampan Ambar masih terngiang-ngiang di otaknya, dan suara lembutnya itu benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Dia tidak tau mengapa dia bisa segila ini jika mengenai Ambar.

"Désolé mademoiselle, puis-je acheter des fleurs?^23" tanya seorang lelaki yang baru saja datang sebagai pelanggan.

"Oui, vous pouvez choisir d'abord, monsieur^24" kata Kania

"Donnez-moi un bouquet de fleurs de chrysanthème et passez une bonne nuit.^25" kata lelaki itu lagi

"Au nom de qui, monsieur?^26" tanya Kania kepada lelaki tampan dihadapannya itu

"Dean."

Kania mengangguk dan menuju kearah sebuah etalase untuk membuatkan buket, karena ini pertama kali baginya mengurus seperti ini jadi paling cepat dia dapat membuatnya 10 menit, berbeda dengan bibinya yang mungkin sangat cepat membuat buket bunga.

"Hei nona," panggil pemuda bernama Dean itu.

"Ya tuan, bisa saya bantu?" tanya Kania

"Siapa namamu?" tanya Dean, lalu ia menyakinkan, "Aku bukan orang jahat tenang saja."

Dengan ragu Kania memberitahu, "Kania monsieur."

Dean mengangguk, lelaki itu kembali mengelilingi area toko untuk melihat-melihat seraya menunggu buketnya.

Kania beberapa kali melirik kearah pemuda itu. Dia akui lelaki itu tampan, dengan koma hairnya, apalagi tingginya yang sepertinya melebihi Ambar.

"Kau bekerja disini sudah lama nona Kania?" tanya Dean memcah keheningan

"Tidak tuan, saya hanya bersuka hati membantu bibi saya disini." jawab Kania

Dia selesai dengan buketnya. Tak sampai 10 menit dan itu membuatnya terkejut, dia baru menyadari membuat buket Mawar jauh lebih rumit karena harus menyatukan setiap sisi yang sama dan menjadikannya serapi dan seindah mungkin.

Kania ingin menangis rasanya, dia benar-benar tertarik dengan pekerjaan ini, tetapi itu cukup rumit baginya.

"Berapa harganya nona?" tanya Dean dengan senyuman lembutnya.

"13, 50 Euro monsieur."

Dean memberikan uangnya kepada Kania, dan setelah itu sebelum Dean pergi sesudah menerima kembalian dia mengatakan kepada Kania.

"Senang berkenalan denganmu Kania." kata Dean dengan memberikan senyum yang menampilkan Dimple nya.

"Oui Monsieur, semoga anda juga suka dengan buketnya." kata Kania dengan mengangguk.

Sebuah sering telepon masuk ke dalam handphone lelaki itu ketika ia sudah berjalan pergi. Dan yang menarik perhatian Kania adalah ketika nama Ambar meluncur dari bibir lelaki itu.

Kania mencoba mendekat dengan niat ingin tau hubungan apa yang terjadi antara Dean yang baru saja dikenalnya dengan Ambar-Idolanya.

"Apa Bar? Kau gila, aku ada kencan."

"Berhenti minum, aku akan kesana."

Telepon ditutup dan lelaki itu mengumpat, "Ambar Sialan."

Lelaki itu menghilang dengan mobilnya dalam keadaan buru-buru, apa terjadi sesuatu kepada Ambar sampai membuat Dean panik?

Apa mereka berteman? Atau bersahabat? Berbagai pertanyaan berada diotak Kania sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi kepada Ambar??

❄❄❄

TERJEMAHAN :

^23 Maaf Nona, bisakah saya membeli bunga?

^24 Ya, Anda bisa memilih dulu, tuan

^25 Beri aku buket bunga krisan dan sedap malam.

^26 Atas nama siapa, tuan?

hello ambar  ;  re-publishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang