CHAPTER 06

20.7K 2.3K 57
                                    

Matahari sudah mulai meninggi. Terasa dari pancarannya yang menghangat menerpa kulit. Gadis itu, Tiara, masih bergelung dengan selimut tebal berwarna putih. Tidurnya kali ini sangat nyaman dan nyenyak. Kasurnya empuk, selimutnya hangat. Wangi ruangannya juga sangat menenangkan. Namun, tiba-tiba Tiara terhenyak, merasa aneh dengan perubahan ini.

Detak jantung Tiara mendadak berpacu ketika kedua matanya terbuka dan menyadari bahwa ini benar-benar bukan kamarnya sendiri. Plafon kamar Tiara hanya terbuat dari triplek, sementara ini, Tiara bahkan tidak tahu langit-langit kamar ini terbuat dari apa. Semuanya terlihat sangat mewah dengan lampu minimalis yang menggantung di tengah-tengah ruangan. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Ya Allah, aku ada dimana? tanyannya dalam hati ketar-ketir.

Lalu seperti ada yang mengingatkan, Tiara sontak mengangkat selimutnya, melihat kondisi tubuhnya sendiri. Alhamdulillah, dalam hati bersyukur saat keadaanya masih sama seperti tadi malam. Tidak ada satupun pakaiannya yang terlepas.

Tiara jadi ingat kejadian tadi malam, dia memang sengaja memejamkan kedua matanya untuk sekedar meredam emosi karena ulah Raka. Pun saat Raka menanyainya tentang makanan, dia masih dengar. Niatnya, dia tetap akan berpura-pura tidur sampai depan rumahnya nanti. Biarlah perutnya semakin nyaring, asal dia bisa segera lepas dari pria itu. Begitu pikirnya saat itu.

Menyibak selimut tebal yang menghangatkan kakinya, Tiara lalu melangkah menuju tirai tinggi disamping kiri tempat tidur. Astagfirullah, hatinya kembali membatin ketika melihat gedung tinggi di seberangnya.

"Aku dimana ini?" tanyanya menggumam kepada diri sendiri sambil memegang dadanya yang kembali berdetak cepat.

Tiara lantas berlari menuju pintu saat kedua telinganya mendengar bunyi-bunyi aneh diluar sana.

Gadis itu tak menghiraukan telapak kakinya yang telanjang. Keluar dari kamar, dia mendapati seorang pria yang tengah berolahraga diatas treadmill. Tirai jendela di depan benda itu, yang sama tingginya dengan di kamar tadi, dibuka lebar-lebar seolah memang mempersilahkan cahaya matahari untuk masuk. Raka, pria itu berlari dengan keringat yang sudah mulai membasahi kaos.

"Kenapa nggak nganterin aku pulang?" tanya Tiara ketika dia sudah berdiri didekat alat fitness tersebut.

Raka menoleh kesamping kanannya, bisa ia lihat wajah Tiara yang kembali ditekuk. Ia lalu menyudahi olahraga paginya setelah menekan tombol di layar monitor treadmill. "Selamat pagi, sayangku." ucapnya seraya meraih handuk putih di lengan sofa, yang berada dibelakang treadmill tadi. Berbalik menatap Tiara sambil tersenyum manis.

"Kenapa nggak nganterin aku pulang dan malah bawa aku kesini?" Tiara mengulang pertanyaanya kembali.

"Gimana tidurnya, nyenyak?" Raka malah mengalihkan pembicaraan dengan bertanya perihal lain, sambil mengusap keringatnya di wajah dan leher.

"Aku mau pulang." ujar Tiara lalu mulai melangkah menuju pintu yang ia yakini adalah pintu keluar dari tempat ini.

Raka malah berjalan santai ke sisi kiri treadmill, menuju sebuah dapur kecil yang di dominasi warna hitam dan abu-abu. "Cuci muka dulu, sayang. Iler kamu tuh sampai ke dagu."

Langkah Tiara langsung berhenti. Tanpa sadar ia termakan ucapan Raka. Kedua tangannya lantas mengusap dagu dan seluruh wajahnya. Sepersekian detik mematung di depan pintu, ia lalu berlari kembali masuk kedalam kamar.

x

"Aku kalau tidur nggak ngiler ya, asal kamu tahu." cecar Tiara setelah beberapa menit berada di dalam kamar. Seusai ia selesai mencuci muka. Ia menghampiri Raka yang tengah mengunyah buah apel di meja makan.

Mengikat MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang