Satu

126 13 2
                                    

"Ayo kita putus"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo kita putus"

Bibir tipis itu akhirnya mengeluarkan suara setelah terkatup rapat selama hampir 2 jam, tapi bukan kalimat itu yang ingin ku dengar.

Untuk sepersekian detik waktuku selama 3 bulan kebelakang mulai terputar di pikiranku, seperti rol film yang kembali menceritakan bagaimana bodohnya diriku yang menantimu tanpa kepastian.

"Ah mungkin kamu lagi sibuk"

Itu yang kupikirkan 3 bulan lalu ketika kau tak lagi menghubungiku sejak saat itu, tapi sebanyak apapun aku meyakini diriku bahwa kau akan menghubungiku segera, hanyalah harapan tanpa kepastian.

'Kamu tak biasanya seperti ini'

Sempat terbesit dibenak ku, kala aku ingat seberapa posesif  kamu padaku dulu, saat kita masih dapat melihat salju turun untuk pertama kalinya bersama, saat kau berkata "Dingin ya" Sembari menyematkan jemari mu pada jemariku diam-diam.

Juga ketika kita menikmati musim panas di laut Busan, dan saat kau menyipratkan air asin itu ke wajahku lalu berkata " Sini aku hapus make-upnya biar engga terlalu cantik " dan membuat wajahku basah kuyup.

Atau ketika bunga perlahan bermekaran dari pohon dan kamu mengumpulkan bunga bunga yang telah berjatuhan lalu menghujaniku dengan itu sembari berkata, "Mandi biar engga bau" sedang aku hanya pasrah sembari duduk di bangku taman.

Lalu ketika daun mulai menguning dan jatuh ke tanah dengan tiba-tiba kau memelukku dan menjatuhkan kita berdua ke atas tumpukan daun dan berkata "Ahh kurang bantal sama selimut" Padahal orang-orang mulai melihat kita keheranan.

4 musim yang kau habiskan di sampingku, kini hanyalah kenangan yang dihempaskan oleh kenyataan bahwa 4 musim itu kini aku lewati sendiri.

Tiba-tiba kamu menghilang dari rutinitas ku.

Tapi lagi-lagi saat itu kau belumlah sedingin batuan es di kutub utara, atau sepanas sengatan matahari di tengah hari. Kita terpisah karena jarak tapi hangat mu masih aku rasakan.

Suaramu di ujung panggilan adalah sebuah melodi yang selalu menemaniku saat aku memulai dan mengakhiri hari. Kamu yang setia di sana ketika aku berceloteh perihal rencana yang akan aku lakukan untuk menghabiskan hari, dan lagi-lagi padamu aku mengeluh jika sesuatu tak berjalan dengan semestinya, lalu kamu yang mendengarkan setiap kata yang kusuarakan entah perihal suara jangkrik dimalam hari atau permen karet yang kuinjak di swalayan.

Karena suaramu adalah obatku, suara tawamu, marahmu, kesalmu, bahkan suaramu ketika terbangun dari tidur ditengah malam dan bergumam dengan tidak jelas, atau suara sunyi dikala kau tertidur saat kita masih berada dipanggilan.

Pesan singkatmu selalu terukir manis di layar ponselku. Memberikan semangat padaku.

Tapi 3 bulan lalu adalah masa tersunyi bagi kita, atau mungkin hanya bagiku.

Suaramu tak lagi berada di ujung panggilan, pesanmu tak lagi terpampang di layar ponselku.

Padahal kau berkata, "Ayo kita melihat salju pertama jatuh bersama" tapi nyatanya jemariku hampir membeku karena kehilangan genggamannya.

Apa hatimu kini lupa jalan pulang?

Terkadang aku berfikir untuk menyusul mu dan membawamu pulang kedalam rengkuhan ku, lagi.

Tapi takdir tak serta merta membantuku, kita sama sama sibuk, aku tau, aku terlampau paham, tapi ketika ucapan pagi yang sesederhana itu bahkan kau tak bisa melakukannya, membuatku berfikir,

Apa aku terlupakan?

"Tinggalkan pesan setelah bunyi piiip" Ponselku berusuara tak kala kamu mengabaikan panggilanku. Akhirnya aku merekam pesan suara untukmu.

"Jimin, selamat malam, hubungi aku jika sempat, ah dan lagi hari ini aku pergi ke toko swalayan, terus aku nginjek permen karet, kamu tau kan? Itu kaya waktu dulu, emm 2 tahun lalu, kamu masih inget? Kalo harimu bagaimana Jim?"

Setelahnya aku menghela nafas berat, lalu berharap setidaknya kamu mendengar pesanku.

Piip.

"Selamat pagi Jim, gimana tidurnya nyenyak? Tadi malem aku mimpi punya harimau, terus aku bawa itu ke tempat kerja, hmm jadi kepingin adopsi bayi harimau, apa harganya sangat mahal ya? Kamu mau ngapain hari ini? Hubungi aku jika sempat Jim"

Piip.

"Jimin tebak! Aku dapet promosi! Gajih ku bertambah, cukup buat nabung, ah dan lagi sebentar lagi ulang tahun Miri yang ke 12 tahun! Tebak dia udah segede apa? Semenjak ditinggal kamu dia jadi lebih pendiem, kamu ga kangen Miri Jim?"

Piip.

"Selamat malam lagi Jim, aku mungkin ga akan ngirim pesan buat 3 hari kedepan, aku mau camping bareng ibu dan ayah, sepertinya ga ada sinyal di sana, kalo kamu baca ini tinggalkan pesan ya Jim, aku pasti bakal jawab ko, pasti!! Selamat tidur Jim!"

Piip.

"Kamu ga membaca pesanku Jim? Apa kamu sakit? Hubungi aku secepatnya"

Piip.

"Selamat pagi Jim, kudengar dari bibi kamu ga sakit, tapi apa sesibuk itu?"

Piip.

"Jimin jangan lupa bersemangat hari ini! Ah, apa suaraku terlalu keras?"

Piip.

"Jangan lewatkan sarapan pagi!"

Piip.

"Jimin selamat pagi, ah suaraku serak"

Piip.

"Jim, aku sakit, kata dokter karena terlalu lelah, kalo kamu ada disini mungkin kamu bakal marahin aku, kaya dulu haha"

Piip.

"Jimin, aku membutuhkanmu"

Piip.

"Jimin aku rindu"

Piip.

"Jimin aku mencintaimu"

Air mata merembes melewati sela-sela kelopak mata yang sudah ku tutup rapat-rapat. Ku remas ponsel yang berada digenggaman ku seraya ku tenggelamkan wajah kedalam kedua lututku. Hari itu Miri berpulang, ia telah menemani hari-hariku yang sepi, secara dalam apartment kecil ini hanya ada aku, Miri dan sebuah pot tanaman kaktus, tak ada ibu dan ayah, juga tak ada kamu, Jim.

Jam 10 pagi Miri dikubur, aku membalutnya dengan syal merah milikmu, karena kau dan aku tau, saat pertama kali mengadopsi Miri, ia sangat suka tidur di atas syal merah mu.

Jim, kamu ga mau berpamitan dengan Miri?

Setelahnya aku duduk dipojokan apartment, padahal biasanya Miri akan menghampiriku, berlari dengan empat kakinya yang kecil sembari menggoyangkan ekornya, lalu ia akan duduk di hadapanku, menatapku dengan bola mata hitam yang bulat sempurna, ia akan diam disana seakan menemaniku dalam sunyi.

Tapi kini ia tak ada di sana jim, begitu juga kamu, hanya aku, tanaman kaktus, dan ponsel yang kugenggam erat.

"Tinggalkan pesan setelah bunyi piiip"

Piip.

"Jimin, apa kamu masih mencintaiku?"

__________
Vote and comment juseyo

VOICE MAIL [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang