Prolog.

27 10 1
                                    


"Astaga! Gue telaaat!!" pekiknya saat mengetahui jam telah menunjukan 9.15 pada ponselnya.

Masih ada waktu 45 menit untuk persiapan menuju kampusnya. Segera ia beranjak dari kasur dan bergegas menuju ke kamar mandi. Seperti biasa, ia akan mandi seperti bebek dan bersiap-siap seperti macan dalam satu waktu.

Untung saja, penampilannya yang tanpa persiapan masih dapat membuatnya terlihat menarik bagi siapapun yang bertemu dengannya untuk pertama kali. Kasual dan terlihat kalem dalam balutan pakaiannya meskipun itu sangat jauh dari ekspektasi orang-orang.

Tak lupa ia gunakan lipbalm dan bedak secukupnya saat Ponselnya mulai berdering dengan nyaring. Ia tau pasti itu dari temannya yang meneleponnya. Tanpa melihat call id, segera ia mengangkat panggilan tersebut.

" ya halo?" sahutnya seraya sibuk menggunakan sepatu sneakers-nya dan menjepit ponselnya diantara telinga dan bahunya.

"woi, Sia! Lo dimana?! Ini bentar lagi masuk!" balas seseorang disebrang panggilannya.

Sia, Dewi Prisia. Mahasiswa semester 2 di jurusan Matematika murni.

"iya sabar. Ini gue lagi mau otewe"

"cepetan elah! Mumpung Pak Badul belum masuk."

"iya gue tau. Udah ya sal, gue tutup."

"yaudah cepetan. Gue tunggu lo ditempat biasa."

Terus aja dia bilang tempat biasa, padahal tempat yang dimaksud adalah kursi mereka berdua di dalam kelas. Sungguh tidak membantu! Batin Sia memutar kedua matanya kesal.

"hmm.." balas Sia malas seraya mematikan telpon tersebut.

Dilihatnya jam untuk kedua kalinya. Masih ada waktu 10 menit untuk perjalanan menuju kampus. Segera Sia bergegas menuju mobil dan melajukannya.

Sesampainya di kampus, Sia langsung menuju kelasnya yang berada di lantai 3. Lantai yang tidak terlalu dekat dan jauh dari lantai utama mengingat jumlah lantai kampus hanya berlantaikan 6 lantai.

Hanya 6 lantai. Catat itu.

Yang benar saja, Pak Badul lebih dulu satu menit darinya. Sia pikir ia akan datang tepat waktu dan tidak akan kedapatan terlambat di jamnya Pak Badul. Bisa-bisa ia mati jika seperti ini jadinya. Pak Badul yang terkenal dengan ketegasan dan kedisiplinannya tidak akan mungkin Sia bisa lolos dari terkaman mulut Pak Badul.

"misi, Pak." Ucap Sia pelan, alih-alih takut jika ia mendapat teguran keras dari Pak Badul. Kelas hening dan semua mata tertuju padanya. Sia mendekati Pak Badul.

Pak Badul menoleh pada asal suara."s-saya.. belum telat, kan Pak?" lanjut Sia dengan cengiran kudanya. tangannya sudah bertaut satu sama lain, menghilangkan rasa gugup saat berhadapan dengan Pak Badul.

Memang benar, Sia sama sekali belum telat walaupun hanya tersisa semenit dari waktu yang seharusnya.

Pak Badul hanya membuang nafasnya kasar. "ya sudah, segera. Kamu bisa duduk ke kursi kamu sekarang."

"seriusan pak?" balas Sia masih tidak percaya.

Padahal daritadi ia sudah menghitung seberapa peluang besar ia akan kena teguran dari Pak Badul dan ia menaksir hanya satu per sepuluh kemungkinan ia tidak akan ditegur oleh beliau.

Pak Badul hanya mengangguk menjawab Sia. Dengan wajah berseri, Sia mengucapkan terima kasih pada Pak Badul dan mengedarkan pandangannya.

Dicarinya Salwa, seseorang yang menelepon Sia sebelum ke kampus. Ingin rasanya mengumpat. Bagaimana bisa Salwa membiarkan kursi disebelahnya diduduki oleh seorang pria berwajah blasteran. Salwa hanya menyengir seraya mengangkat kedua jarinya berbentuk V.

Pantas saja Salwa memberikan kursi miliknya, ternyata hanya untuk alibi mendekati sosok yang selalu ia sebut sebagai 'doi'nya.

Terpaksa Sia mencari kursi lain hingga tersisa satu di barisan belakang. Barisan yang mayoritas di isi oleh pria disana, Segera ia menuju ke tempat tersebut untuk menempatinya.

Dilihatnya samping kanan kirinya hingga kedua matanya berhenti tepat di ujung barisan kursinya. Mendapati sosok wajah yang sangat ia kenali. Matanya sedikit membulat dan langkahnya mulai semakin berat untuk mendekati kursi tersebut. Sia yakin pasti sosok itu melihatnya saat ia berada di depan kelas tadi meskipun saat ini ia tidak mendapati sosok tersebut memandanginya.

Sosok itu sudah kembali muncul lagi sejak 3 bulan yang lalu, memutuskan untuk mengikuti beasiswa ke Singapore. Hari dimana saat Sia mulai merasakan sosok tersebut sedikit memberi jarak padanya.

Sosok yang dulu ada untuknya, berhasil merubah prinsip hidupnya, bahkan sosok yang telah menciptakan jarak yang kuat diantara mereka.

Membiarkan semuanya terasa tergantung begitu saja tanpa memberikan alasan lugas dibalik ketidakjelasan diantara mereka. 

===========================================================

CUAP-CUAP DIKIT.

DARI SEKIAN HARI BUAT PERTIMBANGIN BUAT POST CERITA, AKHIRNYA KUPUTUSKAN POST JUGA INI CERITA EHEHEHE..

UDAH LAMA BET DISIMPEN DI LAPTOP, SEMPET ILANG IDE SAMA MOOD AKHIRNYA TAU APA PENYEBABNYA WOKWOK

AKU BUTUH KALIAN UNTUK MENILAI CERITA PERTAMA KUU~

JADI GIMANA GAES UNTUK PROLOGNYA?? KURANG PANJANG KAH? ATAU MALAH GA NYAMBUNG?

HM.. MAAPKEUN DAKU YANG LAGI BELAJAR BUAT TUANGIN SEMUA IDE YANG ADA.

BUT I HOPE U LIKE IT :))

DITUNGGU VOTE COMMENTNYA YA GENGS~


HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang