Part 1

20 7 0
                                    

Semangkok baso sudah ada di hadapan Sia. Bukannya dimakan, Sia hanya mengaduk-aduknya dengan sendok di tangannya. Mata Sia masih memandang kosong ke arah depan, kembali meratapi nasib hubungannya yang kandas entah karena apa.

Salwa yang berada di hadapannya, mulai menghentikan aktivitas makannya saat menyadari Sia hanya diam, sama sekali belum menyentuh dan memakan baso dihadapannya.

      "Si, lo mikirin apaan sih?" Tanya Salwa.

      Salwa mendengus kesal saat tahu Sia tidak akan menjawabnya. Berasik ria dengan imajinasi yang entah apa yang sedang Sia pikirkan. Di pukulnya berkali-kali mangkok baso milik Sia hingga menimbulkan suara gaduh."Woi! woi! Sadar! Jangan ngelamun terus elah!"

      Sia sedikit tersontak atas apa yang Salwa lakukan."apaan sih lo! Berisik tau gak?!" Sedikit sia geser mangkok tersebut menjauhi Salwa.

      "lo yang apaan! Ngelamun aja lo."sungut Salwa, memakan basonya kembali."ngelamunin apaan si lo? Sampe segitunya dah."

      Sia tertegun sejenak atas ucapan Salwa. Apa masih segitu pengaruhnya sosok itu hingga membuatnya rela menghabiskan waktu hanya untuk meratapi sosok yang sudah menganggapnya tiada?

     Bukannya menjawab, Sia menggeleng pelan ketika ponselnya menyala, menampilkan pop up LINE disana. Segera Sia membukanya.

              CalvinD: Si, jangan lupa ada rapat di Sekre BEM.

     Sia menepuk jidatnya sekali. "Astaga! Gue lupa! Gue ada rapat sekarang. Sal, gue tinggal dulu ya. Si Ketupat nya udah ngoar-ngoar nih."

     "iye. Sonoh lo pergi. Gue udah biasa lo tinggal."balas Salwa dengan malas.

     Sia hanya menyengir."yaudah gue duluan ya.."

     Sesampainya di lokasi, beberapa sudah hadir disana. Bahkan mungkin sepertinya Sia yang terakhir hadir di rapat tersebut meskipun belum dimulai. Hari pertama rapat saja sudah hampir telat, bagaimana seterusnya?

     Sia tersenyum menyengir membuat lesung pipinya terlihat jelas. Bermaksud membalas Calvin yang sedang tersenyum manis ke arahnya dan meminta maaf lewat senyumnya karena penyakit lupanya yg akut.

    Segera Sia duduk di tempat kosong ketika lagi-lagi mendapati sosok yang ia kenal berada satu ruangan dan duduk bersebrangan dengannya.

     Sempat mata mereka beradu sesaat sampai sosok tersebut memutuskan untuk mengalihkannya. Sikapnya masih sama, datar tanpa ekspresi seolah-olah semua baik-baik saja. Membuat Sia sedikit menekan bibirnya kedalam, menahan gejolak perih yang menusuknya cukup dalam.

     Jika berada di satu ruangan bersama saat ini, berarti bisa dipastikan Sia akan satu acara panitia dengan sosok tersebut. Sedikit ia membuang nafasnya dengan kasar.

     'Tuhan, apa lagi yang sedang semesta rencanakan untukku?' batin Sia.

     Mereka masih dalam satu sikap yang sama; acuh tak acuh dan Berpura-pura saling tidak mengenal dengan caranya masing-masing.

                                                         ****

           2 tahun yang lalu ..

     Satu Pijakan kaki telah mendarat sempurna pada undakan tangga yang menghubungkan lantai 3 sekolah dengan rooftop sekolah. Seterusnya hingga mencapai pada undakan terakhir paling atas.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang