Perpisahan

224 49 39
                                    

2018 yang lalu, seorang gadis menangis di tengah keramaian, mendekap penuh harap bahwa hari itu bukan yang terakhir untuk bersama.
Dia terlalu lemah untuk menerima perpisahan, takut merindu, takut mereka mempunyai teman baru, takut di lupakan, takut tidak bisa melakukan hal yang sama ketika mereka masih bersama.
Begitulah Ana, terlalu perasa.

"Ran anterin aku kebelakang sekolah ya?" pinta gadis itu pada Rani teman dekatnya yang paling kalem, mereka satu meja saat kelas 8 SMP dulu.

"Tapi pertunjukkannya baru saja dimulai Na? emangnya mau apa?" tanya Rani karena pada acara perpisahan sekolah memang ada beberapa eskul yang tampil untuk memeriahkan acara.

"Ah aku udah gakuat Ran, plis ya anterin." ucap Ana seraya menarik lengan Rani, memang terkesan memaksa tapi Ana tidak berbohong. Ana sudah tidak kuat menahan apa yang ingin di keluarkan. Bukan menahan buang air kecil atau BAB, tapi Ana tidak kuat menahan tangis.

Entahlah acara baru saja dimulai, tapi pikiran Ana sudah kemana-mana, mengingat momen-momen dulu bersama teman-temannya rasanya sulit sekali untuk seorang Ana melepaskan mereka.

Lalu mereka menuju ke belakang sekolah, di situ Ana langsung memeluk Rani. Yang di peluknya nampak bingung tapi setelahnya Rani mengerti. Rani sangat hafal dengan perasaan gadis yang ada di pelukannya saat ini, gadis yang sejak mendengar pengumuman acara perpisahan sekolah itu langsung mengomel supaya waktu tidak begitu cepat untuk tiba ditanggal 20, tanggal yang sekarang sedang gadis itu semogakan supaya tidak begitu cepat berlalu.

"Aku gamau pisah pokoknya gamau, aku gamau temen baru aku maunya sama kalian terus!" oceh Ana, masih di pelukan Rani.

"Iya Na iya, tapi bagaimana pun ya memang ini jalannya, yang tenang ya.. kita masih bisa berkumpul kok seperti dulu." ucap Rani, menenangkan Ana.

Ana melepaskan pelukannya, lalu seseorang menghampiri mereka.

"Ana kenapa? kenapa nangis? aduh nanti bedak kamu luntur, tuh kan udah luntur sedikit." seraya menghapus air mata diwajah Ana, ia seakan mengerti apa yang sedang Ana khawatirkan sejak pengumuman tanggal kelulusan itu. Namanya Fiya, teman akrab Ana juga namun beda kelas, dia yang paling mengerti Ana dulu karena saat kelas 7 mereka duduk satu meja.

"Fiya.. iya aku gapapa tenang aja it's okay."

"Kalo kamu nangis, aku juga ikut nangis jadinya."

"Fiya... Rani.. jangan lupain aku ya, sekolah baru pasti bikin kalian punya banyak temen baru."

"Gini deh.. nanti kalo kamu atau aku mau cerita apapun itu kamu bisa langsung hubungin nomor aku. Aku juga benci perpisahan Ana." ucap Fiya seraya memegang tangan gadis itu yang tak hentinya meneteskan air mata.

"Sedih banget Fiya.. gak ada yang satu sekolah lagi sama aku di antara kalian." kalian yang dimaksud yaitu 14 teman organisasinya, Ana sudah mengganggap mereka keluarganya sendiri.

Sekarang semuanya ada dilapangan, untuk berfoto bersama dan Ana masih saja menangis digenggaman Rani dan Fiya. Banyak yang bertanya mengapa gadis itu menangis tak henti-henti.. namun yang bertanya malah jadi ikut menangis saat dengar alasan yang dilontarkan Rani dan teman-teman lainnya. Mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk Ana, namun gadis yang di tanyanya malah semakin menangis ketika ditanyai kenapa.

"Ana gamau pisah, takut rindu katanya. Sama takut temen-temennya bakal berubah setelah dapat temen baru di SMA." jawab teman-teman Ana.

Sepertinya mereka baru sadar akan hal berpisah ketika melihat Ana menangis tersedu-sedu, karena sibuk mengabadikan moment bersama setiap orang yang di kenalnya.

Jadi inget saat perpisahan tahun lalu, gadis itu juga menangis bahkan sampai di tenangkan oleh pembina organisasinya waktu itu. Kalian tau gadis itu menuangis karena apa?..
karena organisasi yang ia ikuti tidak di izinkan tampil saat acara perpisahan tersebut, sedangkan beberapa organisasi lainnya boleh. Ana menangis menanyakan keadilan.. sepertinya Ana sangat menyayangi organisasi yang ia ikuti, makanya Ana juga sangat merasa kehilangan dengansetiap anggotanya.

Hari itu tidak hanya tangis, namun berakhir dengan tawa, mereka memang jago sekali membuat lelucon, sehingga bisa membuat Ana tertawa walau sesekali sambil meneteskan air mata.

Ana pikir, tidak bisa melalui semuanya, namun lihat waktu berjalan dengan cepat, meninggalkan semuanya..

Tidak semua tangis berakhir tragis, berdoa saja semoga semua yang dikhawatirkan bisa mereda, kemudian berakhir manis.

"tidak ada yang akan hilang walaupun kita terpisah oleh jarak, karena kenangan saat kita bersama akan membuat kita rindu lalu kembali bertemu."

kritik dan sarannya saya tunggu dikomentar, terimakasih telah membaca.
maaf kalo tulisannya masih berantakan, hehe

Peluk SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang