Kalian tahu tokoh Betty dalam telenovela "Betty La Fea?" Ya, Betty yang itu. Betty yang culun dengan kawatgigi dan kacamata tebalnya.
Kalau kalian tahu berarti tidak akan susah bagi kalian membayangkan apa yang akan aku ceritakan nanti. Bukan tentang filmnya, karena aku sendiripun sudah lupa bagaimana jalan ceritanya. Tapi ini cerita tentang aku yang mendapat julukan itu dari teman-teman sekelasku.
Jujur aku tidak tahu apa salahku, atau apa masalah mereka denganku. Iya aku berkacamata, kulitku juga legam karena seringnya main panas-panasan di luar. Tapi gigiku baik-baik saja. Aku juga tidak memakai kawatgigi seperti Betty. Lalu kenapa mereka menyebutku "Betty La Fea?"
Pernah aku ceritakan masalahku ini sama ibuku, dan kata beliau itu cuma karena sebenarnya teman-temanku merasa iri dengan prestasiku. Tapi aku sendiri tidak yakin begitu.
Prestasi apa? Aku tidak pernah merasa ada yang perlu di banggakan kok. Apa menurutmu selalu berada di peringkat tiga terbesar sekelas itu sesuatu yang patut dibanggakan sampai-sampai mereka iri begitu?
Menurutku sih tidak. Kalau aku berhasil menempati peringkat satu di sekolah, atau berhasil memenangkan olpimpiade sains se-provinsi, barulah pantas mereka iri.
Ah tapi, bagaimanapun juga harusnya mereka tetap tidak boleh iri kan?
Jadi kesimpulan ibu yang seperti itu segera aku hapus dari daftar "kenapa" ku.
Terus kalau bukan karena iri, kenapa mereka selalu mengolokku begitu?
Jujur saja, mendengar olokan seperti itu membuatku merasa tidak nyaman di kelas. Tahu kan rasanya saat semua mata memandamu dengan tatapan aneh dan tak seorang pun yang mau berteman denganmu?
Kalau tidak ingat tanggung jawabku sama ibu mungkin aku akan memilih untuk tidak bersekolah saja. Siapa yang tahan dengan keadaan seperti itu?
Bangku yang di kasih saos tomat, seragam ganti yang tiba-tiba lenyap setelah selesai olah raga, atau tas yang tiba-tiba penuh sampah sih sudah biasa buatku.
Waktu itu aku hanya bisa menangis dalam diam dan menunduk semakin dalam setiap kali berpapasan dengan mereka.
Aku malu, sedih, kecewa, marah. Tapi aku bisa apa?
Saat itu aku memang terlalu pengecut untuk sekedar membela diri. Aku merasa aku bukan siapa-siapa. Aku hanya gadis biasa yang tidak punya kemampuan apa-apa, dan yang pasti tak berharta.
Untungnya saat-saat yang menjengkelkan itu akan segera lewat, karena sekarang aku sudah kelas tiga. Huh, tiada lagi hal yang lebih membahagiakan untukku selain terbebas dari para preman kecil ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorfosa Betty La Fea
Fiksi RemajaTahu telenovela Betty La Fea? Nah gimana kalau kamu yang di panggil Betty sama teman-temanmu? Seperti Daniar, gadis kelas tiga SMU ini selalu diolok-olok dengan sebutan Betty La Fea sama teman-temannya. Bagaimana Daniar melewati itu semua?