Voice-hearer

55 10 11
                                    

Jangan lupa follow Instagram Eirance ya @nadialistinaa_ (pake underscores)

Selamat membaca teman-teman ....

🧠🧠🧠

Hello, welcome home ....

Dengan langkah goyah, aku menuju meja yang berada di sudut ruangan. Kutarik mundur satu-satunya kursi di sana lalu mendudukinya. Kepalaku yang terasa pening dan berat kusandarkan ke samping pada dinding.

“Kapan aku bisa berhenti seperti ini?” gerutuku.

“Kau tak perlu berubah, Kau tak perlu berhenti. Memang apa salahmu? Di luar memang bukan tempatmu. Tempatmu di sini bersama kami, teman-temanmu.” Dia tertawa.

“Diam, Mal! Apa Kau tak lelah terus-menerus bicara? Kau bukan temanku. Kalian semua bukan temanku! Tolong katakan, bagaimana cara membunuh kalian semua? Kalian hanya memperburuk hidupku!” bentakku.

“Termasuk aku? Ini bukan salahku. Bukankah aku selalu berbicara hal baik?” sanggah Kindy.

“Baiklah, setidaknya ada yang cukup waras di antara kalian.” Aku memutar bola mata malas.

“Hei! Kebaikan tanpa fakta maksudmu? Itu sama saja Kau menjerumuskannya! Kau hanya memberi harapan palsu!” bentak Mal pada Kindy.

“Setidaknya dia juga butuh mendengar sesuatu yang menyenangkan,” jawab Kindy. Aku menghela napas.

“Hei Alice, jangan dengarkan gadis naif ini. Dia mengatakan hal baik pun sama sekali tak membantumu, bukan?” Mal tertawa.

“Kenapa kalian selalu berdebat? Apa kalian tak dengar tadi Alice bilang berniat melenyapkan kita? Aku tak ingin mati hanya karena kalian berdebat,” ucap Lachey takut.

“Oh ya ampun si pengecut ini angkat bicara. Hei, jangan bodoh! Jika Alice melenyapkan kita, itu sama saja dia membunuh dirinya sendiri.” Mal tertawa.

Pikirku sudah menemukan jalan. Pikirku melenyapkan mereka adalah jalan keluar terbaik. Tetapi mereka tidak pernah pergi. Benar kata Mal, melenyapkan mereka sama saja melenyapkan diriku sendiri. Mereka tak akan lenyap sebelum aku mati. Karena mereka ada di sini, dalam kegilaanku.

Kuposisikan kepala ke atas meja dengan berbantal lengan. Sebulir air mata menetes dan aku mendengar mereka saling berbisik. Oh, kuharap suatu saat aku akan berhasil keluar dari kegilaan ini.

Aku lelah, kantuk menyerang. Namun, suara ketukan pintu berhasil membuyarkan rasa kantukku bahkan membuat Lachey berteriak kaget.

“Bisakah kau tak berteriak? Kau membuat telingaku sakit, Lach!” bentak Mal.

“Aku tak berteriak. Aku hanya terkejut.”

“Bilang saja Kau takut, Lâche,” tuduh Mal.

“Aku bukan Lâche, aku Lachey!”

Mal tertawa. “Ya, kau diberi nama Lachey karena kau penakut.”

“Dan Kau diberi nama Mal karena kau suara jahat! Ingat itu juga, Mal.”

“Tapi aku tak peduli.” Mal tertawa lagi.

“Alice, waktunya makan.” Terdengar suara ibuku sedikit berteriak di balik pintu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Welcome Home [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang