Tangis Dibalik Belati

542 56 15
                                    

“Kau mengukir motifnya sendiri? Ini menakjubkan.”

Sang tuan terlihat tak bosan untuk sekadar memandangi benda antik yang kini berada dalam genggamannya. Pertanyaan barusan adalah suatu awalan konversasi yang sengaja ia pusatkan pada sang lawan bicara. Pun mulai merasa bosan karena tak dapat respon yang berarti, lantas ia mulai melangkahkan cagaknya ke sudut ruangan. Yang tentunya berhasil mengundang perhatian sang lawan bicaranya yang sejak tadi masih tak berniat buka suara.

“Apa yang akan kau lakukan, hyung?” tanya sang wira yang postur tubuhnya tak berbeda jauh dari pria berasma Han Seungwoo itu ketika ia mulai merasa jika ia perlu buka suara. Alisnya tertekuk sebab bingung akan perangai si pemuda pemegang—atau lebih tepatnya pemilik benda antik hasil campur tangannya itu. “Jangan melakukan hal macam-macam. Toko ini adalah salah satu sumber penghasilanku, kalau kau lupa. Jadi, kuharap kau jangan mengacaukan segala hal yang tertata rapi disini.”

Seakan ucapan yang dilontarkan padanya hanyalah angin lalu, Seungwoo malah semakin bersemangat untuk melanjutkan kegiatannya dan berlaku tak peduli. Kuasanya mulai tergerak untuk menyentuh dinding di depannya yang terlihat kusam pula berdebu.

“Jatuh terdiam dalam pusaran hitam. Ia mulai meronta dalam diam. Sebab dirasa pilu juga aroma kematian mulai mengusik pikirannya yang kelam. Selamat datang dalam jebakan, rumah lamaku.” monolog Seungwoo sambil perlahan mengukir sebuah nama di akhir mahakaryanya menggunakan bahasa Mandarin.

Seungwoo membentuk sebuah sudut kurva yang tipis di bibir yang kering itu. Dinding yang berdebu itu perlahan ia ubah fungsinya menjadi sebuah tempat ia berkarya, membentuk sebuah ukiran abstrak di dinding toko milik teman lamanya—yang mungkin saja akan protes setelah ini.

“Aku memberimu belati bukan untuk digunakan seperti itu, Han Seungwoo-ssi.” Suara itu mulai menginterupsi rungu milik sang wira bermarga Han, membuatnya menoleh dengan sebuah senyum tipis andalannya. “Lagipula, kau sedang membicarakan tentang siapa, sih? Rumah lamamu yang baru saja kau jual dua bulan yang lalu? Ah, aku tidak paham. Rumah lamamu itu—”

“Kau tidak akan paham, Byungchan. Targetku kali ini adalah orang yang sulit kau terka.”

Pria yang barusan dipanggil Byungchan itu mendengus kesal. Namun, beberapa detik kemudian ia menghela nafas berat sebab kalau dipikir, ia memang tidak akan paham apa maksud Seungwoo jika pria bermarga Han itu tidak berniat untuk berbagi penjelasan tentang hal ini kepadanya. “Ya, ya, ya. Aku memang tidak paham. Jadi, tolong jelaskan padaku, Tuan—” Byungchan membentuk simbol memohon dan memasang rupa memelas. “—Seungwoo Yang Terhormat.”

Mendengar hal itu, Seungwoo lantas terkekeh geli. Ia memasukkan belati buatan Byungchan itu ke tempatnya kembali dan menyelipkannya di saku celananya. “Aku mempunyai rencana gila.”

“Gila? Kau sudah sepenuhnya terlihat gila dan kurasa, jika kau mengatakan hal ini, kau memang sudah dalam tahap sangat tidak waras.” ujar Byungchan sambil merotasikan bola matanya malas. Namun, beberapa detik kemudian ia mengulurkan tangannya ke tangan Seungwoo lalu merematnya pelan. Ketakutan mulai menyeruak dalam dirinya. “K-Kau tidak akan bekerja sendiri kan, hyung?”

Seungwoo tersenyum. Kali ini, manik obsidian milik pemuda itu seakan menenggelamkan Byungchan di dalam pesonanya yang tak berujung, memberikan suatu sensasi yang tentunya tak akan pernah bisa Byungchan jelaskan—namun, ia sangat menyukainya. Setelah mereka bertatapan selama beberapa detik, Seungwoo menepuk bahu milik Byungchan pelan. “Tenanglah. Aku akan mengajak temanku. Kau tak perlu takut dan cemas akan hal ini, mi querido.”

Byungchan merasa dunianya runtuh seketika begitu kata terakhir terucap dari bilah bilabial milik pemuda berjas hitam itu. Namun, sebab gengsi yang ia punya, lantas yang lebih muda layangkan protes tak suka. Bisa ditangkap dari perubahan raut muka yang dihiasi cengiran pula tawa jenaka. Ia mencubit perut milik Seungwoo cukup kencang, membuat objek yang baru saja dijentikkan abdomennya itu meringis kesakitan.

Sinner | seungchan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang