Prolog

146 5 0
                                    


Hari-harinya tidak lagi berwarna, bahkan ia lupa bagaimana caranya untuk tersenyum tanpa harus berpura-pura. Semenjak menyandang status jomblo, gadis itu kerap kali menghabiskan waktu sorenya di pantai terdekat dari rumahnya.

Selain merayakan patah hati, kegiatan sehari-harinya adalah menulis apa pun yang ingin diabadikankannya di buku diary bersampul coklat muda yang selalu dibawanya kemana pun langkah kakinya pergi. Naira Ayunisa Jasmine adalah nama lengkapnya. Sejak kecil Ayah dan Bundanya memanggilnya Naira.

Sekarang, Naira sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang manis, bertubuh tinggi semampai dengan warna rambut hitam halus tergerai sepanjang setengah punggung, berponi kesamping menjadikan wajahnya nampak semakin manis. Bola matanya bulat, bibir tipis yang dilapisi lipstik berwarna peach tampak terlihat segar dengan perpaduan warna kulitnya yang putih bersih.

***
Hari Sabtu pukul 13.00 WIB bel berbunyi, pertanda sudah saatnya jam pulang sekolah. Naira bergegas membereskan buku-buku dan pensilnya yang berserakan di bangku, kemudian memasukkannya ke dalam tas ransel berwarna coklat muda. Sembari menyandangkan tas ransel di ke dua lengannya, langkah Naira mulai meninggalkan ruang kelas menuju pintu gerbang sekolah dengan ke dua lengan memeluk sebuah buku paket sejarah berukuran cukup lebar dan tebal. 

"Dooorrr...!!!" Teriak Rani sembari menepuk pundak Naira dari belakanag yang sudah sekitar 20 menit berdiri di depan pintu gerbang sekolah.

“Astagfirulahhh…, iiihhhh, untung aja buku paketku nggak melayang ke kepalamu” Sahut Naira setengah terkejut.

Naira dan Rani sahabat yang tak terpisahkan, mereka bersahabat sejak kelas X, sekarang duduk sebangku di kelas XII IPS 1, SMA Merah Putih di Kabupaten Banyuwangi.

“Hahaha…”
“Lagian kamu ngapain sih dari tadi aku perhatiin seperti sedang mencari seseorang?” Tanya Rani dengan penasaran.

Belum sempat menjawab pertanyaan Rani. Seseorang yang dicari itu tiba-tiba berjalan bersama perempuan yang menggandengnya melewati tempat Naira berdiri. Naira memerhatikannya, keduanya terlihat sedang bercengkrama sembari saling melempar senyum. Seseorang itu bernama Dirga yang tidak lain adalah mantan kekasihnya yang sudah putus tiga bulan lalu dengannya.

Tidak ada kata-kata yang tepat selain kata “hancur” yang dapat mewakili apa yang dirasakan hati Naira saat itu. Sakit yang dirasakan Naira ketika Dirga mengatakan tidak mencintainya lagi, tidak sesakit saat ke dua mata Naira melihat ada perempuan yang berhasil menggantikan posisinya di samping Dirga. Karena, selama ini Naira masih percaya, jika Dirga berbohong tentang perasaannya. Bagaimana mungkin, hubungan yang selama dua tahun terjalin, akan terhapus dalam sekejap dari hati Dirga.

“Ran, seandainya aku berhenti mencari tahu tentang dia, mungkin hatiku nggak akan sesakit ini.” Tiba-tiba air mata itu menetes deras dari kelopak mata Naira. Dugaan Naira selama ini salah, Dirga yang dinilai sosok yang mencintai sepenuh hati, ternyata semudah itu melupakan Naira dan mendapat pengganti yang baru.

Rani tahu siapa yang dimaksud sahabatnya itu, dalam hubungan Dirga dan Naira, Rani bukan orang asing di antara mereka. Setiap hubungan mereka dilanda masalah, Rani yang selalu menjadi jembatan mereka berdua untuk kembali baik-baik saja. Namun, setelah peristiwa di parkiran motor sekolah tiga bulan lalu—ketika Dirga mengatakan bahwa telah menghapus Naira dari hatinya, sejak itu juga mereka benar-benar saling meninggalkan. 

“Kenapa harus jatuh cinta sama dia, jika pada akhirnya hanya aku yang terluka?” Tanya Naira kepada Rani diiringi air mata yang menetes membasahi pipinya.

“Nai, setiap peristiwa mempunyai tujuannya masing-masing. Barangkali kamu dengan Dirga dipertemukan bukan untuk dipersatukan, tapi untuk saling mendewasakan dan belajar menjadi pribadi yang lebih kuat.” Jawab Rani yang berusaha menguatkan sembari memeluk Naira dan mengusap air mata yang tidak berhenti jatuh di pipi sahabatnya itu.

“Tapi, Ran… gak ada yang benar-benar baik-baik saja ketika kehilangan seseorang yang dicintai, kan?

“Iya, aku ngerti kok.” Jawab Rani seraya memeluk erat dengan sesekali mengusap punggung sahabatnya itu.

Naira tidak pernah menyangka jika seseorang yang dianggap paling istimewa ternyata yang paling membuat hatinya terluka. Naira bukan hanya kehilangan raganya Dirga, namun ia juga kehilangan tempat di hatinya Dirga.

NB :
Bantu share dan vote ya jika kamu menyukai cerita "Tanpa Kita". Tapi, kalau nggak suka, juga gpp hehehe

Jangan lupa,
follow IG : @baper_bangett

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tanpa KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang