Tanabata no Ai~ (2)

244 8 5
                                    

Author's note : Hei, saya kembali! Hehe, hiatusnya kelewat lama ya? Tapi tenang saja, karena author yang imut satu ini lagi mempersiapkan untuk melanjutkan cerita-ceritanya yang terbengkalai :3

Anyway, di kolom multimedia saya sediain lagu yang biasa saya pakai buat nulis cerita ini, Good-bye Days-nya YUI :3

Dan, selamat menikmati cerita ini :D

***

Hikari menyunggingkan senyum kecil saat dia menutup flap ponselnya. Dia merasakan kegembiraan meluap-luap dalam pikirannya. Rena sebentar lagi pulang, batinnya gembira. Dia bahkan hampir lupa  tentang sepupunya, Tanimura Hanako tengah berada di ruang tamu tempat Hikari menelpon Rena, dan dibuat heran olehnya.

"Oniisan, kau terlalu semangat." 

Hikari berputar dari tempatnya berdiri dan mendapati Hanako tengah tersenyum, menahan tawanya melihat kakak sepupunya itu menari-nari riang seperti anak kecil yang diberikan mainan. Hikari tersipu dan kembali duduk di sofa, menemani Hanako.

"Kenapa oniisan senang? Apa ini menyangkut Rena?"

Ah... tebakan yang tepat, batin Hikari sambil tersenyum.

Dari senyum lelaki di hadapannya itu, Hanako tahu semua ini berhubungan dengan Rena. Tentu saja, siapa lagi wanita yang mampu membuat pria tampan berwajah oriental ini bergembira layaknya anak kecil, selain Sugawara Rena? Semua anggota keluarga Tanimura dan Takuya (keluarga Hikari) sudah tahu akan hal itu.

Takuya Hikari memang pria yang menyenangkan, meskipun dia terkadang dapat bersikap tegas, terutama saat menolak wanita lain yang menyukainya—selain Rena, tentu saja. Dan Hanako termasuk salah satunya.

Meskipun mereka bisa dikatakan bersepupu, ayah Hanako, Tanimura Take adalah kakak angkat ayahnya Hikari, Takuya Kusuke. Dan tentu saja, antara Hikari dan Hanako tidak ada hubungan darah.

Itulah sebabnya Hanako sempat meminta HIkari menjadi pacarnya. Tetapi semua itu gagal dalam waktu yang sekejap, hanya karena gadis bernama Sugawara Rena yang dicintainya sejak SMA dulu.

Hanako tahu, dia tak memiliki kesempatan lagi untuk mendekati Hikari. Tapi sejujurnya hatinya merasa sakit saat melihat Hikari bahagia mendengar suara gadis itu. Gadis yang sebetulnya adalah saingan demi mendapatkan Hikari.

Tapi.. apakah betul Hanako sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk memiliki seorang Takuya Hikari? Entahlah. Hanako hanya bisa berharap peluang itu ada, meskipun sangatlah kecil.

***

Rena menghirup nafas dalam saat dia menginjakkan kakinya di Bandara Narita. Hari pertamanya dia kembali ke negara Sakura itu setelah tiga tahun menghabiskan masa sekolahnya di London. 

Senyum kecil tersungging di bibir Rena, dia segera mengambil ponsel di saku celananya, dan menekan beberapa tombol di ponselnya. Begitu mendengar suara lawan bicaranya, Rena segera memakai bahasa Jepang.

"Halo, okasan, aku sudah sampai di Narita,"

***

Kepulangan Rena tentu saja merupakan kabar gembira bagi keluarga Sugawara dan—tentu saja— keluarga Takuya. Tak lama setelah ibu Rena mendapat telepon dari putri semata wayangnya itu bahwa dia sudah tiba di Jepang, ayah Rena segera menelpon Hikari dan meminta keluarga mereka ikut untuk menjemput Rena di bandara. Dan Hikari tak mungkin melewatkannya.

Kebetulan saat Takuya Mari, ibu Hikari menerima telepon, Hanako masih berada di ruang tamu bersama Hikari. Mari akhirnya mengajak Hanako untuk ikut bersama mereka menjemput Rena. Entah karena alasan apa, Hanako sama sekali tidak menolak, bagaimanapun Rena adalah calon kakak iparnya, bukan?

Mobil dua keluarga besar itu berhenti di parkiran, dan setelah memasuki ruang dimana Rena menunggu, kedua keluarga itu segera menghampirinya, dan memberikan ucapan selamat datang pada gadis itu. Hikari memeluk Rena, kini di dalam pelukan pria itu, Rena merasakan dirinya dibanjiri rasa kegembiraan. Tanpa ragu, Rena kembali memeluk Hikari, akhirnya rasa rindu itu telah lepas.

Tanpa Rena sadari, Hanako menggigit bibir melihat situasi mereka berdua. Tapi saat Rena menatapnya, Hanako memaksakan seulas senyum dan memeluk Rena dengan setengah hati. Rena tersenyum dan mengulurkan tangan, Hanako menjabatnya dengan perasaan enggan.

"Lalu, bagaimana kegiatanmu di Harvard?" Tanya Hikari tiba-tiba. Rena tersenyum kecil mendengar pertanyaan kekasihnya itu. 

Impian Rena adalah menjadi seorang pelukis, dan impiannya untuk kuliah di jurusan seni Harvard tercapai beberapa bulan yang lalu, Hikari juga merasa senang dan selalu menanyakan bagaimana perasaannya selama dia kuliah di sana. Rena sejujurnya senang sekali dengan kepedulian Hikari padanya.

"Sudah, sudah, nostalgianya nanti saja," ujar Mari menengahi kegembiraan keduanya. Ibu dari Rena itu tersenyum dan mengusap kepala putrinya, "Ayo kita pulang, ibu sudah menyiapkan Mizugai kesukaanmu." 

"Oh, omong-omong dimana Jiro? Rasanya aku tak melihat anak pemalas itu," ujar Rena, menoleh pada ibunya. Sang ibu hanya tersenyum dan menjelaskan bahwa Jiro sedang mengikuti kegiatan klub karate yang sudah lama dia tekuni sejak Rena kuliah di London, dan entah kenapa Rena merasa senang mendengarnya.

 Hanako menghela nafas. Kenapa dia merasa sakit hati begini? Padahal dia sudah tahu Hikari tak mungkin memandangnya, dan dia juga tahu Rena tak mungkin tahu apa yang dia rasakan pada kekasihnya. Tak seharusnya dia merasa sakit seperti ini.

Dengan berat hati, hanako menyusul langkah keluarga Takuya dan keluarga Sugawara menuju mobil mereka, dan perasaan Hanako kurang lebih persis sepeerti cuaca mendung siang hari itu. []

--Glossary--

Mizugai : makanan Jepang di musim panas, Sashimi Abalone ala Jepang.

Oniisan : Panggilan terhadap pria yang lebih tua / kakak

Okasan : Ibu

Tanabata no AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang