Prolog

105 16 23
                                    

Kyoto, Jepang...

Suasana di kota ini memang sangat ramai. Banyak orang berlalu-lalang dengan kesibukan yang tak bisa di deskripsikan satu persatu.

Di antara mereka ada sekelompok anak kecil yang tengah bermain di sebuah taman. Taman itu sedikit kumuh dan tak terlalu terurus.

"Hei ... Kita mau main apa hari ini?" tanya pemuda kecil berambut hitam.

"Hmm ... Main apa ya?" sahut gadis kecil bersifat ceria sambil menaruh jari telunjuk di dahinya..

"Petak umpat!" seru gadis berkacamata cuek.

"Itukan permainan anak kecil," balas gadis kecil berpakaian ala bangsawan.

"Kau kan masih anak kecil!" kesal pemuda berambut cokelat.

Dan kelima bocah kecil itu saling berdebat hanya untuk menentukan sebuah permainan. Waktu sudah menjelang siang. Terik matahari seakan menusuk kulit.

Whuzzz!!!

Angin berhembus kencang menerpa wajah serta rambut mereka. Kelima bocah kecil memandang heran.

"Sebaiknya kita pulang saja," ajak pemuda berambut hitam. Ia memiliki perasaan tidak enak.

"Iya, aku setuju dengannya." sahut gadis berkacamata.

Namun, saat mereka akan meninggalkan taman. Air mancur yang berada di tengah mengeluarkan cahaya terang.

Mereka pun dibuat terkejut. Rasa penasaran seakan berkerumun di hati.

Pemuda berambut hitam melangkah ke depan terlebih dahulu. Saat ia semakin dekat dengan air mancur tersebut, terlihat sebuah batu yang memiliki ukiran aneh berada di tengah-tengah air mancur.

"Itu apa?" tanya gadis kecil berpakaian bangsawan.

"Sepertinya itu sebuah batu prasasti." jawab pemuda berambut cokelat.

"Batu prasasti? Aneh sekali bisa muncul di situ." sahut gadis berwajah ceria. Ia memiringkan kepala bingung.

Salah satu dari mereka ingin menyentuh batu prasasti itu. Dia adalah gadis berkacamata.

"Hei, jangan disentuh!" cegah pemuda berambut hitam. Ia tak mau terjadi apa-apa pada keempat temannya. Jiwa tanggung jawab mulai tumbuh di hatinya.

"Maaf. Aku hanya penasaran saja." ucap gadis berkacamata menunduk.

"Hmm ... Lebih baik kita segera pulang saja." ujar gadis yang biasa ceria, kini terlihat takut.

"Ayo cepat!" seru pemuda berambut cokelat ketus.

"Huu ... Tak sabaran," balas gadis berpakaian bangsawan.

Mereka pun setuju. Satu persatu mulai meninggalkan taman tersebut. Rasa penasaran yang besar masih menghantui mereka. Tanpa sepengetahuan yang lain, salah satu dari mereka menyentuh batu prasasti. Ia telah melakukan kesalahan besar. Ia pun pergi menyusul yang lain menuju ke rumah masing-masing.

Batu prasasti yang telah di sentuh mengeluarkan lima warna cahaya yang berbeda. Cahaya itu menjulang ke atas langit dan menghilang bersama batu prasasti tersebut.

Gadis berkacamata memandang sesuatu dari atas langit. Tiba-tiba makhluk raksasa misterius yang tidak terlalu jelas bentuknya melintas di langit.

"Itu apa?" gumamnya.

Pemuda berambut hitam melirik ke arah gadis itu yang bersifat aneh. Ia pun mengikuti arah pandangan ke langit. Sosok burung api terlihat samar di sana.

"Ehh! Ada burung api?" seru pemuda itu kaget.

Sementara ketiga kawan lainnya sudah menghilang. Jarak rumah mereka lumayan jauh. Kecuali gadis dan pemuda itu yang sesaat terhenti setelah melihat suatu keanehan.

Seminggu telah berlalu ....

Kelima bocah kecil itu telah meninggalkan negara Jepang karena suatu alasan.

Yang pertama, pemuda berambut hitam. Ia harus pergi ke negara asal ayahnya, yaitu Belanda. Kedua orang tuanya mendapatkan tugas di negara kincir angin dan penghasil keju terbesar di dunia. Dan ia akan tinggal di sana sampai hari yang tak menentu.

"Selamat tinggal, minna ...." batinnya sedih.

Lalu disusul gadis berpakaian bangsawan. Sebenarnya ia tak mau pergi dan berpisah dengan teman-temannya. Namun, suatu alasan yang kuat baginya harus melakukan hal itu. Ia hanya memiliki ayah di sini dan ibunya sudah lama meninggal. Karena kesibukan sang ayah, ia memutuskan untuk pergi ke Rusia.

"Semoga kita dapat bertemu lagi." batinnya berharap.

Selanjutnya, giliran gadis yang menunjukan sikap ceria bila di dekat orang yang ia sayangi dan mengenal dirinya luar-dalam. Ia sudah berada di bandara pusat Tokyo. Hari ini ia beserta ayahnya tercinta akan pergi menuju ke Belanda. Sama seperti pemuda itu, namun memiliki tujuan yang berbeda.

"Aku pasti akan rindu dengan kalian ...." batinnya lirih.

Giliran pemuda yang terkesan pendiam, acuh dan waspada, akan pergi. Ia seorang anak sepasang suami istri yang terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan. Ia bercita-cita menjadi seperti kedua orang tuanya. Ia sangat penasaran akan sejarah di negara Indonesia yang memiliki adat, suku, serta budaya yang beragam.

"Apapun yang terjadi, kita tetaplah sahabat." batinnya penuh keyakinan.

Terakhir, gadis kecil berkacamata. Ia hanya tinggal dengan ayahnya seorang yang amat ia cintai. Ibunya sudah lama meninggal. Ia akan menuju ke Eropa untuk melanjutkan sekolahnya di sana. Dimana banyak kenangan dan pengalaman baru menanti.

"Walau kita sekarang sudah jauh, aku takkan melupakan kalian." batinnya mencoba kuat menahan kesedihan.

Dan delapan tahun berlalu ....

Negara dengan julukan ‘Negeri Sakura’ dan ‘Matahari Terbit’ itu, telah mendirikan sebuah bangunan sekolah yang tergolong elit. Dan di sanalah takdir akan mempertemukan mereka kembali.

Apakah pertemuan itu menjadi suatu keajaiban?

Apakah rasa persahabatan masih tetap ada di dalam benak mereka?

Apakah ada kejadian yang membuat mereka merasakan petualangan yang hebat?
.
.
.
.
.

Yoo, Minna-san ....

Cerita gabungan antara lima author dengan pemikiran dan keputusan yang sama telah selesai di buat. Semoga kalian suka cerita kami.

Selamat membaca ....

Tinggalkan jejak vomment kalian!

(19-08-2019)

Mythology of InscriptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang