0.2

26.6K 6.2K 3.4K
                                    

Seharian ini Felix murung. Tidak ada yang menghiburnya, bahkan tidak ada yang mau berbicara dengannya.

Tentu saja karena kondisi fisiknya.

Felix tersenyum miris, mengingat nasibnya yang tidak begitu baik. Bahkan dia hanya memiliki satu orang teman, yaitu Hyunjin.

Sisanya? Tentu saja pergi meninggalkannya.

Disela-sela kegiatannya, Felix menilik arlojinya dan melihat tanggal disana. Kemudian, dia tersenyum.

"Enam setengah hari lagi, Lix. Gue harap gak ada yang nyari gue nanti. Haha, tapi mana mungkin. Mereka semua aja gak menganggap kalo gue ada."

Felix tertawa sendiri, tertawa layaknya orang yang hilang akal. Namun dia tak peduli, hatinya sakit menghadapi hidup ini.

Kenapa dia harus dilahirkan dalam kondisi yang seperti ini? Kenapa dia harus mengalami semua ini? Kenapa?



























Tapi Felix tidak sadar, kalau sebenarnya Chaewon mengawasinya sejak tadi, dengan tatapan miris dan jijiknya.




"Masih ada aja orang kayak dia, kenapa gak mati aja, sih? Merusak pemandangan."








































Felix sampai di rumahnya tengah malam. Dengan badan basah kuyup akibat kehujanan. Bibirnya pucat, badannya gemetaran. Dia menggigil.

Dengan pelan dia membuka pintu rumahnya lebar-lebar.




Tapi apa yang dia dapatkan, dia mendapat siraman air dari depan, dari tante dan saudara sepupunya.

"Bagus ya, kamu ngemis dimana sampe gak pulang tiga hari?" Tanya Tante Lee dengan marah.

"Marahin aja ma, bikin malu kita aja," sahut Minho, sepupunya.

Felix tambah gemetar. Dia kedinginan sekaligus takut pada kedua orang di depannya.

"Kalo ditanya tuh jawab! Kamu udah gak punya tangan mau gak punya mulut juga?!" Bentak Tante Lee sambil menarik rambut Felix.

"A-akh sa-sakit, tante lepasin." Felix merintih kesakitan, namun Tante Lee tak peduli.

"Kurung di kamar mandi aja ma, kalo enggak ya di gudang. Biar tambah kedinginan!" Seru Minho dengan semangat yang membara.

Felix menggeleng panik. "Ma-maafin saya, saya janji gak bakal pulang malem lagi. Saya mohon jangan kurung saya lagi," pintanya penuh harap.

"Lo sama persis kayak saudara lo haha!"

"Minho."

Seketika Minho bungkam ketika Tante Lee menatapnya tajam dan menusuk. Kemudian, Tante Lee kembali menaruh atensinya pada Felix yang masih memohon padanya.

"Oke saya lepasin, tapi saya mau kamu sujud di kaki saya dan anak saya, paham?"

Mau tak mau Felix setuju dan mengangguk. Tante Lee tersenyum puas lalu melepas jambakannya.

"Cepetan atau saya bakal kurung kamu di kamar mandi."

Felix mengangguk kaku. Pelan-pelan, dia bersimpuh di depan tantenya tersebut, lalu melakukan sujud di kakinya.

Tante Lee tersenyum lebar ketika menyadari Felix berusaha mati-matian menahan dingin yang menusuk raganya.

"Sekarang, kamu sujud di kaki anak saya."

Lagi-lagi Felix menangguk dan menurut. Dia menggeser posisinya ke hadapan Minho yang menyeringai lebar padanya, membuat Felix meneguk salivanya tegang.

"Buruan, nanti gue siram lagi, loh. Hehehehe."

Felix mengangguk dengan cepat. Dia langsung bersujud di kaki Minho, dengan matanya yang mulai terasa basah.





BUGH!





"Akh!"

"Hahaha!"

Tante Lee tertawa, begitu juga dengan Minho.

Felix meringis merasakan badannya yang terasa ngilu. Minho menendangnya, lebih tepatnya menendang kepalanya sampai dia terdorong ke belakang.

"Ayo sayang, kita tidur aja. Biarin si cacat ini kedinginan kayak gembel disini."

Minho mengangguk menyetujui ajakan ibunya.

Setelah mereka pergi, Felix bersandar ke dinding. Dia memeluk kedua lututnya, meringkuk kedinginan disana.

"Mama, Felix kangen sama mama. Felix gak kuat, ma. Felix gak kuat lagi."

Felix terisak pelan sambil menyembunyikan wajahnya di lipatan satu tangannya seraya berharap.

Berharap kematian akan datang dengan cepat kepadanya.














Dengan begitu, semua penderitaannya akan selesai, kan?

[i] Seven Days | Lee Felix ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang