"kenapa aku tidak ingat apa apa"
Nako memegangi kepalanya yang masih terasa sedikit pusing.
"Minumlah...." Shizuka menyodorkan segelas teh hangat kearah Nako dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.
Dengan senang hati Nako meminum teh hangat itu, bagaimana tidak yang memberikan ini adalah manis yang akhir akhir ini selalu muncul di mimpi Nako."Apa kau mabuk lagi?" Shizuka menatap Nako dengan kecewa.
Bukannya menjawab Nako malah tertawa lebar lalu mengelus rambut Shizuka seakan akan mereka sudah benar benar dekat.
"Dunia ini akan kiamat jika aku tidak meneguk alkohol sehari saja" Shizuka hanya bisa memasang wajah kesalnya ketika mendengar jawaban dari lelaki didepannya itu.Shizuka memang pandai bersandiwara, bukankah itu yang dia inginkan. Membuat Nako semakin dekat dengannya entah bagaimanapun caranya. Shizuka terlalu munafik untuk memberikan pesan kepada Nako agar tidak pergi ke bar. Karena di saat saat Nako tengah mabuk itulah Shizuka punya kesempatan untuk memandang wajah Nako dari jarak yang lebih dekat.
"Ini rumahmu?" Nako menatap ke sekeliling gubuk kayu kecil itu.
"Hmm, maaf rumahku sederhana .." Balas Shizuka dengan senyuman khas nya.
"Tidak ada gunanya rumah besar jika tidak memberi kenyamanan..." Nako memutar pandangannya kearah Shizuka yang kini duduk di depannya.
"Memangnya gubuk ini memberi kenyamanan?" Shizuka mengangkat alisnya.
"Bukan gubuk ini, tapi wajahmu yang memberi kenyamanan" kedua pipi Shizuka segera merona ketika mendengar kata kata godaan dari bibir Nako."Kau ini...." Shizuka memukul tangan Nako dengan kesal.
"Ya sudah aku pergi dulu, kau bisa istirahat disini" Shizuka bangkit dari kursinya.
Dengan cepat Nako menahan tangan Shizuka dengan lembut.
"Mau kemana?" Nako mengangkat alisnya.
"Memetik bunga.... Apa kau lupa dengan pekerjaanku..." Nako menepuk jidatnya sembari terkekeh."aku akan membantumu... Aku ingin tau seperti apa bentuk pohon mawar milikmu hingga seharum itu..." Nako segera bangkit dari ranjang kecil itu.
Wajah Shizuka seketika langsung cemas dan gelisah. Bagaimana bisa dia membawa Nako memetik bunga sedangkan bunga itu bukanlah bunga mawar biasa yang seperti di duga oleh Nako.
"Sebaiknya kau pulang... Aku memetik bunga di taman nenek ku, dia akan sangat marah jika melihat aku membawa seseorang kesana, nenek ku seorang phobia sosial" Shizuka mulai memasang wajah sedihnya.Luas biasa sekali bakat akting Shizuka hingga dia bisa membuat Nako langsung percaya dengan perkataannya itu. Nako tersenyum lembut lalu mengelus rambut Shizuka dengan lembut.
"Tak perlu bersedih... Aku akan menunggu disini..." Nako kembali duduk di ranjang dengan santai.
Shizuka menghembuskan nafasnya dengan lega. Awalnya dia agak ragu kalau Nako akan percaya dengan apa yang dia katakan tadi."Berapa jam?" Nako melirik jam tangannya.
"Hanya sebentar, tidak sampai satu jam aku sudah mengetuk pintu" Shizuka mengembangkan senyumannya lagi yang membuat Nako semakin terjatuh dalam pesona Shizuka.
"Ini sudah pukul 4 sore, berarti kalau pukul 5 kau belum kembali, aku akan menyusulmu" Nako menunjukan jam tangan yang melekat di tangannya.
"Hmm, ya sudah aku pergi dulu..." Shizuka meraih keranjang bambu di meja lalu segera melangkah keluar.Senyuman di wajah Nako tidak bisa pudar bahkan ketika punggung Shizuka sudah tidak terlihat lagi oleh bola matanya. Pandangan mata Nako mengedar ke seluruh isi ruangan kamar Shizuka yang terbilang cukup kecil ini. Semerbak bau mawar tercium begitu kental di ruangan ini. Bahkan Nako menemukan beberapa helai kelopak mawar yang berjatuhan di lantai kamar Shizuka. Disinilah Nako mulai berpikir sesuka apa Shizuka terhadap bunga mawar.
Entah apa yang mendorongnya hingga dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Rumah yang lebih tepat di sebut gubuk kecil ini terlihat begitu rapi dari dalam. Ruang tamu yang mini dan rapi serta dapur dan kamar mandi mini yang semuanya sempurna terbuat dari kayu hitam yang mengkilap. Bahkan Nako tidak sempat bertanya bersama siapa Shizuka tinggal di gubuk kecil ini.
"Aku rasa dia tinggal disini sendiri..." Nako mengamati setiap barang barang yang ada disana.
"Berani sekali...." Tangan Nako bergerak membuka jendela belakang hingga angin dengan cepat menghembus hingga memberikan nuansa sejuk di wajah Nako.