Pagi itu mentari bersinar begitu cerah hingga membuat Nako tidak bisa bertahan dengan menutup matanya. Dia menghela nafas kasar, menyerah dengan tepukan halus dari sinar fajar itu yang membuatnya terbangun dari tidurnya. Matanya melirik jam dinding yang ada dikamarnya dengan malas. Disana menunjukan pukul 7 pagi, dia masih memiliki waktu sekitar 40 menit untuk bersiap siap.
"Aku ingin tidur" Nako menjatuhkan kembali tubuhnya keatas kasur dengan malas.
Entah kenapa pagi ini Nako benar benar merasa malas walau hanya sekedar untuk berjalan ke kamar mandi dan membersihkan diri dengan segera. Tubuhnya terasa di olesi lem hingga dia ingin terus menempel dengan ranjang kamarnya itu."Sampai kapan kau mau tidur? Bangunlah ini sudah siang" ibu Nako segera membalikan tubuhnya lalu melangkah keluar dari rumah.
"Ini baru pukul 7 pagi tapi ibu selalu mengatakan ini siang" Nako bangun dengan malas lalu melangkah menuju kamar mandi.Langkah kaki Nako terhenti ketika dia menyadari kalau mawar yang dia dapat dari gadis tadi malam sudah tidak ada diatas meja.
"Kemana bunga itu?" Nako membuka lacinya namun dia tidak menemukan bunganya disana.
Nako melirik ke ambang pintu dia teringat kalau ibunya biasanya memang suka membuang barang barang Nako yang tidak dia sukai."Ibu, apa ibu tau dimana mawar yang ada diatas mejaku?" Nako menatap ibunya dari ambang pintu kamarnya.
"Sudah ibu buang, bukankah sudah ibu katakan jangan menyimpan bunga dikamarmu, dimalam hari tanaman mengeluarkan racun" tangan ibu Nako masih sibuk merapikan sayuran.
"Omong kosong baru lagi..." Batin Nako.
Namun Nako hanya bisa menghela nafas kasar lalu kembali masuk kedalam kamar mandi.Toh walaupun dia mengatakan itu tidak benar yang terjadi adalah perdebatan dengan ibunya yang sampai saat ini masih dimenangkan oleh ibunya. Itulah yang tidak disukai oleh Nako dari ibunya. Ibunya terlalu berlebihan hingga membuatnya sedikit muak dan bosan jika harus ini dan itu dan juga tidak boleh ini dan itu. Menurut Nako hidup adalah hidup, entah itu baik atau tidak hidup sudah ada alurnya. Entah pemikiran dan teori darimana Nako menganggap Hidup adalah sebuah pesta.
•°•°•
Joshi melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya dengan santai. Hari ini dia berencana datang lebih awal dari biasanya karena dia memang berencana untuk melatihan kemampuan dancenya lagi. Walaupun di tempat dancenya siapa yang tidak terpukau dengan kemampuan dance Joshi. Namun entah kenapa Joshi masih merasakan kekurangan dalam dirinya.
Ketika Joshi melangkah keluar dia menghentikan langkah kakinya ketika melihat tangkai bunga mawar yang telah layu berada di depan pintu rumahnya. Joshi berjongkok dan meraih tangkai bunga mawar tersebut. Joshi mendekatkan tangkai itu ke hidungnya. Dia mengendusnya dengan lembut hingga dia tersadar dengan bau khas itu.
"Astaga...." Joshi segera membuang tangkai bunga mawar itu lalu menginjak ijaknya ditanah hingga hancur dan rata dengan tanah.
"Apa ini? Mengapa dia menaruhnya didepan rumahku? Apa itu berarti dia tertarik dengan salah satu orang terdekatku?" Joshi menggigit bibirnya dengan cemas."Oh Onichan aku kira kau sudah berangkat" Adik perempuan Joshi menatap Joshi yang masih berdiri diambang pintu rumah.
"Hari ini kau dirumah?" Joshi menatap adik perempuannya itu.
"Tidak, aku ada les mungkin aku pulang tidak terlalu sore" Adik perempuan Joshi duduk di sofa ruang tengah dengan santai.
"Jangan pulang, aku akan menjemputmu nanti" setelah mengucapkan itu Joshi langsung melangkah pergi.
"Aneh sekali, tidak biasanya dia mau menjemput ku.... Tapi biarlah... Setidaknya aku tidak perlu melukai kakiku untuk berjalan pulang" Adik perempuan Nako menghela nafas lega.•°•°•
Pintu gedung latihan terbuka perlahan, Nako duduk di ruang masuk dengan santai. Dia duduk didekat loker dimana para anggota latihan menaruh barang barang mereka. Dia benar benar menyayangkan kecerobohannya karena telah meninggalkan ponselnya dan sekarang yang terjadi lagu buatannya dan file file mainnya hilang tanpa bekas.