"Matamu memang terpacu padaku, Hatimu?"
•
"Gila ya lo." sentaknya.
Alfizha semakin mendekati Nandra yang sedang digebu gebu oleh perasaan marah.
"Gila mencintaimu."
Nandra menepuk jidatnya, dan refleks menjauhi dirinya sembari menggaruk kepala nya yang tidak gatal.
Perasaan gejolak ingin memaki maki wanita yang kini dihadapannya semakin meninggi. Teringat kata kata yang seharusnya ia lontari dari lama, membuat dirinya seperti menemukan ide yang sangat cemerlang yang seharusnya memang untuk di-lontari agar gadis ini pergi meninggalkannya.
Nandra menatap Alfizha dengan tidak bergeming. Diam mematung, menggigit bibir bawahnya sendiri, tangan kanan nya sembari memegang tengkuk leher. Itulah, posisi terkini dari seorang Nandra.
Alfizha yang melihat hal itu semakin membuat hatinya luluh drastis. Siapa sangka dengan melihat Nandra begini tidak klepek-klepek?
"Ya Tuhan, Ciptaanmu." batinnya.
"Oke, gini."
Suara Nandra yang berat, membuat Fizha sedikit tersentak."Sebelum gua nyadarin lu dengan kata kata yang gaenak didenger, Lu mau apa?"
Alfizha mengangkat kedua alisnya dan melebarkan mata.
"Maksudnya dengan kata kata yang gaenak didenger?"
Nandra mengacak acak rambutnya frustasi, "Gua gamau nyakitin hati lu."
Senyuman Alfizha langsung mengembang, "Ini artinya kamu mau confess ya? Sini sini."
Setelah mengatakan hal yang membuat Nandra semakin frustasi, Alfizha maju selangkah dan mendekatkan wajahnya.
"Ayo!! Fizha siap dengerin."
"Lo ga ada harga diri, Zha."
Hening.
"Lo ga salah denger. Iya, lo gaada harga dirinya di mata gua."
Tes...
1 tetesan air mata otomatis menyambut kata kata itu.
"Please, Berhenti. Banyak yang nungguin lo, Alfizha. Bahkan temen gua salah satunya. Gua-" omongan Nandra terpotong, "Temen kamu?"
Kening Alfizha mengerinyit dan menghentikan tetes demi tetes air mata yang telah lolos sedari tadi terus menerus membasahi pipi cantiknya.
"Siapa?"
"Ada."
"Siapa, Nandra?! Jawab aku." bentak Fizha.
"Ga. Lo bakalan tau juga akhirnya, Dia sesuka itu sama Lo."
Alfizha menjauhi selangkah dari Nandra dan matanya tetap terpacu ke wajah pria yang ia idam idamkan dari dulu.
"Soal harga diri. Aku emang ga ada harga diri di matamu. Tapi asal kamu tau," tangisannya kembali pecah. "Di mata lelaki lain yang berusaha merebut hatiku, aku terkesan bak ratu. Harga diri ku, aku junjung. Tapi entah mengapa, semua itu sirna saat aku ada di hadapan kamu." lanjutnya.
Suasana yang hening menjadi agak ricuh karena orang orang mulai berlalu lalang di Taman. Taman Mekar Jaya, favorit Alfizha.
Tidak disangka bukan? Ia harus mengalami hal macam itu di sana? Tentu saja tak lama lagi, Ia akan merenung di tempat lain dan ragu untuk mencoba kembali lagi kesana. Frustasi, tangisan, dan hawa tidak bahagia berkecamuk menjadi satu di pikiran dan jiwanya. Seolah olah, lampu taman, bangku putih di belakang mereka, bahkan pohon tinggi menjulang yang dedaunannya kini sedang meneduhi mereka sekalipun, menjadi saksi bisu.
"Oke lah kamu menganggap ku begitu," lanjutnya.
"Tapi aku akan tetap menyukai, mengagumi bahkan mencintaimu dalam setiap waktu. Maaf permintaan mu untuk berhenti, akan aku coba di lain waktu."
Sesaat Alfizha hendak pergi meninggalkan Nandra, ia berbalik lagi.
"Kamu yang duluan datang, Akan aku sambut hingga akhir."
π
Welcomiez, Polovers.
Thank you for the voting & comments. Please still being loyalty for my stories. Bantu aku untuk lebih semangat update nya yuk?!
Dengan cara, cukup sumbangkan vote mu. (^з^)-☆
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
POLAR LOVE (TAHAP PEROMBAKAN)
Teen Fiction- Pernah mendengar Pria dari kutub? Jika kamu percaya itu, 99℅ kamu bersahabat dengan ku. "Dia mengajakku untuk berenang di dasar lautan saja, namun kukira kita akan tenggelam bersama. Ternyata ia menepi hingga tak ada lagi siluetnya dari diriku ya...