Chapter 13

12 0 0
                                    

Janji 19 September.
"Mulai hari ini setiap kali Aretha membutuhkan bantuanku, aku pasti akan membantunya. Apapun itu aku akan selalu ada buat dia, bagaimanapun keadaannya aku harus ada untuknya. Aku janji.
TTD (dengan materai)


Sebuah tulisan di kertas A4 buatan Nathania untuk menghiburku yang sedang menangis waktu itu. Waktu kuliah dulu aku sempat bertengkar hebat dengan ibuku sehingga membuatku menangis. Nathania datang menyodorkan kertas berisi tulisan tersebut kepadaku. Aku berhenti menangis dan berbalik tersenyum ke arah Nathania kemudian memeluknya.
"HAHAHAHA"
Aku tertawa gila sendirian di mobil mengingat kejadian itu. Benar saja, banyak hal yang aku lakukan dengan Nathania yang kurang wajar waktu itu.

***

"Aretha lo tau gak semenjak gue kenal lo, hidup gue jadi lebih bahagia." Kata Nathania.
"Oyah?" Balasku tak fokus karena aku sedang duduk dan serius mengerjakan tugas di atas lantai.
"Makasih ya."
"Thaniaaaa!!!" Teriaku. Waktu itu aku kaget dan kesal kepadanya bukan karena aksinya yang tiba-tiba mencium pipi kananku, melainkan karena goresan pena yang jadi melenceng di kertas tugasku. Aku mengejarnya dan melemparkan beberapa bantal di kasur kepadanya. Kita perang namun sebatas candaan saja kala itu karena ulahnya menggangguku mengerjakan tugas kuliah.
"Am I the first?" Tanyanya di kasur malam itu.
"Apa?"
"Yang mencium pipimu?"
"Ngak juga."
"Siapa?"
"Papa dan Mamaku."
"Yeeeee... itu mah gak masuk itungan."
Beberapa kali setiap bangun tidur tubuhku masih dalam pelukan Nathania. Ya, dulu waktu kita masih berteman baik dan jadi teman sekamar, sering kali dia memeluku saat tidur, dan bodohnya aku tidak keberatan dengan hal itu.
"Aretha, boleh gak malam ini peluk kamu?"


***

"Hey... lamunin apa?" Kata Indra mengagetkanmu. Lagi-lagi laki-laki ini tiba-tiba saja masuk keruanganku tanpa izin.
"Ah.. ngak.." Lamunanku tentang masa lalu dengan Nathania sudah membawaku jauh ke realitas yang seharusnya. Pekerjaanku terbengkalai karena terus memikirkan hal-hal itu.
"Belum pulang?"
"Belum, kerjaan gue numpuk."
"Nanti gue ikut nebeng lo pulangnya ya, mobil gue tadi di servis di bengkel deket apartemen lo."
"Lo kenapa sih Dra?" Nadaku meninggi menangagpi obrolan yang ia mulai kali ini. Indra langsung terdiam ekspresi mukanya langsung datar, mungkin dia kaget diteriaku di hari menjelang malam seperti ini.
"Gue gak ada apa-apa, beneran mobil gue lagi di servis di bengkel dekat tempat lo."
"Yauda kalau gak mau, gak apa-apa. gue bisa naik taksi.." Ujar Indra seraya pergi meninggalkan ruangan gue.
"Tunggu Dra."
"Ya?" Langkahnya terhenti, kepalanya menoleh ke arahku.
"Yauda kalau mau ikut, gue mau pulang sekarang. Tapi nanti lo mampir dulu ke tempat gue."
"Wah.. thanks banget ya Aretha."

Indra mungkin tidak tahu kalau sebenarnya aku sudah menyiapkan kejutan buat dia. Kemunculanya yang tiba-tiba di ruanganku tadi disaat aku memikirkan Nathania menciptakan sebuah ide liar di kepalaku. Kenapa tidak kupertemukan saja dua insan manusia ini, Nathania yang sedang berada di apartemenku dan juga Indra yang kebetulan mau mengambil mobilnya yang diservis. Ah, ide itu tersirat begitu saja ketika perasaan dan pikiranku sudah ditanami bibit hubungan yang kompleks ini.

"Nah.. Indra.. Aku punya sesuatu buat kamu." Kataku kepadanya di depan pintu kamarku.
"Maksudnya?" Tanyanya heran.
"Yuk.. masuk, dulu lo bilang ingin bantuan gue kan."

Aku membuka pintu lalu masuk ke dalam, disusul Indra di belakangnya. Ruangan apartemenku yang tidak memiliki banyak sekat otomatis bisa memperlihatkan keseluruhan isi apa yang ada disana, termasuk dua orang disana yang sedang duduk berdua menonton tv, yaitu Mina dan Nathania.

"Thania... ada yang ingin bertemu denganmu." Teriaku kepadanya.
Sudah kuduga mereka berdua pasti bakal terkejut. Baik Indra dan Nathania saling memandang namun tak berbicara.
"Mina.. sini kakak bawain makanan buat kamu." Kataku seraya menghampiri Mina di sofa.
"Kamu sudah makan?"
"Belum kak."
"Aretha apa maksudnya ini?" Tanya Nathania kepadaku. Sementara Indra masih di sana di dekat pintu, dia masih berdiri mematung, rupanya dia masih tidak percaya dengan hadiah yang aku berikan kepadanya malam ini.
"Oh, ya sebenarnya Indra itu temen sekantor gue." Kataku menjelaskan dengan senang hati.
"Oh jadi begitu ya sekarang Aretha." Kata Nathania.
"Maksudnya Than?"
"Lo sengaja bawa dia kan ? Lo sudah atur ini semua kan? nyuruh gue datang kesini supaya lo bisa mempertemukan kita berdua, mencoba untuk menyatukan gue sama Indra kembali? Terus gue gak bisa ngenganggu idup lo lagi, lo bisa bebas dari gue." Ujar Nathania sedikit memanas.
"Apaan sih Thania..?" Tanyaku meladeni omongannya.
"Tega ya lo Are,"
Nathania kesal rupanya, dia langsung berlari menuju pintu keluar. Dia sempat menabrak tubuh Indra, namun Indra tidak breaksi, hanya saja ketika Nathania berlari keluar, Indra segera menyusulnya.

"Makasih atas HARAPANYA !" Ucapan terakhir yang keluar dair mulut Nathania sebelum pergi meninggalakan apartemenku.

***

Setelah selesai dengan urusan tadi dan mengunci pintu rapat-rapat, gue segera melanjutkan urusan gue selanjutnya, yaitu mengurus gadis kecil bernama Mina.

"Mina, kamu besok pulang yah, kakak anterin ke rumah kamu. Mumpung besok hari Sabtu, kakak libur kerja." Kataku di sela-sela makan malam bersama Mina.
"Gak mau kak!"
"Mina tolong ya, kamu kamu gak mikirin perasaan ibu sama ayah kamu yang sedang mencari kamu sekarang?" Tanyaku kepadanya.
"Iya sih kak, pasti orang tuaku khawatir."
"Tuh kan, kamu juga kasihan kepada mereka. Mereka pasti khawatir banget. Gpp, nanti biar kakak aja yang bilang ke orang tua kamu."
"Tapi, janji ya anterin aku pulang sampai rumah."
"Iya kakak janji kok."

***

"Eh kak, kak Thania tadi baik juga sama kayak kakak. Dia dari tadi ngobrolin tentang kakak terus."
"Oyah, ngobrolin apa sayang?"
"Iya gitu pokoknya kakak itu paling cantik satu angkatan, terus paling pinter juga, banyak yang suka sama kakak, termasuk kak Thania juga."
"EHH.. jangan gitu ngomongnya." Aku ingin meralat apa yang dikatakan Mina barusan, kak Thania suka kepadaku. Plis deh ya.
"Iya, abis kakak cantik sih sama baik, aku juga suka."
"Ih kamu ini... jangan sampei kayak dia" Aku mencubit hidung Mina yang mungil itu karena gemas mendengar ucapanya.
"Kayak gimana kak? Emangnya aku salah ya suka sama kakak?" Tanya Mina polos.
"hmm.... Gak sih..."
"Eh udah punya pacar belum kamu? Hahaha" Kataku berusaha mengalihkan topik pembicaraan sambil menggelitik-gelitik tubuh Mina. Mina gak menjawabnya karena dia merasa geli ketika aku menggelitik tubuhnya.
"Belum kak.. ampun kak.. ampun.. aku geli.."
"Hahaha. Sudah cepat kamu segera tidur."
"Iya kak."

***

Sekitar jam 10 malam, Mina sudah tertidur, namun aku masih tetap saja terjaga. Aku masih memikirkan hal yang kulakukan hari ini. Mempertemukan Nathania dan Indra. Kedengaranya sih biasa saja, mempertemukan mereka. Cuman aku tidak menyangka respon dari Nathania yang ternyata cukup emosional. Aku kira bakal berjalan biasa saja, Indra datang menghampiri Nathania lalu mereka ngobrol biasa seperti halnya waktu itu mereka bertemu di kafe. Tapi, nyatanya lain, Nathania begitu kesal dan malah langsung pergi meninggalkan apartemenku begitu saja. Aku jadi curiga mengenai hubungan mereka dahulu, seperti ada hal yang disembunyikan diantara mereka berdua.
Aku turun dari tempat tidur lalu menuju kulkas untuk sekedar menuangkan air es ke dalam gelas. Cuaca malam itu memang dingin sih, cuman apalah arti segelas air dingin dibanding dinginya hati ini.


"


ArethaWhere stories live. Discover now