Chapter 7

2.6K 320 17
                                    

"Lama tidak berjumpa, teman."

Perkataan Ronald yang tiba-tiba membuat perhatian mereka teralih. Leo berdiri tegak di samping pamannya saat melihat semua anak buah Ronald yang memandang Fugaku dan dirinya dengan tatapan ingin membunuh.

Fugaku tersenyum. "Seharusnya aku yang mengatakan itu karena kau baru saja kembali setelah menghilang."

Ronald terdiam.

"Aku sudah tahu semuanya, Ronald. Bahkan sebelum kau membunuh Kizashi dan keluarganya."

"Ya, aku sudah menduganya. Karena itu aku membunuh Kizashi dan Mebuki."

"Apa yang kau banggakan dari itu? Apakah membunuh kakak sendiri meskipun kalian adalah saudara tiri adalah hal yang membanggakan?"

"Tutup mulutmu."

Fugaku melirik salah satu anak buah Ronald yang memegang tongkat bisbol. "Apa alasanmu membunuh Kizashi dan istrinya?"

"Dia mengacaukan rencanaku." Ronald mengepalkan kedua tangannya. "Tidak. Kalian mengacaukan semua rencanaku. Ide pembuatan Titanic adalah buruk! Benar-benar sampah! Kau telah menghancurkan impianku, Houltz!"

"Jadi hanya karena masalah itu—"

"Hanya?" Ronald mendesis. "Selama belasan tahun, semua orang menghargai dan mengagumi bakatku yang adalah seorang arsitek. Aku dapat membuat bangunan dan kapal dalam waktu yang singkat. Aku hampir mendapatkan segalanya lima belas tahun yang lalu, tapi tiba-tiba kau datang dan mengacaukan impianku! Hanya karena kau adalah orang yang lebih kaya dan sukses dariku, tidak seharusnya kau melakukan hal itu padaku!!"

Leo yang tidak mengerti arah pembicaraan mereka hanya bisa terdiam dengan mata yang menyipit. Salah satu anak buah Ronald yang memegang tongkat bisbol tiba-tiba menjatuhkan tongkat itu dan mengeluarkan sebuah pistol dari dalam jaketnya. Leo tersentak.

"Maaf, Ronald, tapi sepertinya kau salah paham." tukas Fugaku. Meskipun ia berkata seperti itu namun ia tidak ada niat untuk menenangkan pria itu. "Semua itu keputusan mereka."

Ronald menggeram lalu membuang ludahnya ke samping, merasa ia kembali menyesap darahnya. "Minato Charlemagne dan Nyonya Rousseau... aku tidak akan pernah melupakan apa yang telah mereka lakukan padaku!"

"Maaf jika aku telah menghancurkan impianmu. Tapi alasan kami tidak menggunakan rancanganmu karena tidak ada pihak yang bersedia membiayai kapalmu. Lagipula kapalmu terlalu mahal, padahal hanya untuk hadiah pernikahan keponakanmu, sekaligus mempersatukan keluarga Houltz dan keluarga Walt. Kau juga termasuk keluarga kami, Ronald. Kau adalah adik Kizashi. Seharusnya kau berpikir dua kali sebelum melakukan semua itu."

"Brengsek!!" Ronald menendang kursi yang sebelumnya digunakan Sakura untuk melampiaskan kemarahannya dan menahan diri untuk tidak langsung menghajar Fugaku. Kursi itu hancur berkeping-keping dalam sekejap. Fugaku hanya menatapnya dengan iba. "Ini semua karena Luvena yang membantu Sakura kabur dan membuatnya naik kapal sialanmu itu! Aku sudah berhasil menjauhkan mereka, untuk menghancurkan rencanamu! Tetapi semuanya gagal! Seharusnya aku memang membunuhnya juga bersama orangtuanya dulu!!"

"Tapi kami tetap membangun Titanic meskipun kau mencoba menjauhkan Sakura dari anakku. Titanic itu di buat untuk mempersatukan setiap keluarga yang datang. Dan karena Titanic juga, mereka akhirnya bertemu. Bahkan Sakura berpura-pura menjadi menantuku. Bukankah semua ini sudah takdir? Jadi menyerahlah sekarang sebelum terlambat, Ronald, kami akan memaafkanmu. Kizashi dan Mebuki juga pasti akan memaafkanmu jika kau mewujudkan impian mereka dengan membuat Sakura berdiri bahagia di atas Titanic saat pernikahannya."

"Tidak semudah itu, Fugaku." Ronald menyerang Fugaku sedetik kemudian. Anak buah Ronald yang memegang pistol tampak mengangkat senjatanya, siap untuk menembak. Namun saat Leo baru saja akan berteriak pada Fugaku untuk menghindar, anak buahnya melepaskan pelurunya ke atap bangunan sembari berteriak bahwa dia adalah polisi. Sontak Ronald dan Leo berhenti. Berpuluh-puluh polisi berseragam tiba-tiba menyerbu tempat itu.

∞∞∞

Sakura menatap Sasuke tanpa berkedip. "Apakah... gadis itu adalah aku?"

"Entahlah. Tapi aku yakin ayahku pasti tahu sesuatu."

"Aku ingin sekali bertanya. Aku ingin tahu siapa orangtuaku, dan seperti apa mereka."

"Yang pasti mereka sepertimu." Sasuke kembali memeluk Sakura. "Kau pasti cantik seperti ibumu, dan bijaksana seperti ayahmu."

"Terimakasih."

"Tapi aku tidak sedang memujimu." Sasuke tersenyum saat merasakan gadis dalam pelukannya tersenyum.

"Ngomong-ngomong, mereka lama sekali."

"Benar. Seharusnya mereka tidak meninggalkanmu terlalu lama dalam keadaan seperti ini." Sasuke menatap Sakura dengan khawatir. "Apa kau merasa lemas? Apa kau merasakan sakit yang luar biasa?"

W A L T Z ✔Where stories live. Discover now