3

8 2 0
                                    

Don't forget to vote this story!

...

"Dia adik tiriku, namanya Earth. Ibuku menikah dengan ayahnya saat usiaku masih 7 tahun dan Earth 5 tahun," Cody meneteskan cairan antiseptik di atas sebuah kain lalu mengoleskannya pada luka ditanganku, "Tahan sebentar," pintanya dan aku mengangguk. Setelah kejadian beberapa menit lalu, Cody langsung membawaku ke kamarnya. Untuk meminta maaf atas kejadian barusan sekaligus untuk mengobati luka akibat ulah adik tirinya.

"Kenapa ia tidak tinggal disini—maksudku satu rumah dengan kau juga ayah ibunya?" Aku sedikit meringis saat kain berisi antiseptik itu menyentuh pusat lukaku. Terlebih lagi saat Cody sedikit menekannya.

"Sejak ibunya meninggal, kurasa Earth mengalami trauma emosional yang sangat mendalam. Sejak saat itu ia sering sekali menyendiri hingga tak mau bicara dengan siapapun, dan di hari selanjutnya ia bisa saja menghabisi salah satu temannya di sekolah. Dia bahkan pernah membuat salah satu temannya sekarat karena berkelahi dengannya. Sifatnya terus berubah-ubah sejak ibunya meninggal," Cody meletakkan alat P3K kembali pada tempatnya setelah selesai membalutkan perban di tanganku. Aku masih tidak mengerti dengan penjelasannya, "Jadi apa hubungannya dengan ia tinggal di paviliun itu dan tidak dengan keluargamu?"

"Beberapa tahun belakangan ini, aku dan Earth jadi sering berkelahi. Bahkan kini ia tidak pernah memandang siapa yang ada di hadapannya saat dia sudah dikuasai amarahnya. Ia sering membuat kacau dirumah ini, bahkan Mom sering menangis saat Earth mulai memukuli Dad. Itu sebabnya Dad memutuskan untuk memindahkannya ke paviliun itu, agar setidaknya disana ia tak merugikan siapapun lagi,"

Aku merasa ada yang salah dengan cara pikir Mr.William tentang langkah yang diambil dengan memindahkan Earth agar ia tidak tinggal bersama dengan putranya kandungnya sendiri,
"T-Tapi Cody—"

"Sudahlah, Cresen. Earth sudah biasa seperti itu, dan maaf soal tanganmu yang terluka gara-gara dia," Sebenarnya aku baru saja ingin memberikan saran untuk Cody tentang keadaan Earth. Namun ia malah memotong bicaraku. "B-Baiklah,"

"Lebih baik kau tidur di kamarku saja dulu, aku takut jika kau kembali ke kamarmu sekarang, Earth akan kembali menyakitimu dan membuat keadaan semakin kacau. Aku bisa tidur di sofa kalau kau mau," tawar Cody. Aku mengangguk pelan untuk meresponsnya. Ia hanya tersenyum lalu beralih mengambil sesuatu dari lemarinya. "Ini," Ia memberiku sebuah selimut bulu-bulu berwarna coklat yang begitu halus dan nyaman ditanganku.

"Trims," ucapku.

Aku bersiap untuk tidur begitupun dengan Cody yang sedang melakukan hal yang sama di sofa dekat tempat tidurnya. Mataku langsung terpejam saat Cody sedang membuka t-shirtnya kemudian berbaring di atas sofa. "Selamat malam, Cresen,"

"Selamat malam," ujarku.

Tubuhku sangat lelah, namun aku tidak bisa tidur. Pikiranku saat ini sepenuhnya terpusat pada Earth. Mungkin tadi aku merasa begitu takut saat melihatnya dikuasai amarahnya. Namun tidak ada sifat buruk seseorang jika bukan karena kejadian buruk di masa lalunya. Aku yakin Earth punya alasan sendiri mengapa ia membiarkan dirinya menjadi temperamental seperti itu. Lagipula kini aku sudah tahu kalau dia memiliki sifat buruk itu sejak ibu kandungnya meninggal.

...

Aku bergegas memakai sepasang sepatu kets-ku. Sesekali aku melirik jam tangan yang melingkar di lenganku dan memastikan aku tidak terlambat pergi ke kampus hari ini.

Seisi ruangan dipenuhi dengan suara televisi, Aster sedang asyik menyetel film kartun favoritnya. Hal yang sudah menjadi kebiasaan yang harus dilakukannya di pagi hari.

CresentiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang