Lima

91 22 2
                                    


Satu kilatan warna merah dari tangan Gideon menerjang tubuh Sigma. Beruntung kecepatan ular segera bangkit, Sigma hanya butuh sepersekon waktu untuk menghindari kematian.

"Anda tidak bisa menghalangi kami, Yang Mulia. Belva Diamond Moon bukanlah vampir yang bisa Anda klaim begitu saja."

Kening sang Putra Mahkota melipat, begitu pun sang Raja. Suasana mendadak sunyi.

"Saya perlu mengklarifikasi satu hal penting di sini. Izinkan saya bicara." Azura kembali angkat bicara yang langsung di setujui oleh Raja.

"Belva Diamond Moon adalah putri bungsu dari Yang Mulia Raja Victor Diamond Moon. Dia adalah Putri satu-satunya kerajaan Permata Bulan."

Bak disambar petir. Raja langsung bangkit dari singgasana menatap tidak percaya kepada putra sulungnya yang kini berdiri seperti orang linglung menatap Belva yang masih terbaring di lantai.

"Ini bukan lelucon yang pantas diterima." Salah seorang tertua bangkit ambil suara, diikuti para petinggi kerajaan lainnya.

"Kami tidak datang untuk memberikan lelucon, Tuan. Kami datang untuk membawa Putri Belva sebelum perwakilan kerajaan Permata Bulan sendiri yang datang. Dan itu .... "

"Tidak!" Gideon berteriak lantang. Seluruh tubuhnya bercahaya jingga kemerahan bersamaan dengan tubuh Belva yang memancarkan cahaya biru safir. "Aku tidak peduli siapa dia. Belva milikku! Di dalam darahnya mengalir darahku, dan di dalam dirinya ada diriku. Kalian tidak berhak atas dirinya kecuali aku. Hanya aku!"

Sigma dan Azura tahu ini akan sulit. Gideon bukan orang yang mudah dihadapi, belum lagi antek kerajaan yang pasti akan berdiri di garda depan untuk melindunginya sebagai calon penerus. Namun, jika mereka tidak berhasil membawa Belva kembali ke Permata Bulan, maka dapat dipastikan sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Anda begitu terobsesi dengan Putri Belva. Saya rasa itu tidak cukup baik untuk Anda dan klan Anda."

"Persetan! Bukan wilayahmu untuk menasihatiku."

"Gideon, kendalikan emosimu!"
Raja menyela dan kini posisinya sudah berdiri di sisi kiri Gideon. Di mana sang Ratu juga ikut bergabung menenangkan putra sulung mereka dari sisi kanan.

"Tenang, Anakku. Kita akan cari jalan keluar."

Berlahan emosi Gideon menyurut bersama senyum sang Ratu yang ibarat butiran hujan di tengah padang pasir.

"Baiklah. Aku izinkan kalian membawa Belva kembali ke Permata Bulan."

"Ayah!"

Emosi Gideon kembali naik, dia ingin berlari ke arah ayahnya yang sedang meminta Sigma untuk mengambil tubuh Belva, tetapi kekuatan para tertua termasuk ibunya menyegel langkahnya.

"Bawa dia kembali ke istana Victor. Sampaikan permintaan maafku padanya."

"Ayah, tidak. Ayah, jangan lakukan itu, aku mohon padamu ...." Gideon meronta seperti kesetanan.

"Baik, Yang Mulia. Saya akan salamkan kepada Paduka Raja Victor. Saya akan membawa Putri Belva pulang. Namun, sebelum itu ada sesuatu yang ingin saya sampaikan kepada Anda."

Raja kembali Fokus dan Pergerakan Gideon terhenti.

"Putri Belva datang ke wilayah Anda bukan untuk melakukan suatu niatan buruk, alasan dia datang untuk mengambil tanaman terlarang yang akan digunakan sebagai obat untuk Ratu Permata Bulan."

"Bukankah itu sama dengan mencuri?" Mata sang raja terpejam. Sikap gagah dan dominan begitu ketara meski harga dirinya sedikit tercoreng dengan kelakuan Putra Mahkotanya.

"Kami tidak ada pilihan lain, Yang Mulia. Sengketa kerajaan lah yang melatar belakangi tindakan kami."

Seolah paham, Raja mengangguk dan mengatakan sesuatu di luar dugaan semua makhluk di sana.

PARAMOUR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang