Awal Mula

338 62 154
                                    

Di-sini, saya hanya menggunakan, sudut-pandang Autor saja, ya!

Happy reading

***

Suasana malam saat ini, sungguh terasa begitu hening. Di salah satu rumah, yang letak-nya sedikit berjauhan dengan rumah-rumah yang ada, di-kawasan tersebut, yakni sebuah perkampungan yang tidak terlalu besar, dan berada tepat di pinggiran hutan yang cukup luas.

Sebuah rumah yang sekilas tampak sederhana itu, dihuni satu-keluarga, yang terdiri atas sepasang suami-istri, dan seorang anak-perempuan yang sudah beranjak remaja.

"Kamu itu kenapa sih Rum...? Seharian ini ibu perhatikan, seperti tak ada semangat gitu, kamu ada yang dirasa ya, coba katakan pada ibu nak!"
Riak khawatir jelas terlihat dari raut wajah seorang perempuan paruh baya yang sesaat menghampiri gadis remaja yang duduk termenung, bertopang-dagu sambil memandang lurus ke-luar jendela dikamar-nya yang sempit itu.

Ya benar! Gadis yang sedang duduk termenung itu adalah Arum, dan yang baru saja menghampirinya itu adalah ibu-nya yang sangat menyayangi Arum putri satu-satunya itu. Hening, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gadis remaja itu. Sampai pada akhirnya, sebuah sentuhan lembut dirasakan Arum mengusap pelan puncak kepalanya, sesaat gadis itu menoleh, menatap sendu perempuan dihadapanya.
"Maaf ya bu, sampai saat ini... Arum masih saja membebani ibu dan bapa.Sebagai anak, Arum merasa tak berguna sama sekali, Arum hanya bisa terus-terusan menyusahkan kalian,hiks... "

Akhirnya suara isakan gadis itupun, menyeruak begitu saja setelah beberapa saat lamanya gadis itu, berusaha untuk menahannya. "Ssttt..! jangan bicara seperti itu sayang, ibu dan bapa tidak merasa terbebani oleh kamu nak."
"Tapi Arum sedih... selama ini, ibu dan bapa sungguh bekerja keras tiap hari, kalian tak memperdulikan rasa letih ataupun kesakitan yang mendera tubuh kalian hanya untuk supaya Arum melanjutkan sekolah,
Sampai lulus,hiks..."

"Sudahlah nak... kamu jangan punya fikiran seperti itu, kamu itu anaknya ibu dan bapa yang paling baik..lagipula, ini kan sudah kewajiban ibu dan bapa sebagai orangtua kamu nak." Ucap lirih perempuan paruh baya itu sembari meraih Arum, dan membawa tubuh mungil itu kedalam dekapan hangatnya.

"Eh iya Rum! Sekarang kamu kan sudah lulus SMA, terus kam.." belum sempat ibu Arum menyelesaikan perkataanya, jelas terdengar oleh keduanya, suara kegaduhan yang berasal dari depan rumah. "Eh! Itu didepan ada apa ya bu? Kok ribut-ribut seperti itu sih!" "Ibu juga tidak tahu sayang, mari coba kita lihat" dengan sedikit tergesa-gesa, keduanya menghampiri tempat dimana keributan itu terjadi. Sesampainya dipintu depan
Ibu Arum tangannya terulur hendak meraih gagang pintu, 'brakkk!' Pintu itu tiba-tiba terbuka dengan kencang. "Astaghfi-rullahaladziiim!!!" Pekik Arum dan ibunya kaget bukan kepalang. Bukan hanya suara pintu yang membuat keduanya tiba-tiba terpekik kaget, tapi juga karena seseorang yang jatuh tersungkur dihadapanya. Setelah beberapa saat kemudian, barulah mereka menyadari bahwa yang baru saja jatuh tersungkur itu, adalah Hendri. "Bapaaa!!!" Teriak Arum dan ibunya bersahutan, keduanya berusaha membantu Hendri yang hendak kembali bangkit. "Bu! Ayo cepat bawa pergi Arum dari sini, ayo bu cepetan!" Ya, Hendri adalah ayah Arum juga suami Giska ibunya Arum. "Woy Hendriii!!! Cepat serahkan Arum pada saya! Kamu jangan main-main dengan saya!" Suara teriakan itu terdengar lantang seiring langkah kaki yang mulai mendekat ke arah dimana mereka bertiga berada.

Walaupun Hendri masih merasakan sakit disekujur badannya, ia paksakan untuk berjalan. Dengan langkah tertatih, Hendri menarik tangan Arum dan juga Giska, lalu dengan cepat membawanya kearah pintu belakang, "cepatlah kalian pergi dari sini! Sebelum Dito dan semua anak buahnya menyusul kesini!"
"Tat..tapi,bapa juga ikut kan?" Dengan raut wajah khawatir, Arum mengajak ayahnya turut serta pergi meninggalkan tempat itu. "Tidak sekarang nak, bapa mau coba mengalihkan perhatian Dito juga yang lainya supaya tetap disini tidak mengejar kamu juga ibumu nak. Jadi, kalian tak-usah khawatir pada bapa. Eh! Tapi tunggu dulu sebentar!" Dengan cepat Hendri kembali masuk kedalam rumah, tak lama kemudian, Hendri-pun keluar dngan tas kecil di tanganya. "Nah ini kamu bawa ya nak." Hendri memberikan tas kecil itu pada Arum.

Dengan masih terisak, Arum juga Giska ibunya, berbalik dari Hendri untuk melangkah pergi dari tempat tersebut. Baru saja beberapa langkah mereka berjalan, 'BUGH! ARRGH!!!' Serentak keduanya membalik badan dan mendapati Hendri yang sudah jatuh terkapar di tanah. "Bapa! Hiks... kenapa kalian menyakiti suami saya Hah! Apa salah kami pada kalian??? Hiks..." ucap Giska seraya matanya menatap tajam orang-orang yang telah menganiaya Hendri suaminya.

Sementara itu, Arum terus terisak di samping Giska, raut wajahnya menunjukan kehawatiran yang begitu besar pada Hendri Ayahnya. Dan ketika kakinya hendak melangkah, "tetap disitu atau ayahmu saya bunuh!" Ucap Dito sembari tanganya mengarahkan sebuah senjata api kearah kepala Hendri yang masih belum sadarkan diri. "Dan jika kalian ingin Hendri selamat, kamu Arum, harus bersedia ikut dengan saya malam ini juga. Bagaimana! Kalian setuju kan?" "Baiklah saya akan ikut dengan mu, asalkan kalian tidak akan lagi mengganggu kedua orang tua saya selamanya!"

***
Ke-esokan harinya, tampak seorang pria berperawakan kurus, ia berjalan menuju sebuah pintu bercat coklat sembari membawa nampan berisi penuh makanan dan juga segelas susu diatasnya. Lalu dengan sebelah tangan iapun perlahan-lahan membuka pintu tersebut. Nampaklah seorang gadis-remaja yang terduduk lesu di sisi tmpat tidur.

"Hei! Ayo cepat makan! Nanti siang bos mau kesini, dikiranya nanti, kamu tidak saya beri makan lagi!" Ucap pria itu sembari menaruh nampan yang ia bawa, di atas meja kecil di samping tempat tidur. Gadis itu hanya menatap pria itu sekilas, lalu sesaat kemudian kepalanya kembali tertunduk. Tak ada sepatahkata-pun yang keluar dari mulutnya. "Ya sudah, saya keluar dulu, cepat habiskan makanan-mu sebelum bos datang kesini." Lalu setelahnya pria itu beranjak pergi dari ruangan tersebut, meninggalkan gadis itu yang masih saja setia dalam diamnya.

Sepeninggalnya pria itu, sang gadis mulai berfikir, bagaimana caranya ia meloloskan diri dari tempat tersebut, sebelum orang yang dipanggil boss oleh pria yang mengantar makanan tadi itu datang kesini. Dipandanginya makanan yang berada diatas meja kecil itu, ia fikir tidak ada salahnya mengisi perutnya terlebih dahulu supaya nanti ia mempunyai cukup energi dalam usahanya meloloskan diri dari tempat tersebut, dan jika ini berhasil, maka ia akan terbebas dari pria gila yang sejak lama terobsessi untuk menjadikanya sebagai istri. Dan ia tak mau kalau hal itu sampai terjadi pastinya.

***
Sementara itu, Dito baru saja tiba di sebuah rumah yang cukup besar, lalu ia menghampiri seorang anak buahnya yang sedang berdiri disamping pintu-masuk rumah tersebut. "Bagaimana keadaan gadis itu sekarang?" Ucap Dito sembari menatap anak buahnya itu tajam, "baik boss, sekarang dia masih ada didalam kamar utama seperti yang bos perintahkan kemarin malam." Ucap anakbuahnya itu sembari badanya membungkuk penuh hormat. "Baiklah, kalau begitu saya akan menemuinya skarang!"

Kini Dito berjalan melewati anakbuahnya hendak membuka pintu untuk kemudian menemui gadis itu di kamarnya. Dan ketika ia barusaja membuka pintu tersebut, tiba-tiba saja ada yang keluar dan mendorong tubuh Dito hingga ia hilang keseimbangan dan akhirnya terjatuh menimpa anak buahnya yang sedari tadi mengikuti bosnya itu dari belakang.

"Hei tungguuu!!! Jangan lari kamu Arum!" Teriak Dito sembari bangkit dan tanpa berfikir panjang, ia langsung berlari mengejar Arum yang lebih dulu berlari menjauh dari tempat tersebut.

Benar, sudah sejak lama Dito memang menyukai Arum, lebih tepatnya sejak gadis itu menginjak kelas-1 SMA. Mulai saat itu Dito gencar mendekati Arum, sempat beberapa kali Dito menyatakan perasaanya kepada Arum dan meminta gadis itu untuk menjadi istrinya.

Namun semuanya tak sesuai dengan yang Dito harapkan. Gadis itu selalu saja menolak semua keinginan Dito. Hal itu membuat dia sakit hati, dan dia berjanji pada dirinya sendiri, akan mendapatkan Arum bagaimana-pun caranya termasuk menyakiti keluarga dan juga orang-orang yang disayanginya.

***
Dengan tekad yang bulat dalam hatinya untuk terbebas dari cengkraman Dito si pria gila itu, sekuat-tenaga Arum berlari menjauh dari Dito yang kini berusaha untuk mengejarnya. Sembari menggenggam erat tas kecil pemberian Hendri ayahnya, ia pun terus berlari hingga tak terasa jalan yang dilaluinya, kini mulai memasuki area perkebunan kayu jati yang berada dipinggiran hutan. Sejenak gadis itu menghentikan langkahnya, berusaha menormalkan kembali nafasnya yang tersenggal-senggal itu. Selang beberapa saat kemudian sayup-sayup terdengar suara orang berteriak-teriak memanggil namanya, iapun sudah bisa menebak siapa orang tersebut. "Pasti Dito" gumamnya dalam hati. Tak mau dirinya tertangkap lagi, gadis itupun kembali berlari secepat yang ia bisa.

***

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Green-Apple Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang