kemah

1 0 0
                                    

Hari itu sekolahku mengadakan acara tahunan untuk melatih mental dan fisik para siswa dan siswinya.
Acara itu biasa diadakan di sebuah pegunungan ataupun hutan yang letaknya lumayan jauh dari pemukiman warga.

Diperjalanan menuju kesana kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indah. Dengan pohon rimbun yang menghiasi disekelilingnya.

Udara disini semakin lama semakin dingin, namun kami tidak diperbolehkan memakai jaket. Hanya kaos seragam yang melekat dibadan kami.

Aku sempat menggerutu kesal, karena peraturan tersebut membuatku sukses tak bisa tidur malam itu. Aku lihat jam di hp ku menunjukan pukul 01.00 dini hari. Tak ada tanda-tanda ingin terlelap saat itu, karena memang suhu disini terasa sangat dingin. badanku menggigil kedinginan. Entah kenapa teman-temanku bisa terlelap begitu nyenyak tanpa terganggu oleh suhu ekstrim disini.

Srekkkk srekkk

Ada suara orang berjalan mengitari tendaku. Suara itu lalu berhenti tepat di belakang tempat aku berbaring, karena memang aku berbaring di bagian ujung dalam tenda. Namun aku tak memperdulikannya dan memilih untuk memejamkan kedua mataku mencoba untuk tidur.

Tiba-tiba sesuatu menyentuh punggungku, sontak aku membuka mata dan refleks menoleh ke arah belakang punggungku. Ada sesuatu yang bergerak gerak seperti ada yang menyentuh tendaku dari luar entah apa itu tidak jelas karena pencahayaan yang kurang.

Sesuatu yang menyentuh tendaku itu masih bergerak-gerak, aku mencoba berpikir mungkin itu orang iseng atau hewan liar. Tak lama sesuatu yang mengganggu itu hilang. Tak ada tanda-tanda orang pergi atau berjalan seperti tadi lagi. Hanya keheningan disertai nyanyian suara jangkrik.

Ada rasa takut yang menghantui pikiranku. Terngiang pertanyaan tentang, apa itu dan kenapa malah memainkan tendaku seperti orang tidak ada kerjaan saja.

Aku terus menggurutu di dalam hati sambil membaringkan tubuhku kembali, namun kali ini agak menjauhi dinding tenda karena takut ada yang menyentuh seperti tadi.

Pagi-paginya kami berolah raga dan melalukan perjalanan kepuncak gunung. Dingin yang terasa berganti menjadi peluh.

Malamnya kami mengadakan acara api unggun, berjalan di atas api, dan bernyanyi bersama. Semua terasa nyaman sampai akhirnya salah seorang temanku tiba-tiba menangis sambil memeluku. Dia menunjuk ke arah rerumputan rindang dekat sebuah pohon. Aku yang tak melihat apa-apa disana berusaha menenangkan temanku itu. Dan mengantarnya kembali ke dalam tenda untuk beristirahat. Saat aku ajak bicara temanku itu tak menjawab, suaranya seperti hilang. Mungkin dia masih shock.

Setelah mengantar temanku aku kembali bergabung dalam acara api unggun. Rasa penasaranku itu masih bergejolak. Aku melihat sekeliling namun nihil aku tak menemukan apapun disana hanya pohon, semak-semak dan kegelapan yang menyelimuti.

Acara api unggun selesai kami bergegas kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat. Saat bangkit dari tempat dudukku, ujung mataku menangkap sesuatu yang sebenernya tak ingin aku lihat. Ada seseorang disana berdiri di dekat sebuah pohon. Seorang kakek tua bungkuk dengan wajah dan badannya hitam sedang melotot ke arahku.
Saking bungkuknya tangan di kakek itu hampir menyentuh tanah.
Aku segera berlari menyusul teman-temanku menuju tenda.

Sesampainya di tenda kakiku terasa lemas, badanku gemetar ketakutan. Teman-temanku bertanya ada apa namun aku tak menceritakan apa yang aku lihat tadi, karena aku takut mereka akan ketakutan juga. Kini aku tau kenapa temanku tadi menangis ketakutan sampai-sampai dia tak bisa bicara. Dia melihat sosok kakek bungkuk itu, sosok yang aku lihat barusan sangat menyeramkan. Teman-temanku mencoba menenangkanku hingga aku terlelap.

Malam ketiga sekaligus terakhir kami berkemah disini, kami mengadakan acara jurit malam. Kami ditugaskan mencari bintang kertas yang menempel di dinding pohon di area hutan ini, tim tercepat yang mendapatkan bintang akan jadi pemenangnya.

Timku beranggotakan 6 orang harusnya 7 orang namun karena temanku yang melihat si kakek bungkuk itu suaranya belum kembali. Dia bisa bicara namun tak ada suara keluar dari mulutnya. Karena takut terjadi hal yang tidak-tidak dia tak diikut sertakan dalam acara jurit malam ini.

Satu persatu tim mulai berpencar, Setiap tim hanya dibekali 2 senter saja. Tidak seperti tim lain yang beranggotakan 4 wanita dan 3 orang laki-laki, timku beranggotaka 6 wanita. Kami sempat mengajukan protes kepada panitia namun tak ada hasil kami hanya kena marah.

Sudah satu jam kami memutari hutan mencari bintang kertas di setiap pohon,namun tak ada satu pun bintang yang kami temukan. Ditengah lelah dan keputusasaan, salah seorang temanku berteriak dan berkata dia menemukan bintangnya. Kami pun segera mengambil bintang tersebut.

Kami meneruskan perjalanan menuju pos utama karena kami telah menyelesaikan misinya. Namun kami rasanya hanya berputar-putar tak menemukan jalan pulang. Di arah kanan jalan kami terdapat jurang, kami harus ekstra hati-hati melaluinya.

Ditengah perjalanan kami melihat ada seorang laki-laki memakai pakaian serba putih tengah duduk di tepi jurang. Salah satu temanku memberanikan diri bertanya kepada laki-laki tersebut.

" pak maaf mau tanya ini jalan ke pos utama bukan pak?" ucap salah seorang temanku.

Laki-laki itu hanya duduk membelakangi kami tanpa berkata sepatah katapun. Heran tak mendapat jawaban apapun, tiba-tiba salah seorang temanku berkata setengah berbisik kepadaku.

"Ini orang apa bukan sih kok diem aja ya duduk di tepi jurang malem-malem lagi,ngapain coba"

Kami yang baru menyadari perkataannya itu tanpa pikir panjang berlari sekencang-kencangnya meninggalkan sosok itu. Dan tanpa kami sadari kami sudah berada dekat pos utama.

Sesampainya di pos utama kami tak melihat kelompok lain, sepertinya kami adalah kelompok pertama yang sampai.

Waktu menujukan pukul 2 dini hari semua kelompok telah kembali, ada yang mendapat bintang ada yang tidak. Tapi kami berhasil mendapatkan juara 1 kelompok tercepat.

Semua anggota kembali ke tenda masing-masing. Namun masih ada juga yang memilih bergadang sambil bermain gitar. Aku dan teman satu timku memilih untuk kembali ke tenda untuk beristirahat. Karena memang besok pagi kami sudah harus bersiap-siap untuk pulang

Suara di luar tenda masih ramai sekali mereka sepertinya menikmati kemah tahun ini. Namun keceriaan itu seketika berubah menjadi suara jeritan dan teriakan panik orang-orang.

Ada yang menangis, tertawa dan menjerit. Aku bergegas bangkit menuju keluar tenda. Suasana di luar kacau. Terjadi kesurupan masal disana. Aku yang tengah kebingungan harus bagaimana, kembali dikagetkan oleh suara jeritan di dalam tenda. Saat ku tengok, teman-teman di dalam tendaku itu juga kesurupan.
Kecuali temanku yang waktu itu melihat kakek bungkuk, itu dia yang masih tersadar. Dia yang tak suaranya belum kembali itu bangkit dan mengajakku berlari ke tenda panitia.
Untungnya kami aman di tenda panitia.

Setelah suasana tenang kami mengadakan pengajian bersama dan kami pun membereskan barang-barang lebih cepat dari jadwal.

Malam itu adalah malam terakhir yang menakutkan bagi kami, setelah ditelusuri konon katanya para penunggu disana merasa terganggu dengan suara bising gitar dan suara bising teman- temanku yang lain.

Bandung, 25 agustus 2019

Narasumber : penulis

Ini baru cerita pertama pengalaman dari author sendiri. Mohon maaf apabila ada banyak kesalahan kata2. Gomawo.

The NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang