BAB 2

2 2 0
                                    

ALPHA. Grup yang berisikan semua cowok kelas 12 MIPA 6 dengan lima anggota inti yaitu Damarlangit Ganendra yang seperti berperan sebagai ketua geng dan panglima perang, Adam Mahaprana si cowok cuek yang menjadi otak dari geng, Galen Rey Surendra yang merupakan ketua kelas 12 MIPA 6 dan merupakan tangan kanan Langit, Ravindra Matteo si cowok sombong yang berperan sebagai donatur tetap, dan terakhir Dylan Pradipa si pembangkit mood di geng. Kelima orang itu tidak hanya berperan penting di kelas tapi juga di sekolah. Makannya kelas 12 MIPA 6 sudah seperti pemimpin sekolah karena isinya yang barbar semua.

"Gue nggak kepo nih ya, Cuma heran aja kenapa lo nyari gara-gara sama si anak baru itu," ucap Galen membuka sesi rumpi ALPHA. Hanya ada mereka berlima karena cowok-cowok kelas memang biasanya berpencar sendiri-sendiri. Kelima cowok itu duduk di sebuah meja panjang di pojokan kantin sekolah dengan makanan dan minuman yang sudah mereka pesan. Kecuali Adam yang lagi dalam fase mogok makan karena tidak mood katanya. Emang susah kalau berhadapan dengan orang baru putus. Apalagi pacarannya setahun. Rekor tertinggi di antara ALPHA inti karena mereka tidak pernah bertahan selama itu.

Langit sambil mengaduk soto ayam pesanannya menatap Galen malas. "Yaelah, gue kan tadi udah bilang kalau dia ngeselin jadi gue tonjok!"

Galen menatap Langit bingung. "Ha? Kapan deh lo cerita?"

Dylan yang sedang melahap satenya menahan tawa. "Wah! Kayaknya salah server nih!" Ravin di sebelahnya ikut terkekeh.

Langit menatap Dylan sengit. Dia mengingat lagi kapan dia menceritakan hal itu ke Galen. Tapi nihil. Dia sendiri lupa kapan dan dimana. Tapi dia yakin dia sudah bercerita tentang alasannya. Adam yang dari tadi menyimak memutar bola matanya, Langit memang pelupa. Bahkan dia pernah salah ambil motor orang, gendeng emang. Ya tapi kalau urusan mencintai seseorang Langit sih nggak pernah lupa. "Palingan lo cerita ke si Nadine." Celetuk Adam membuat Langit terdiam sebentar karena dia baru tersadar.

"Wah! Bangsat emang! Masa lo udah cerita ke cewek itu daripada kita bre?" tanya Dylan tidak terima yang diamini Galen dan Ravin.

"Orang dia tanya masa gue kacangin." Ucap Langit membela diri.

"Tapi ya, Nadine tadi paling heboh anjir! Masa pas gue bilangin lo kelahi dia langsung lari kek apaan tau nggak. Terus dia juga kan yang paling heboh pas ngobatin lo." Cerocos Dylan.

"Perasaan lo udah bilang kalau udah nggak ngechat dia lagi deh," ucap Ravin sambil mengingat ucapan Langit ketika dia memutuskan mengejar cinta Aurora kembali dan tidak berhubungan dengan cewek-cewek lain. "Tadi Nadine juga yang nyuruh gue dan Adam beli betadine and friends."

"Sumpah, pas kalian ke lapangan basket tadi kan si Nadine ngobatin Langit, terus ada Aurora anjir! Langsung Nadine kayak bete gitu terus ilang gatau kemana sama temen-temennya." Sahut Galen menambahkan.

Langit hanya diam. Dia malas kalau sudah membahas hal seperti ini. "Ya terserah dia sih kalau khawatir ke gue. Justru kalian nih, katanya temen tapi gue Cuma dikasi tisu aja anjir!" Tatapannya menuju ke Ravin yang berdompet tebal tapi nggak ada inisiatif membelikan dia obat.

"Kan lo udah biasa tersakit, Lang." Canda Dylan membuat mereka tertawa ngakak melihat raut wajah Langit yang nelangsa. Emang Cuma sama mereka aja dia dibully. Kalau di luar dia yang bully padahal.

"Eh tapi lo serius mau deketin Aurora?" tanya Galen.

Langit mengangguk saja dan mencoba fokus memakan sotonya yang masih tersisa banyak karena daritadi diajak ngomong. "Bukannya dia udah pacaran sama Bang Putra ya?" Ucapan Ravin merujuk ke kakak kelas mereka dulu, Putra, kabarnya dia sekarang sekolah di Universitas Brawijaya.

"Emang."

"Lo mau jadi PHO?!" histeris Dylan.

"Lang, cewek itu banyak. Nadine noh, udah baper sama lo. Lebih cantik dari Aurora lagi! Dan yang jelas, jomblo!" Tambah Galen.

"Gue daritadi diem aja, tapi kalau lo mau deketin Aurora gue nggak setuju bro." Ucap Adam menatap Langit terkejut.

"Kalau gue jadi lo ya gue milih Nadine lah anjir! Putih, cantik, manis, pinter, baik! Yaampun kurang apalagi? Syukur-syukur dia suka sama modelan lo begini yang taunya baku hantam, tidur di kelas, deketin cewek-cewek tanpa ngasih kepastian, dan sekarang malah mau deketin mantan terindah lo yang udah punya pacar, like seriously?!" Dylan nyerocos heboh. Nggak tahu lagi dengan jalan pikir Langit yang kayaknya udah keisi sama Aurora aja. Dasar bucin!

Langit yang sudah menghabiskan sotonya mendengus. "Ya lo aja sana yang sama Nadine. Gue mah Cuma mau Aurora." Setelah perkataannya itu mereka terdiam, tidak suka Langit berurusan dengan cewek seperti Aurora lagi yang punya banyak muka.

Jadi Langit itu tipe cowok yang hanya suka deketin aja pacaran enggak. Mantannya hanya dua. Yang pertama sewaktu SMP kelas 9, sekarang doi udah pindah ke Jawa Tengah. Mantannya yang terakhir ya si Aurora. Anak IPA 1, dulu pas kelas 10 mereka cinlok dan pacaran selama lima bulanan. Langit udah bucin banget ke Aurora. Terus pas naik kelas mereka nggak sekelas. Dan Aurora tiba-tiba berubah dingin dan berakhir mereka putus. Dan beberapa minggu setelahnya dia jadian sama Putra, kakak kelas 12 waktu itu. Putra emang famous, tapi karena kepinterannya. Berbanding dengan Langit yang famous karena kelakuannya.

Sejak itu Langit nggak pernah macarin siapa-siapa. Dia Cuma deketin cewek-cewek dalam waktu bersamaan dan dijadiin pelampiasan aja. Korbannya termasuk Nadine Maheswari. Cewek terpinter dan baginya dulu paling bening di kelas. Modusnya pertama tanya pr, tapi berlanjut ajakan nonton dan makan. Tapi ya Cuma gitu aja, hanya sekitar tiga bulan deket tapi nggak ada status. Langit juga masih chat dan deketin cewek-cewek lain selain Nadine.

"Awas aja lo nyesel nanti." Ucap Adam. Dia emang paling kalem karena kecuekannya. Tapi dia masih nggak mau jika temennya ke jalur yang salah.

"Gue nggak bakal nyesel buat merjuangin orang yang gue sayang."

---

Aurora menatap Langit khawatir. Dia mendekat dan mengelus pipi cowok bertubuh tinggi itu. "Masih sakit?" tanyanya lembut yang diangguki Langit. "Kamu sih, pake acara nonjok si Ferdi. Salah apa sih dia?"

"Dia parkir di tengah jalan tapi sepedanya dikunci setir."

Aurora tidak habis pikir. Jadi, Ferdi si anak baru itu masuk ke kelas 12 IPA 1, teman-temannya yang tahu jika dia adalah si anak baru yang habis berantem sama Langit langsung mengerubungi Ferdi dan bertanya ini-itu yang tentunya tidak dijawab sepenuhnya oleh Ferdi yang baru saja masuk ke sekolah baru dengan orang-orang baru. Bisa saja nanti omongannya salah dan Langit tahu lalu melabraknya.

"Ya kan nggak harus nonjok dia, Lang."

Langit mengangguk saja. Dia sudah malas dinasehati hari ini. Beruntung kejadian itu terjadi di pagi hari jadi guru-guru tidak ada yang tahu. Cowok itu menaiki motornya dan menghidupkannya. Dia menatap ke Aurora yang masih bergeming. "Ayo, buruan." Katanya. Aurora terhenyak dia meringis.

"Kamu mau anterin aku ke mall nggak?"

Langit mengerutkan dahinya. "Kamu mau ngajak aku nonton nih?" tanyanya iseng sambil menahan senyum. Aurora jarang sekali mengajaknya duluan.

Aurora meringis kembali dan bergeleng pelan. "Aku mau ketemu seseorang."

Langit menatap Aurora minta penjelasan. Tapi Aurora tidak peduli dan naik di boncengannya. "Ayo, keburu orangnya nungguin." Dan Langit tidak bisa bertanya lebih dalam dan mulai melajukan motornya menuju tempat yang dimaksud Aurora.

Di perjalanan Aurora mencoba mengajak Langit ngobrol. Membahas banyak hal asal mereka tidak diam saja. Cewek itu memeluk Langit agar Langit bisa mendengar ucapannya. Dari bagaimana hari pertama sekolah sampai anak kecil yang mengamen. Langit hanya menanggapi sekenanya karena dia masih penasaran siapa yang ditemui Aurora sampai dia tidak berani menyebut nama. Bahkan saat mereka sudah sampai pun Aurora langsung turun dan berterima kasih kemudian masuk begitu saja meninggalkan Langit dengan beribu tanda tanya.

---

JANGAN LUPA YAA VOTE N KOMEN😽

insyaAllah update minim seminggu sekali, doain aja. kelas 12 lagi sibuk2nya sekolahh :(((

LANGIT (ALPHA SERIES #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang