Pesan Cinta tanpa Judul
Oleh: Lina Purwati&Dita Anggita
--Bunga matahari hanya layu setelah mekar sekali. Sedang kamu, orang pertama dan terakhir yang melabukan hati ini. Izinkan aku menikah sekali hanya denganmu—
16.30. Senin, 10 Juni 2019.
Tangan ramping Sabrina dengan cekatan meraih satu tangkai bunga matahari seukuran satu tangan manusia dewasa. Sabrina tersenyum puas menatap bunga matahari yang tampak mekar sempurna. Senyumnya tambah lebar kala melihat seorang lelaki yang duduk gelisah sambil sesekali tersenyum menatap ponsel.
Begitu ya, gugupnya lelaki saat ingin menyatakan perasaan. Pemikiran itu seketika membuat perasaan Sabrina menghangat. Masih jelas dalam ingatan Sabrina, lima belas menit yang lalu, lelaki yang kini duduk di ruang tunggu itu memesan bunga sambil bercerita akan melamar teman kuliahnya.
"Saya ingin dia jadi yang pertama dan terakhir dalam hidup saya," ucapan lelaki itu membuat solasi di tangan Sabrina terjatuh. Kalimat itu membuat Sabrina teringat Lintang. Sahabatnya semenjak putih abu-abu yang juga selalu berujar demikian kalau ditanya siapa pacarnya.
Sabrina menatap bunga matahari di tangannya. Tadi ia menawarkan bunga matahari dibanding mawar merah. Mengingat saat lelaki tadi menceritakan teman semasa kuliah yang begitu ceria dan hanya sekali saja lelaki di depannya ini ingin melabuhkan hati. Seperti bunga matahari yang hanya mekar sekali dan layu setelah itu. Begitu saran Sabrina yang kian membuatnya teringat pada Lintang.
Kepala Sabrina semakin terisi sosok Lintang saat menarik sebuah kotak berwarna emas berpita biru. Sebuah kotak pesan cinta yang ditulis Lintang untuk Anna. Sabrina membolak-balikan kertas-kertas itu. Seingat Sabrina, Lintang pernah menulis tentang pernikahan yang hanya sekali dengan Anna setelah mereka melihat bunga matahariyang ditanam Sabrina mekar dengan sempurna untuk pertama kali.
"Ketemu!" teriak Sabrina dengan nada senang.
Ia lalu mengambil kertas berbentuk hati dan menyalin pesan cinta itu untuk ditempel di plastik buket. Kalau Sabrina yang mendapat pesan cinta itu sudah pasti Sabrina akan luluh. Tapi sayangnya pesan cinta ini bukan untuk Sabrina. Lintang menulisnya untuk Anna dan kini Sabrina menulisnya untuk pelanggan. Sedikit iri juga karena Angga, pacar Sabrina, sangat jarang memberikan bunga untuknya.
"Kamu kan bisa pegang bunga tiap hari, aneh ah kalau aku kasih bunga juga," begitu kilah Angga yang membuat bibir Sabrina mengerucut. Tapi detik berikutnya, bibir Sabrina melengkung terbuka dengan sempurna berkat sebuah cokelat berpita yang diberikan Angga. Ah, memikirkan tingkah manis Angga membuat Sabrina rindu. Terselip sebuah harapan Angga akan melamarnya dengan cara yang romantis sebentar lagi. Mengingat usia Sabrina yang kini hampir meninggalkan angka dua puluh empat.
"Sudah jadi," ujar Sabrina dan membuat lelaki itu cukup tersentak kaget.
Lelaki itu berdiri dan menghampiri Sabrina dengan tangan menggaruk kepala bagian belakang. Sedikit kikuk, lelaki itu menerima uluran bunga matahari dari Sabrina.
"Terima kasih," ujar lelaki itu. Lelaki itu tersenyum membaca pesan yang dituliskan oleh Sabrina.
Bunga matahari hanya layu setelah mekar sekali. Sedang kamu, orang pertama dan terakhir yang melabukan hati ini. Izinkan aku menikah sekali hanya denganmu.
Dengan sigap, lelaki itu menaruh bunga matahari itu dan mengambil dompet dari saku celana. Sontak, Sabrina juga dengan sigap menaruh bunga itu ke dalam plastik.
"Seperti yang dibilang orang-orang. Pesannya manis. Doakan semoga saya diterima," ucap lelaki itu sambil menyerahkan uang.
Sabrina mengangguk. "Pasti. Ditunggu jawaban manisnya dan review-nya, ya."
YOU ARE READING
Pesan Cinta tanpa Judul [SEGERA TERBIT]
General FictionAamira Sabrina (24 tahun), lulusan biologi UGM, seorang wanita sederhana yang menghabiskan waktunya di toko bunga yang sedang berkembang pesat. Bermula dari sebuah pesan cinta yang selalu ia sematkan di setiap rangkaian bunga miliknya, sedikit demi...