3

5.3K 370 34
                                    

Disinilah kami sekarang, duduk terdiam dibangku taman.

Hening, tidak ada satupun yang membuka suara. Rasanya begitu kaku. Untuk apa kesini jika tidak ada yang ingin dibicarakan? Menyebalkan.

Baru saja Ulya ingin beranjak, namun sebuah suara menahannya.

"Kamu yakin dengan keputusan kamu itu? Menikah dengan saya?"

Ulya menatap jengah pria disampingnya ini. Jika ia tidak serius, ia tidak akan menyetujui perjodohan ini.

"Menurut kakak?" Jawab Ulya ketus.

Adnan beralih menatap Ulya. Hanya ada ekspresi tidak suka disana. Apa pertanyaannya menyinggung perasaan sang gadis?

"Saya hanya merasa tidak percaya saja dengan keputusan kamu. Kamu masih sekolah, masih banyak keinginan yang belum kamu capai, dan tentunya masih ingin bebas menikmati masa mudamu. Bukan akhirnya terperangkap dalam ikatan pernikahan seperti ini. Dan terjebak selamanya bersama pria lumpuh seperti saya" jawabnya tenang.

Ulya menatap tak percaya dengan pria yang menjadi calon suaminya kini.

'Apa dia meragukanku?'

Ulya akui, ia memang masih kekanakan, tapi ia tidak labil. Apalagi dalam mengambil keputusan sebesar ini. Ia sama sekali tidak memandang fisik siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak.

"Kakak benar, masih banyak keinginan dan impian Ulya yang belum tercapai. Tapi bukan berarti jika setelah menikah Ulya tidak bisa mengejar mimpi Ulya kan?"

Adnan hanya diam mendengar jawaban Ulya. Ia membenarkan ucapan Ulya, ia tidak akan melarang jika Ulya ingin melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Ia malah akan sangat mendukung itu.

"Dan asal kakak tau. Impian utama Ulya itu menjadi Istri dan Ibu yang baik untuk suami dan anak-anak Ulya kelak.." lanjutnya.

Adnan menatap tak percaya akan ucapan gadis disampingnya ini. Terbesit rasa bahagia dan takjub dihatinya. Bagaimana bisa seorang gadis kecil memiliki pemikiran seperti itu? Bahkan ia belum lulus SMA.

'Bolehkah aku berharap jika gadis ini berbeda?'

Adnan berharap ia dapat menggantungkan hidupnya kelak bersama gadis yang menjadi calon istrinya kini. Menjatuhkan pilihan serta hatinya hanya untuk gadis kecilnya. Gadisnya? Ah rasanya ia ingin tertawa.

"Kamu tau kan jika saya hanya akan menikah sekali seumur hidup, dan saya tidak ingin jika saya atau kamu salah dalam mengambil keputusan. Jika kita menikah nanti, tidak akan ada kata berpisah. Saya tidak akan pernah melepaskan mu."

"Kakak kira Ulya mau menikah lebih dari sekali? Enak saja. Ulya juga hanya dan akan menikah sekali seumur hidup. Ulya juga ingin seperti bunda dan ayah. Ulya ingin memiliki keluarga dan anak-anak yang inshaAllah sholeh dan sholeha nantinya"

Adnan menaikkan alisnya sambil tersenyum jahil. Ah, rasanya menyenangkan melihat si kecil kesal. Bagaimana jika ia coba saja.

"Anak-anak? Wahh kebetulan sekali, saya inginnya sih 11 anak. Pas untuk main sepak bola. Kalau kamu gimana?"

Ulya menatap horor pada Adnan. Bagaimana bisa ia bicara segampang itu? Apa dia tidak memikirkan nasib Ulya yang harus melahirkan 11 anak untuknya?.

"Kakak kira hamil dan melahirkan itu gampang? Kenapa bukan kakak aja yang hamil!" Kata Ulya sambil mengerucutkan bibirnya.

Adnan tertawa melihat wajah kesal Ulya. Ia sudah menduga jika Ulya akan kesal seperti ini. Ia terlihat lucu dan menggemaskan secara bersamaan.

Ulya hanya terdiam melihat ekspresi tawa Adnan. Ia tak menyangkan pria itu bisa tertawa. Dimatanya kini hanya ada Adnan yang semakin tampan dengan senyuman dan tawanya. Tanpa sadar ia juga ikut tersenyum.

'Ah, manis sekali.'

"Kamu kenapa? Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Adnan yang tiba-tiba mengibaskan tangannya dihadapan Ulya.

"Enggak ah, siapa yang lagi senyum. Saya lagi marah sama kakak" elaknya.

"Saya tau jika saya itu tampan, jadi jangan sungkan untuk mengatakannya" ucap Adnan dengan PD nya. Membuat Ulya membuat ekspresi seakan ingin muntah.

"Saya baru tau ternyata kak Adnan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi."

Sekali lagi, Adnan tertawa mendengar ucapan Ulya. Ah senangnya bisa menjahili gadis ini.

"Saya dengar minggu depan kamu sudah ujian nasional" kata Adnan mengalihkan pembicaraan.

"Iya benar.."

"Sudah mulai belajar?"

"Udah kak, tinggal persiapan aja"

Adnan mengangguk mengerti.

"Semangat ya..." Adnan mengusap kepala Ulya lembut. Menatap sang gadis dengan senyuman manisnya. Membuat sang gadis tertegun.

'Ya tuhan, jantungku...'






Tbc.

Jangan lupa vote nya ya guys😉

Janga lupa juga kasih saran dan masukan buat saya..

Semoga kalian suka dengan ceritanya...

See you next part😙

Follow Twitter aku ya : Die888_

Because (not) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang