PROLOG
Mengapa dunia harus ada sekat antar kaum?
Mengapa dunia harus ada perbedaan?
Warna kulit, suku, agama, ras?
Mengapa dunia harus membentuk koloni yang berbeda?
Mengapa dunia harus membuat persekutuan yang tidak seimbang?
Kuat dengan kuat, dan lemah saling bersatu untuk menjatuhkan yang kuat.
Atau justru kuat semakin pongah dan berdiri untuk menundukkan lemah?
Mengapa dunia harus dibentuk seperti ini?
Untuk apa kita diciptakan jika kemudian kita saling memusnahkan?
PERANG IMMOSENCE MELAWAN PENYIHIR HITAM
Telinga Ashlyn Tan berdenging saat dirinya merasakan benda tumpul menghantam belakang kepalanya, ia jatuh berlutut seraya merasakan aliran darah segar merembes kepalanya untuk kemudian mengalir dengan deras di lehernya, menelusup lewat rambut panjangnya yang terikat kendur. Napasnya selama sedetik seolah berhenti hingga tubuhnya secara reflek mendongak untuk meraup sebagian oksigen dengan rakus, menghantarkan rasa terbakar di dadanya.
Ia mendongak menatap langit kelabu dengan bulan purnama merah, pertanda kegelapan semakin menguasai dunia ini. Napasnya terengah mencoba bangkit, tetapi untuk kemudian ia ambruk lagi saat telinganya semakin berdenging kencang dan kepalanya seolah ingin pecah, hingga tubuhnya meronta ingin tercabik. Bisikan-bisikan di telinganya bagai mantra kekal yang tidak akan pernah bisa dihilangkan. Hal tersebut merupakan sebuah kutukan.
Ashlyn menjerit tertahan. Semakin bisikan tersebut terdengar di telinganya, semakin rasa sakit itu ia rasakan. Tubuhnya seolah dikomando oleh sesuatu yang tidak kasat mata. Ia berusaha membuka matanya, mengontrol napasnya agar teratur. Dalam pandangan buram ia melihat nyawa bergelimpangan dengan darah dan bagian tubuh yang berceceran di mana-mana, ia melihat sendiri saat seorang vampire mengambil paksa jantung penyihir hitam dari tempatnya dengan sebelah tangannya sendiri.
Seketika dalam diri Ashlyn marah dan memberontak liar, ada dorongan untuk menghabisi seluruh makhluk yang menyakiti kaumnya. Ia menggeram, bisikan mantra di telinganya seolah menenggelamkan jiwanya, menimbulkan kegelapan dari dalam bawah sadarnya.
"Lawan, Ash. Lawan semuanya! Kau bukan penyihir hitam, kau sama seperti kami! Kau sama seperti ibumu!" ucapan Lilian Tan berada di sebelahnya, Lilian Tan, kakak sepupunya.
Ashlyn melirik Lilian yang berdiri dengan siaga di sisinya, entah sejak kapan. Ia menyadari bahwa di sekeliling tubuhnya terdapat selubung perisai berwarna hijau lumut yang transparan, melindungi Ashlyn dari serangan makhluk brutal. Ia menarik napasnya kuat dan mengembuskannya dengan kencang, melawan semua bisikan mantra di telinganya, dan melawan rasa sakit yang melanda tubuhnya.
Saat ia berdiri, Margareth Tan—ibunya, sudah berdiri di sisinya, melindunginya hingga ia siap untuk bertempur. Lilian dan Margareth berkonsentrasi merapal mantra, menghalau serangan penyihir hitam di sekitarnya.
Namun Ashlyn tidak mampu lagi, ia goyah saat bisikan laknat tersebut semakin menjadi di telinganya. Kali ini ia berlutut seraya memegang telinganya, bahkan geraman liar lolos dari tubuhnya. "Seymora," desis Ashlyn.
Seketika tubuh Lilian dan Margareth terhempas jauh dengan sangat kencang. Bahkan dari kejauhan Lilian dan Margareth terbatuk dengan darah kental yang keluar dari tubuhnya. Hal tersebut menyita perhatian makhluk sekutu Immosence ke arahnya dan mengira bahwa Ashlyn adalah sekutu penyihir hitam. Beberapa makhluk vampire dan werewolf menerjang ke arahnya, membuat matanya membelalak, menyadari bahwa ini adalah akhir dari dirinya.
"JANGAN! Dia Putriku!" Margareth berlari dengan terseok, merapal mantra yang seolah tidak mungkin karena energinya sudah habis. Alhasil saat jarak sudah semakin dekat dan tenaga yang sudah tidak ia miliki lagi, ia melemparkan dirinya ke arah Ashlyn, seraya mengucapkan, "Seymora." Membuat tubuh Ashlyn terlempar jauh, sementara tubuhnya mendarat di tempat tubuh Ashlyn sebelumnya berada, bersamaan dengan terjangan werewolf dan vampire yang secara cepat merenggut jantung dari tubuhnya. Menyisakan gelepar tubuh yang direnggut jiwanya.
Jiwa Ashlyn tercerabut kosong saat melihat jantung ibunya berada di tangan vampire sementara ibunya sudah tidak bernyawa di bawah kaki sang vampire. Dengungan di telinganya semakin menjadi, membuatnya tak bisa beranjak dari tempatnya saat ini berada. Ia terdiam, membiarkan dengungan mantra tersebut mengambil alih kesadarannya, mengeluarkan jiwa hitamnya ke permukaan. Asap hitam keluar dari pori-pori tubunya, jiwa hitam tersebut bangkit dari bawah kesadarannya, semakin menggelegak paksa, merenggut jiwa dan kesadarannya.
Beberapa makhluk mendekatinya, tetapi sia-sia, karena dari jarak radius setengah meter, tidak akan ada yang mampu mendekati Ashlyn. Makhluk tersebut otomatis akan terlempar bagai mantra seymora yang tak terucap. Menyisakan luka dalam tubuh yang sulit diobati.
Teriakan Lilian tidak ia dengarkan, ia hanya menatap ibunya dengan mata hampa. Tanpa sadar bibirnya mengucap mantra, entah mantra apa yang ia ucapkan, tetapi alam bawah sadar Ashlyn mengetahui, bahwa mantra tersebut adalah mantra kematian.
"Ashlyn!" itu bukan suara Lilian. Suara pria. Satu sosok yang tersimpan rapat di hati Ashlyn. Dan dalam hati, Ashlyn berharap suara itu nyata. Tetapi naasnya, suara tersebut hanya ilusi dari dalam pikiran Ashlyn.
Dalam diam Ashlyn tersenyum, begitu pedih. Kemudian membuat jiwanya direnggut kegelapan hatinya.
Asap hitam tersebut semakin pekat di sekeliling Ashlyn, untuk kemudian melayang bagai sulur-sulur di sekitarnya. Setiap makhluk yang tersentuh oleh sulur tersebut mendadak terjatuh dan mengejang, untuk kemudian mati begitu saja. Sulur tersebut semakin memanjang, semakin kuat dan menghantarkan hawa kematian yang membuat semua makhluk mundur teratur.
"AAARRGHH!!" Ashlyn berteriak kencang. Ia bisa merasakan dalam hatinya membentuk gumpalan hitam yang semakin lama semakin menumpuk. Hingga dalam hati Ashlyn menghitung sampai dengan angka sepuluh untuk meledakkan gumpalan hitam tersebut. Namun, saat angka hitungan berada di angka delapan, suara petir menggelegar di atas langit kelabu, untuk kemudian menghujam seluruh penyihir hitam tanpa terkecuali, termasuk Ashlyn.
Dalam sisa kesadarannya, Ashlyn menatap bulan purnama merah yang secara perlahan memudar, ia tersenyum dan air matanya menetes haru. Ia berbisik, "Terpujilah, Bangsa Amethyst." Untuk kemudian memejamkan matanya, meninggalkan semuanya. Berharap ia bisa menyusul ibunya, bersama untuk selamanya.
"Kau tahu mengapa dunia diciptakan berbeda?" tanya Margareth kepada Ashlyn kecil.
Ashlyn menggeleng, menatap ibunya ingin tahu.
"Agar kita dapat bersatu di dalam perbedaan," jawab ibunya.
"Tetapi dunia tidak akan pernah bersatu, Mama."
"Perbedaan dapat disatukan, Ash, jika kau mau. Adakalanya penyatuan antar dua jenis yang berbeda menghasilkan harta yang sangat berharga."
"Contohnya?"
"Contohnya adalah kau. Kau adalah harta dari penyatuan dua makhluk yang berbeda. Aku dan ayahmu," Margareth sejenak tersenyum sendu. "Dan kami mendapatkan harta yang indah berupa dirimu."
"Ayah?"
Margareth mengangguk.
"Ceritakan aku tentang ayahku, Mama."
Margareth tersenyum lembut, matanya menerawang jauh seolah mengingat kenangan lama yang sengaja ia simpan dengan hati-hati di memori kepalanya. "Tidurlah, Ash, suatu hari nanti aku akan menceritakan tentang ayahmu. Yang perlu kau tahu, dia adalah pria yang hebat. Sama seperti dirimu, gadis yang hebat."
"Mama, apakah kau mencintai Ayah?"
Margareth lagi-lagi tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Tentu."
[][][]
Cipayung, 27 Agustus 2019.
YOU ARE READING
OUT OF THE DARKNESS
FantasyIMMOSENCE SERIES #4 Hidup Ashlyn Tan biasa-biasa saja sebelum bertemu dengan pria yang ia kenal sebagai Tuan Bunga Bangkai. Pria itu selalu muncul tiba-tiba dan mengatakan bahwa Ashlyn Tan adalah pasangan hidup pria itu. Bukan hanya itu, pria itu ju...