1.

32 2 0
                                    

Gadis itu tak seperti gadis pada umumnya. Ia sangat mencintai buku. Juga mencintai kejahilan. Apapun yang bisa ia lakukan untuk membuatnya senang, akan ia lakukan.

Saat ini ia sedang berjalan melewati koridor sekolah. Koridor nampak lenggang. Kelas-kelas tertutup rapat. Seluruh murid sedang belajar dan tak dapat di ganggu gugat.

Satu tujuan gadis itu. Toilet. Tempatnya untuk berwisata. Mencari ketenangan dalam sebuah kesunyian.

Saat melewati kelas terujung ia menengok ke arah jendela yang terbuka. Lebih tepatnya mengintip. Tak ada guru. Mungkin gurunya sedang izin ke toilet atau apalah. Tapi kelas itu begitu tenang, diam dan damai.

Karena jiwa kejahilannya meraung-raung, ia memutuskan untuk mencari tutup botol di tempat sampah depan kelas dan mengetek tutup botol itu menuju mangsanya. ALI. orang paling bandel di sekolah. Baginya, aturan bukan untuk di patuhi, tetapi di khianati.

"Woi..." teriakan Ali begitu heboh hingga mengagetkan teman-teman sekelasnya yang sedang diam dan termenung.

"Siapa yang lempar gue tutup botol." Emosinya sambil mengacungkan tutup botol itu tinggi-tinggi.

"Mana kita tau." Sahut Heri.

"Hantu kali." Sahut Banu, ketua kelas.

"Jin tomang."

"Jin iprit."

"Jini oh jini."

Sedangkan gadis di luar kelas tengah asik tertawa geli melihat reaksi Ali. Menjahili Ali adalah hal yang terindah baginya. Karena mereka adalah musuh bebuyutan sejak Sekolah Dasar. Bahkan TK sekalipun. Bahkan sejak balita sekalipun. Mereka selalu berkelahi.

Prokk prokk prokk prokk

"Ngapain kamu disini, Lila?" Suara mencekam itu datang dari Kepala Sekolah yang sedang patroli pagi.

Pasalnya ini masih jam pelajaran pertama. Untuk apa gadis itu sudah berkeliaran.

"Selamat pagi Bapak Kepala Sekolah tercinta." Ujarnya memberi hormat sembari tersenyum cerah. Secerah pagi ini.

Kepala sekolah belum sempat menjawabnya, wajah Lila sudah berubah menjadi masam, "Pak saya kebelet, pak. Saya permisi dulu pak. Assalamualaikum" ia menyalimi Kepala sekolah itu kemudian berlari menuju toilet yang sebenarnya.

Pak Riyadi hafal mati dengan Lila. Gadis yang suka menjahili temannya. Dimanapun dan kapanpun. Tak ada kapoknya gadis itu. Walau sudah dihukum berkali-kali. Tetap saja. Ia akan mengulangnya kembali.

Pintu kelas terbuka dan persis di depan wajah Pak Riyadi, wajah Ali muncul dengan emosinya sambil membawa bekas lemparan tutup botol itu.

"Siap-, eh Bapak." Cengirnya salah tingkah. Awalnya ia ingin memaki orang yang mungkin ada di depan kelasnya. Tetapi semua itu ia batalkan ketika melihat wajah Pak Riyadi sedekat itu.

"Ngapain kamu? Mau marah sama saya?" Tanya Pak Riyadi tegas.

"Engga Pak. Saya cuman mau mantau ini koridor. Kayanya tadi saya denger suara-suara gaib." Halunya sambil celingak-celinguk.

"Alasan kamu." Ujar Pak Riyadi, "itu baju kamu kenapa keluar? Itu juga kenapa kamu pakai sepatu putih? Siapa yang suruh kamu ALIIII." geram sudah Pak Riyadi melihat kelakuan Ali selama ini. Membuatnya ingin semakin menua.

Sebelum singa mengamuk, Ali segera menutup pintu kelas dan kembali duduk rapih di kursinya.

"Punya murid. Ga ada yang beres." Heran Pak Riyadi.

***

"Masya Allah. Ini enak banget mie ayam ini." Dengan santainya gadis itu datang menuju kantin sekolah dan menyantap mie ayam yang tergeletak manjah di atas meja kosong. Mie ayam itu nampak baru. Mungkin ada yang memesannya dan orangnya sedang membeli minum.

"Astagfirullah. Ngapain lo disini belalang jelek." Jengkel Ali yang baru datang membawa segelas teh hangat.

Manusia siapa yang tidak jengkel. Ketika sudah memesan makanan dan cape-cape ngantri. Belum ditinggal 5 menit makanan itu tinggal seperempat.

"Ini enak beneran, Li. Gue seneng banget kalo tiap hari makan ginian. Tiap hari giniin gue ya, Li. Gue jadiin cowo gue dah lo." Dengan tetap menyantap mie ayamnya, ia menyeloteh panjang lebar. Tak sadar wajah Ali yang duduk di depannya dengan kasar sudah berubah masam.

"Makasih, Li. Lo emang sokab gue paling debes. Lopyu pul." Setelahnya ia meminum teh hangat Ali sampai habis, lalu tak lupa mencubit pipi ali dan pergi dari situ tanpa basa-basi.

"Tunggu pembalasan gue, Lilaaaaa..." teriakan Ali yang dijawab kedikan bahu oleh Lila.

***

Senja mulai menampakkan wajahnya. Sore ini begitu terang. Oleh terangnya senja yang bersinar di sebelah barat.

Gadis itu masih duduk di bangku belakang rumahnya. RUMAHNYA. Ia di belikan rumah oleh ayahnya dan tinggal bersama nenek tercintanya.

Ia memanggil nenek nya dengan sebutan 'Mama'. Mama Lila masih cukup kuat untuk melakukan aktivitas. Di rumahnya ada seorang pembantu. Dan tentunya semua biaya di tanggung oleh ayah dan ibunya.

Lila memiliki 2 kakak laki-laki. Yang pertama kuliah di luar negeri. Dan yang kedua masih duduk di bangku kelas 12. Bersekolah di luar kota pula.

Mereka bersaudara berpisah daerah. Katanya agar bisa mandiri.

"Woi..." teriakan itu lagi, "ngapain lo ngelamun. Kesambet setan mampus lo." Dengan santainya Ali masuk membuka pagar belakang dan duduk di samping Lila.

"Ngebosenin lo. Gitu gitu bae." Ujar Lila. Ia tak suka hal yang membosankan, maka dari itu, ia suka menjahili orang lain.

"Cerita ngapa ke gue." Ujar Ali sembari menatap langit sore.

"Gak. malas. Lo ember." Cuek Lila.

"Jangan cuek-cuek gitu beb. Nanti gue putusin lo." Goda Ali menaik turunkan alisnya.

"Muka lo cupu. Jelek. Coba lepas itu kacamata." Jawab Lila.

"Jangan ah. Nanti gue makin cakep. Terus gue di incer cewe-cewe alay di sekolah. Terus lo cemburu. Kan gue ga tega sama lo."

"Ga penting amat rebutin lo." Ujar Lila.

Mereka terdiam menatap langit sore disertai burung burung yang berterbangan.

"Gue mau lanjutin kuliah ke luar kota, Li." Sedih Lila.

"Kita masih kelas 11, La. Mikir lo kejauhan." Jawab Ali.

"Gue serius, Ali gila." Muyak Lila.

"Yaudah gue ikut. Jagain lo."

Dan di bawah hamparan langit jingga, mereka termenung. Entah apa yang akan mereka lakukan. Intinya mereka hanya termenung.

***

Saya harap kalian suka. Hargai sebuah karya. Vote dan comment janga lupa. Kritik dan saran sangat saya terima. I wuff u semua.

alilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang