2.

23 2 0
                                    

Belakangan ini. Tugas membuat Lila harus dan wajib berhenti untuk menjahili orang-orang.

Tetapi di lain sisi, Ali yang memang memiliki jiwa jahil selalu datang.

Saat Lila sedang asik bergelut dengan tugasnya, Ali tiba-tiba saja menarik ujung rambut perempuan itu. Ia marah, pasalnya soal yang jumlahnya tak sedikit itu jadi tercoret akibat Ali.

Lila berbalik, menatap geram Ali yang cengengesan seperti orang tak punya dosa. Ia berdiri dan mengacak pinggang. Jika bisa, api dan tanduk akan muncul di kepalanya.

"ALIIII....." ia langsung menarik Ali yang mencoba melarikan diri. Dibawanya lelaki itu duduk di kursi taman dan mengerjakan ulang soal-soal yang telah Lila tulis.

"Engga pakai nanti-nanti." Ia mengambil pulpen dan beberapa lembar kertas folio dan menaruhnya di depan Ali.

"La, janganlah kau tega dengan diriku ini. Diriku hanyalah manusia biasa. Ku mohon. Jangan hukum aku." Ucapnya seraya bersedih yang sangat kentara dibuat-buat.

"Gausah lebay. Laki harus berani tanggung jawab. Jangan lemah. Gue datang, harus selesai pokoknya. Titik." Ujarnya kemudian berlalu menuju dapur.

Lila memang belum makan seharian, ia sangat lapar. Karena tugas menumpuk itu ia sampai-sampai lupa makan.

Begitulah Lila. Ia selalu saja lupa waktu jika sudah mengerjakan sesuatu.

Sedang asik makan, dering handphonenya berbunyi. Sesegera mungkin ia meraihnya.

"Assalamualaikum, Lila?" Sapa orang di ujung sambungan.

"Waalaikum salam, Bunda. Ada apa?" Tanya Lila. Jarang sekali Bundanya itu menghubunginya di jam-jam seperti ini.

"Bunda pulang malam ini. Ada yang harus Ayah dan Bunda bicarakan sama kamu. Kakak-kakak kamu juga akan pulang malam ini. Kebetulan besok weekend." Jawabnya.

"Baik Bunda. Lila tunggu di rumah." Setelah mematikan sambungannya, ia tersenyum getir. Selalu saja seperti itu. Orangtuanya akan menghubunginya jika ada yang ingin dibicarakan.

Kembali saat ia masih duduk di bangku kelas sepuluh semester akhir. Disitu orangtuanya dan kakak-kakaknya memberi kabar bahwa mereka akan pulang. Pulang ke rumah Lila.

Karena mendengar kabar bahwa keluarganya akan berkumpul kembali, akhirnya Lila senang. Mereka bisa berlibur bersama, pikirnya. Tetapi itu hanyalah khayalannya. Sesampai keluarganya di rumah Lila. Harapannya pupus.

Keluarganya meminta Lila untuk menjadi yang terbaik dalam pelajaran. Entah apa tujuan mereka, ia tak tahu.

Hanya itu, kemudian sedikit perbincangan keluarga. Tidak ada liburan.

***

Ia sudah menunggu kedatangan keluarganya. Ia sudah duduk manis di ruang keluarga. Menonton televisi sembari memakan cemilannya.

Tak lama bel berbunyi dan terlihat Ayah, Bunda dan kakak-kakak Lila masuk secara bersamaan. Yang kemudian barangnya dibawakan oleh 'mba' di rumah itu

Lila menyambutnya dengan hangat dan ceria.

"Ayah, Bunda, kakakkkkk...." ujarnya berlari memeluk mereka semua.

"Duh anak Ayah sudah besar. Gimana kabarnya?" Tanya Rahman, Ayah Lila.

"Lila baik, Yah. Lila seneng kalian datang." Senyumnya selebar mungkin.

Mereka berjalan menuju ruang keluarga, tidak usah ditanya kemana Ibra dan Reza.

Ibra, kakak pertama Lila. Yang bersekolah di luar negeri. Dan entah mengapa ia bisa kembali ke Indonesia hanya untuk weekend.

Reza, kakak kedua Lila. Yang super duper cerewetnya. Reza menjadi tempat curhat Lila. Selalu.

"Ayah, Bunda sama kakak ga mau makan dulu?" Tanya Lila.

"Gausah sayang, tadi Ayah sama Bunda sudah makan di luar. Tapi gatau kalau kakak-kakak kamu." Ujar Linda.

"Aku mau makan dulu lah. Lapar ga ada makan seharian. Kasihan, anak terlantar aku ini." Wajahnya di buat-buat. Siapa lagi kalau bukan Reza.

"Aku juga mau makan. Lagi kenyang jadi makan aja deh." Ujar Ibra yang semakin ambigu.

"Punya anak ga ada yang beres." Ucap Linda geleng-geleng kepala.

"Gimana sekolah kamu, Lila." Tanya Rahman.

"Baik-baik aja, Yah. Lila masih suka ngejahilin Ali." Ia tertawa setelahnya.

"Anak bunda selalu saja." Linda tersenyum karenanya.

Linda dan Rahman saling menatap. Seperti kode yang tak bisa Lila pecahkan.

"Kenapa Yah, Bunda?" Tanya Lila bingung.

"Lila janji ya jangan marah sama Ayah sama Bunda." Ujar Linda lembut.

"Iya Bunda, Lila janji." Jawabnya tersenyum manis.

"Lila. Kamu anak Bunda sayang. Anak kesayangan Bunda. Bunda akan sayang sama kamu selamanya. Sampai kapanpun itu. Kamu harus tau satu hal, sayang. Kamu sudah besar. Bunda ga bisa tutupin ini terus," ada jeda di kalimat itu, Linda menarik nafasnya, "Ayah Rahman bukan Ayah kamu, sayang. Maafin Bunda, selama ini Bunda bohongin kamu. Belasan tahun ini bunda bohongin kamu, sayang." Linda sudah tersedu karenanya.

Jangan tanyakan bagaimana raut wajah Lila saat ini. Wajahnya datar. Tak ada ekspresi. Seperti orang mati. Semuanya sulit di percaya. Cobaan apalagi ini, batin Lila.

"Maafin Ayah, Lila. Ayah sayang sama kamu. Tapi maaf sayang, Ayah sama Bunda harus ngomong ini sama kamu." Ujar Rahman sembari menenangkan Linda yang sudah sesegukan.

"Terus, Bunda juga bukan bunda Lila?" Tanyanya. Masih dalam keadaan tanpa ekspresi. Datar sedatar-datarnya.

"Bunda Linda ini Bunda kamu sayang. Waktu itu, ada sebuah masalah besar dalam keluarga kita. Dan Bunda 'melakukannya' dengan lelaki lain karena sangat kecewa sama Ayah." Rahman tak tega menyampaikannya. Tapi inilah kenyataan. Yang harus di sampaikan.

"Bunda mohon sayang, setelah lulus SMA kamu tolong cari kakak kandung kamu. Dia ada di kota sebelah. Kakak kamu seumuran dengan Reza. Bunda mohon, tolong temui dia. Cari Ayah kamu. Karena bagaimanapun mereka adalah Ayah dan Kakak kandung kamu, sayang." Linda semakin sesegukan. Semua ini salahnya. Salahnya yang termakan kesalahpahaman.

"Lila permisi, Ayah, Bunda." Ujarnya kemudian berlalu menuju kamarnya dengan tatapan kosong.

"Maaf. Maaf aku harus ngomong ini." Ujar Linda untuk kesekian kalinya.

"Kita perbaiki sama-sama. Jujur aku sempat kecewa sama kamu dulu. Tapi itu juga salahku. Yang ga bisa jaga kamu. Sekarang kita perbaiki semuanya." Ujar Rahman mencoba menenangkan.

***

Saya harap kalian suka. Hargai sebuah karya. Vote dan Comment jangan lupa. Kritik dan saran sangat saya terima. I wuff u semua.

alilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang