"Barra! Bayu! Bangun!"
Caca melipat tangannya didepan dada sambil menggeleng tidak habis fikir. Sudah hampir 10 menit Caca membangunkan kedua makhluk yang selalu berada dilingkaran kehidupannya itu, tapi sudah 10 menit pula Barra dan Bayu tidak memberikan reaksi apapun, keduanya masih terlelap dengan kepala yang tenggelam dilipatan tangan masing-masing.
Caca memutar otaknya untuk mencari cara agar bisa membangunkan kedua laki-laki yang sudah bersahabat sejak SD itu.
Caca menggigit bibir bawahnya menahan senyum saat sebuah ide terlintas di kepalanya. Caca menarik nafas, bersiap untuk berteriak.
"BU AISYAH ADA DUA COWOK LAGI DI KELAS IPA-A!!"
Sontak teriakan maha dahsyat Caca berhasil membangunkan Barra dan Bayu.
Barra dan Bayu gelagapan, kedua cowok itu langsung mengusap wajah mereka, dan meloncat dari tempat duduk masing-masing menuju masjid SMA Zaent agar dapat menunaikan ibadah solat jumat, lebih baik mereka berlari secepat mungkin daripada santai tapi digiring dengan sapu lidi Ibu Aisyah—guru mata pelajaran Agama Islam kelas 12.
Caca tertawa lepas melihat Barra dan Bayu lari terbirit-birit. Padahal jika mereka perhatikan sekitar, tidak ada Ibu Aisyah dikelas mereka.
Tania yang hanya duduk memperhatikan sedari tadi menampilkan senyum tipis. Tidak ada rasa canggung sedikitpun untuk Caca mengerjai Barra dan Bayu, Tania merasa iri. Tania juga ingin bisa akrab, terutama dengan Barra.
Entahlah, sejak Tania memandang wajah Barra untuk pertama kalinya, Tania merasa terpaku dengan ke tampanan Barra. Bagaimana Barra tersenyum, bagaimana Barra berbicara, bagaimana Barra tertawa, semuanya terlihat menawan di mata Tania. Memang belum sampai 24 jam Tania mengenal Barra, tapi Tania telah yakin, bahwa Tania menyukai Barra.
"Tan? Tania, kok bengong?"
Panggilan Caca membuat imajinasi Tania tentang Barra yang melamarnya buyar seketika.
Tania langsung tersenyum hangat menatap Caca, "Ah, enggak kok. Kenapa?"
"Mau temenin gue gak?"
"Kemana?"
"Keruang musik."
Tania mengangguk setuju, membuat Caca tersenyum lebar sambil menggandeng teman barunya itu.
"Ca, lo dekat banget ya sama Barra sama Bayu?" Tanya Tania saat mereka sudah keluar dari kelas. Koridor hanya diisi oleh murid perempuan, karena semua murid laki-laki sedang menunaikan ibadah solat jumat di masjid.
"Gimana ya, kami bertiga udah temenan dari kecil. Sebenarnya gue lebih dulu kenal sama Bayu daripada Barra. Tapi, ya.., kami bertiga bisa dibilang dekatlah walaupun suka berantem."
Tania mengangguk mengerti.
"Kalau Barra, dia orangnya gimana Ca?"
Caca langsung menampilkan raut jengkel mendengar pertanyaan Tania. Caca bukannya jengkel dengan Tania, Caca jengkel saat mengingat hal-hal tentang Barra yang akan ia jabarkan kepada Tania.
"Seriusan ya Tan, lo jangan deh banyak gaul sama Barra. Ngeselin parah orangnya. Gue pun nyesel dulunya kenapa ngajakin Barra temenan, berubah gak waras dia setelah masuk SMP!"
"Gak waras? Maksudnya?"
"Iya! Gue akui, yang pertama kali ngajak Barra temenan itu, gue. Kalo gak salah itu waktu kelas 1 SD semester dua. Gue random banget tiba-tiba mau main kerumah baru Bayu, dan disitulah gue ketemu sama Barra yang lagi main kelereng bareng Bayu dihalaman rumahnya. Ya karena gue ini tipe orang yang pandai bergaul dan ramah, gue ajak kenalan si Barra dan ngajak dia temenan, karena dulu gue ngerasa temennya Bayu, temennya gue juga. Dan dari situ kesialan hidup gue dimulai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket
Teen FictionSebuah kisah yang akan mengantarkanmu pada pahit manisnya masa remaja. Masa-masa kamu mulai mencoba hal baru. Baru bertemu, baru mengenal, baru memulai, dan baru merasakan. Jatuh cinta tidak selalu dimulai dengan hal manis. Pertengkaran kecil hingga...