01

15 0 0
                                    

Gua udah mulai pusing dengan semua buku di depan gua, gua mulai mendelik sebal dengan segala materi yang ga gua pahami sedikitpun. Gua melepas jepitan rambut gua lalu mengacak rambut gua asal, Jam tangan gua udah nunjukkin pukul 6 sore, tapi gua ga ada niat sedikitpun buat keluar dari perpus ini sampe gua bener-bener paham sama materi yang ada dihapan gua. Gua menarik napas dalam-dalam, mencoba fokus lagi tapi gagal karena handphone gua yang bergetar.

Kak Wooseok : "Dimana?"

Gua buru-buru segera membuka room chat yang muncul di notifikasi handphone gua.

"Masih di perpus kampus kak." Balas gua.

Gua nunggu balasan sekitar tiga menit, tapi nihil. Mendengus sebal, gua akhirnya mematikan handphone dan memilih fokus lagi.

--

Tangan gua sibuk mencatat semua materi dari buku cetak di depan gua, akhirnya setengah jam yang lalu gua paham materi yang dibahas. Gua udah di perpus mulai siang dan gua akhirnya baru ngerti setelah jam delapan. Perpus udah mulai sepi. Mungkin cuman gua dan ada 5 mahasiswa lain yang ga gua kenal.

Setelah memastikan gua udah mencatat semua materi yang perlu dicatet gua menutup buku dan bersiap pulang. Kaki gua melangkah dengan santai menuju gerbang kampus, tapi berhenti di depan parkiran. Gua bener-bener kenal dengan mobil warna putih ini. Gua cengo bentar, dan setelah itu sosok yang gua kenal sebagi pemilik mobil ini keluar. Kaya biasanya mukanya datar, dia cuman liatin gua. Gua akhirnya memilih berjalan ke arahnya.

"Kakak ngapain di sini?" Tanya gua langsung.

"Handphone lo kenapa?"

Gua menepuk jidat gua lalu segera merogoh handphone gua dari tas dan kembali menyalakkan handphone gua yang udah mati sedari tadi. Di layarnya jelas terpampang beberapa panggilan tak terjawab dari Kak Wooseok dan beberapa chat.

"Maaf kak, tadi aku matiin." Ucap gua pelan.

Dia cuman menghela napas pendek.

"Pulang, masuk ke mobil, gua anterin." Habis itu dia langsung masuk ke mobilnya.

Gua mengikuti langkah kakinya dan segera masuk ke dalam mobilnya.

"Lo udah makan?"

Gua menggeleng.

"Dari jam berapa di perpus?"

"Setengah satu."

"Tadi lo minum kopi?"

Gua mengangguk.

"Tadi pagi sarapan apa?"

"Roti sama susu kak."

"Na, lo bisa ga sih jangan kaya gini. Gua tau kuliah lo penting, tapi inget semua itu ga ada artinya kalau lo sakit."

Gua diem, gua memilih ga membalas, karena gua tahu betul gua yang salah.

Setelah kalimat Kak Wooseok barusan bener-bener ga ada percakapan di dalam mobil.

"Besok kelas lo jam berapa?" tanya Wooseok sambal memberhentikan mobilnya di sebuah tempat makan.

"Jam 10 kak, habis itu ga ada lagi."

"Besok gua jemput. Sekarang lo harus mastiin perut lo diisi dulu. Lo makan di sini, gua tau kalau dibungkus lo ga akan makan apapun." 

Kak Wooseok memarkir mobilnya di depan sebuah tempat makan, yang ga pernah gua datengi.

"Kakak besok kan ga ada kelas?Buat apa ke kampus?"

"Besok ada workshop jam 11."

Di tempat makan ini Kak Wooseok beneran cuman memastikan gua makan, dia sama sekali ga makan. Katanya dia udah makan dari apartemennya sebelum dateng ke perpus.

"Kenapa ga dihabisin?"

Gua cemberut "Emang ga bisa masuk lagi kak, mual."

Dia kembali menghela napas, lalu mengajak gua keluar setelah membayar.

Matanya beneran udah fokus sama jalanan dan ga ngajak gua bicara sedikitpun. Gua cuman melamun, sibuk liatin jalanan yang masih ramai padahal udah jam 9 malam lewat.

Kak Wooseok berentiin mobilnya di depan Indomaret komplek kos gua. Keluar gitu aja tanpa bilang apapun. Sepuluh menit kemudian dia ngasih plastik Indomaret ke gua. Isinya beberapa bungkus roti dan dua kotak susu coklat.

"Sampe di kos minum obat lo, terus makan rotinya."

Gua cuman ngangguk, di  tahap ini gua paham 100% tanpa ragu Kak Wooseok marah.

ButtercupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang