Kepergian Jimin meninggalkan luka sedalam lautan di hati dan pikiran Kimiko. Luka itu terasa begitu dalam terlebih karena yang merasakannya tidak lain hanyalah anak berumur 7 tahun yang tidak memiliki ide bagaimana cara untuk mengatasinya.
Pagi itu setelah pemakaman Jimin, Kimiko mengunci dirinya di dalam kamar.Dengan mengenakan gaun hitam dia duduk di atas tempat tidurnya sembari memeluk buku gambar Jimin, pemberian dari ibu Jimin.
Dia merasa sangat sedih tapi tidak ada satu tetespun air mata yang membasahi pipinya. Mungkin air mata tidak bisa mewakili rasa kehilangan yang merangkul dirinya dengan erat.
Kini, Kimiko harus menerima kenyataan bahwa teman satu-satunya yang dia miliki harus pergi meninggalkannya selamanya. Dia bahkan terus menyalahkan dirinya atas kematian Jimin. Jika dia tidak membiarkan Jimin mengejar layang-layang itu, mungkin sekarang mereka berdua masih bisa bermain dan tertawa bersama. Tetapi Kimiko hanyalah seorang anak kecil yang berumur 7 tahun. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menyimpan rahasia diantara dia dengan temannya yang telah meninggal itu. Jimin... Orang yang tidak akan pernah bisa dia lupakan.
Sejak kejadian itu, Kimiko menjadi anak yang pendiam. Dia jarang berinteraksi dengan orang lain. Hal itu tentu saja membuat ibunya khawatir. Kimiko menutup dirinya dari dunia luar. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Bahkan hal itu mulai membuat dia bertingkah aneh.
Seperti apa yang terjadi pada malam itu...
"Kimiko.. Ini sudah malam sayang. Mengapa Kimiko belum tidur?" tanya ibunya yang tiba-tiba muncul dari pintu masuk kamar Kimiko.
Dia terkejut ketika mendapati anak perempuannya itu belum tidur dimalam yang selarut ini, terlebih gerimis sedang turun dengan teraturnya membasahi bumi malam kota Forklyn.
"Kimiko sedang membahas sesuatu ibu." ucap Kimiko dengan polos yang pada saat itu mengenakan pakaian tidurnya yang berwarna merah jambu, yang tengah duduk bersila di atas tempat tidurnya.
Perkataan Kimiko barusan sontak membuat ibunya terkejut. "Membahas sesuatu?" tanya ibunya sembari menukikan alis dan berjalan mendekati anaknya yang kemudian duduk di tepian tempat tidur itu. "Membahas sesuatu dengan siapa?" ibunya kembali bertanya dengan heran, karena di kamar itu tidak ada siapa-siapa selain Kimiko.
"Jimin." jawab Kimiko singkat tanpa ekspresi.
Ibunya spontan terkejut mendengar nama itu. Nama yang tidak pernah Ibunya bayangkan untuk diucapkan Kimiko di dalam keadaan seperti ini.
Ibunya masih tercekat, masih tidak bisa mengeluarkan kata.
Jimin, teman anaknya yang telah meninggal 5 bulan yang lalu.
"Iya ibu.. Jimin. Ibu masih ingat Jimin kan?" lanjut Kimiko polos sambil tersenyum. Dia ingin meyakinkan ibunya bahwa apa yang baru saja dia ucapkan itu adalah benar adanya.
"Kimiko..." ibunya bersuara lirih. "Jimin telah tiada sayang." ucap ibunya yang terlihat khawatir dengan keadaan anaknya itu tetapi masih berusaha untuk tidak terlihat panik ketika mengucapkan kalimat tersebut.
"Tidak ibu... Jimin tidak pergi kemana-mana. Jimin selalu ada bersama Kimiko... Menemani Kimiko... Dan melindungi Kimiko... Jimin tidak mungkin meninggalkan Kimiko sendirian disini. Teman Kimiko kan hanya Jimin seorang." bantah Kimiko dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Jimin selalu bersama Kimiko. Jimin tidak pernah meninggalkan Kimiko sendirian" lanjut Kimiko dengan sangat yakin sembari meremas bantal guling dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDNIGHT SERENITY || Jungkook BTS
FanfictionTidak ada satu orang pun yang bisa membayangkan betapa menderitanya hidup Kimiko menanggung semua kerinduan, kesepian dan rasa takut yang dia rasakan selama ini. Sejak kecil, dia harus menghadapi kenyataan bahwa dia telah kehilangan semua hal yang...