Gazebo perpustakaan kampusnya merupakan tempat menyenangkan untuk belajar kelompok. Di sana teduh, boleh berisik, kabel-kabel untuk charge barang elektronik yang memadai, dan terletak di taman belakang kampus sehingga mata akan langsung segar setiap memandang.
Mendekati akhir semester seperti ini, gazebo ramai oleh orang-orang yang belajar bersama atau mengerjakan deadline tugas. Krist merasa canggung karena hanya dia dan Singto yang datang berdua saja di sana.
Oke. Apa yang harusnya dipelajari saat akan cerdas cermat?
"Soal seperti apa yang Gun pernah tunjukkan padamu?" tanya Singto. Matanya tidak beralih dari buku yang ia baca—Kamus Kedokteran Dorland yang tebalnya sudah seperti catatan dosa seluruh manusia di muka bumi. Oke, seluruh buku kesehatan memang tebal. Mau diapakan lagi? Tubuh manusia itu rumit!
"Oh," Krist mengeluarkan sebuah folder map dari tasnya. Kumpulan soal cerdas cermat FOS dari tahun ke tahun. Gun, temannya di kelas sebelah, adalah panitia FOS tahun ini. Ia memberikan buku itu padanya karena menurut Gun, "ternyata panitia dari jurusan lain juga seperti itu. Pantas saja jurusan kita selalu mendapat nilai terendah saat lomba!"
Singto mengambil folder dan membolak-baliknya sebentar. Ia lalu mengangkat kepala untuk menatap Krist, "siapa yang buat soalnya?"
"Sepengetahuanku dosen," jawab Krist, "untuk mencegah kecurangan panitia, katanya."
"Oke," Singto menganguk, "kita buat mind map."
"Mind... map?"
"Ya," Singto melanjutkan sambil membalik foldernya lagi, "dengan begitu kita bisa tahu soal apa yang biasa dikeluarkan dosen. Contohnya yang ini," Singto menunjuk salah satu soal hitungan, "ini dari Kalkulus I. Lalu ini," ia menunjuk soal tentang bagian tubuh, "ini jelas ada di Sobotta. Ini," Singto menunjuk soal matematika lagi, "Aljabar Linear. Ini," Singto menunjuk soal istilah yang tidak pernah Krist dengar, "aku barusan baca di Dorland."
"Wow." Krist terkesan. Ia mulai percaya bahwa Singto memang anak aneh.
Singto mengangkat alis.
"You know what? Kamu sebenarnya pintar!" Krist masih tidak percaya, "kenapa kamu bisa ranking bawah?"
"Karena aku bodoh, duh," Singto memutar mata, "ide soal mind map adalah common sense. Bukan salahku kalau otakmu terlalu kosong untuk melakukan itu."
"HEI!"
Singto tidak peduli. Ia mengeluarkan beberapa kertas dari folder dan memberikan sisanya pada Krist, "aku mengerjakan ini."
Krist membaca-baca kertasnya. Ia hanya bisa memisahkan soal yang berhubungan dengan fisiologi dan anatomi—karena itu yang ia pelajari selama ini, duh. Tetapi soal yang mengandung angka?
Bagi Krist angka adalah matematika. Period.
Belum lagi istilah-istilah medis yang tidak pernah Krist dengar selama eksistensinya di jurusan fisioterapi.
"Singto," tanya Krist, "apa bedanya kalkulus dan aljabar linear?"
"Limit, turunan, integral, dan sebangsanya itu kalkulus," jawab Singto tanpa memandang Krist, "matriks, persamaan linear, vektor, transformasi itu aljabar linear."
"Kalau Kruskall-Wallis itu apa?"
Singto terdiam sebentar, "itu non parametrik. Wow. Mereka bahkan memasukkan statistik! Cerdas cermat antar angkatan saja soalnya sebangsat ini?"
"Tidak juga," Krist menunjuk satu soal, "di sini ada pertanyaan tentang kapan lagu Fancy milik Twice rilis."
"Twice?" Singto mengernyit.
YOU ARE READING
Their Study Group
FanfictionKrist dan Singto yang tidak pernah mengobrol sepatah katapun sebelumnya harus bekerja sama dalam lomba cerdas cermat kampus.