Krist nyaris lupa kalau dia satu kelas dengan Singto—atau bahkan ada manusia seperti Singto di dunia ini—kalau bukan Mook, ketua kelasnya, tiba-tiba berkata di depan kelas, "karena lomba cerdas cermat belum ada yang memilih, aku pilih dari yang belum ikut lomba sama sekali. Krist dan Singto."
"HEH APA NIH APA TOLONG DIULANG?!"
Kampusnya selalu mengadakan festival olahraga dan seni—FOS, kalau kata mereka—dengan berbagai macam kompetisi antar jurusan setiap tahun untuk merayakan ulangtahun almamater. Festival itu cukup dinanti sebenarnya, mengingat sepanjang kuliah mereka harus berhadapan dengan laboratorium, praktek, buku-buku tebal, dan dosen botak yang cara bicaranya minta disumpal. Masalahnya; yang mereka nanti hanyalah pertandingan olahraga dan festival seninya saja.
Orang sinting mana yang sempat-sempatnya membuat lomba cerdas cermat di tengah FOS?
"Kan itu olahraga otak," bela panitia.
Matamu, Krist mengeluh.
Masalahnya, cerdas cermat menjadi perlombaan yang paling dihindari oleh semuanya. Setiap tahun susah sekali mendapatkan peserta yang benar-benar mau. Anak tingkat I pasti akan mengatakan, "kita kan baru masuk, masih belum tahu banyak." Dan anak tingkat III akan mengatakan, "kalian berani suruh-suruh senior?!"
Jadilah korbannya adalah anak tingkat II a.k.a anak tengah yang selalu menderita.
The thing is, anak-anak jurusan fisioterapi—satu-satunya jurusan yang paling concern ke olahraga, paling tidak di kampus Krist—memang banyak yang besar di otot tetapi otaknya, uhm, perlu dipertanyakan. Kira-kira setengah dari teman Krist adalah atlet. Bahkan Krist sendiri adalah mantan anggota tim voli nasional. Setiap tahun mereka memang berhasil membawa piala juara umum karena pertandingan olahraganya. Tetapi cerdas cermat? Big nope.
"Kamu tidak bisa ikut pertandingan lain karena masih cedera. Seluruh anak lain sudah terdaftar jadi peserta. Kakak tingkat jelas tidak bisa diajak kerja sama. Bocah-bocah lainnya masih tidak bisa membedakan mana otot trisep mana otot bisep—"
"—aku juga tidak bisa membedakan."
"—jadi hanya kamu yang harus ikut," Mook menulis nama Krist di papan tanpa permisi, "it's a deal."
"Aku tidak akan datang waktu pertandingan."
"Hah?" Mook meliriknya tajam sambil menyibak lengannya sedikit. Oke, Mook adalah atlet judo dan kalau marah bisa sangat mengerikan.
Nyali Krist langsung ciut.
"Singto, setuju kan?" Mook mengalihkan pandangan kepada Singto, anak super gloomy yang selalu duduk di pojok kelas dan tidak berbicara kepada siapapun. Kacamata bulat dengan bingkai tipis tak pernah absen bertengger di hidungnya.
Singto bukanlah orang yang mencolok. Dia diam. Tidak pernah berpartisipasi di kelas. Tipe mahasiswa yang hidupnya hanya berkisar di kuliah-pulang-kuliah-pulang. Krist tidak pernah melihatnya berinteraksi dengan orang lain di kelas selain untuk bayar kas atau mengumpulkan tugas. Earth pernah bercerita bahwa dia juga tidak banyak berkontribusi untuk tugas kelompok; hanya bertanya 'bagianku apa' dan mengerjakannya sendiri kemudian. Bukan tipe yang akan Krist jadikan teman, meskipun pada dasarnya Krist bisa kelewat extrovert dengan mengajak ngobrol siapapun yang berada dalam radius satu meter darinya. Krist bisa lupa akan keberadaan Singto di dunia ini kalau bukan karena ia adalah mahasiswa dengan peringkat terendah satu angkatan tahun lalu.
Eh.
Wait.
WAITTTTTTT!
Krist langsung berdiri dan histeris, "TAPI KAN SINGTO MAHASISWA PALING BODOH SEANGKATAN?!"
YOU ARE READING
Their Study Group
FanfictionKrist dan Singto yang tidak pernah mengobrol sepatah katapun sebelumnya harus bekerja sama dalam lomba cerdas cermat kampus.