13. EPISODE KETIGA BELAS : REVEALING

30 9 1
                                    

Persiapan

Kudapati sekolahku berubah menjadi tempat konsultan penampilan. Dimana-mana kudengar semua murid perempuan membicarakan gaun, dandanan, sepatu atau aksesoris apa yang akan mereka kenakan di pesta dansa. Aku melihat hal ini tidak terlalu di ungkit-ungkit di deretan murid junior. Karena kupikir mereka tidak terlalu ambil pusing dengan acara itu, mengingat yang mereka inginkan pada pesta itu hanyalah sebuah survey untuk tampil lebih baik lagi di pesta dansa tahun depan. Sedangkan, hal ini menjadi obrolan yang merajalela di kalangan murid senior, yaitu murid-murid yang setingkat denganku. Mereka protes dengan dress code yang diberikan oleh panitia pesta dansa, dimana para undangan yang hadir diharuskan memakai topeng. Padahal dress code itu sudah ditentukan sejak beberapa bulan lalu, kenapa mereka baru protes sekarang? Aneh.

"Apa gunanya aku facial setiap minggu kalau nantinya masih harus ditutupi topeng?" Salah satu gerombolan pemandu sorak yang sedang berdiri di loker, menggerutu kesal sambil mengoleskan lipstik pink di bibirnya yang tipis.

"Seharusnya panitia pesta dansa itu dipecat dan mewujudkan tema yang sudah kita ajukan selama dua tahun ini." Teman yang lebih pendek ikut bicara.

"Kau benar. Padahal ide kita itu sangat brilian dan aku yakin semua pasti setuju." Jawab teman yang menyisir rambut.

Brilian? Mereka pikir, ide pesta dansa di rumah kayu tepi danau sampai malam menggunakan swimsuit adalah ide brilian? Benar-benar ada yang tidak beres dengan mereka. Bukannya berdansa, malah akan memunculkan skandal bagi sekolah nantinya.

Aku tidak habis pikir dan terus merapikan lokerku. Membersihkan dari memo-memo berbentuk daun maple warna cokelat kemerahan yang kumasukkan ke tas untuk kusimpan di rumah.

"Hai Zee." Salah satu dari mereka menyapaku.

"Hai." Aku menyahut tanpa mengalihkan pandanganku dari dalam loker.

"Kudengar, si seksi Nick Thompson itu adalah saudara kembarmu?" Dia menanyakan berita basi yang tidak perlu dibahas lagi.

Aku mengangguk.

"Kenapa kau tidak menceritakannya pada kami?" Yang lainnya juga bersuara.

"Maksud kalian?” Jawabku. Cerita pada kalian? Memangnya kalian siapa? Memikirkannya saja sudah bikin ngeri.

Gadis yang menyisir rambut memasang jepit di poninya. "Karena Kylie mendahului kami mendapatkannya dan itu membuatku tidak bisa menjadi pasangannya di pesta dansa."

Aku mengunci pintu loker. "Oh, sudahlah. Masih banyak pemuda lain yang lebih keren dari Nick di sekolah ini." Aku mengibaskan tangan.

"Itu menurutmu, tapi tidak menurut kami. Dia adalah seorang dewa yang selalu memberikan sinar cintanya pada semua gadis yang melihat. Dia tampan, seksi, gagah, dan..."

Aku memotong kalimatnya. "Tidak tahu malu..."

"Hei, kenapa kau berbicara seperti itu?!" Dia tidak terima. Reaksi yang selalu dikeluarkan oleh setiap gadis bila idola atau orang yang mereka sayangi dihina oleh orang lain. Begitu pula terjadi padaku bila Nick mulai mengejek Ben.

"Ups!" Aku membuat gerakan mengunci mulut.

Mereka memperhatikan memo terakhir yang kupegang dan belum kumasukkan ke tas.

"Kau sendiri, bagaimana hubunganmu dengan pemuda misterius romantis yang selalu mengirimimu hadiah setiap hari?" Tanya si poni.

Aku mengangkat bahu. "Entahlah..." sebenarnya aku sangat yakin akan bertemu dengannya di pesta dansa besok malam, tapi lebih baik kujawab begitu. Dari pada nanti pertanyaan yang mereka lontarkan lebih banyak.  

LOVE AT THE NEIGHBORHOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang