dua

94 16 0
                                    

Salma bimbang. Hatinya sedih mendengar kabar bahwa Fathan akan pergi. Kenyataan bahwa mereka baru saja menikah. Setidaknya hari-hari indah masih menjadi hak keduanya.

Sebagai pengantin baru, Salma tentu ingin menikmati waktu berdua. Bagaimana mereka menghabiskan waktu dengan mesra. Mengikat tali cinta dengan erat.

Setidaknya mereka ingin merangkai hubungan yang baru saja terjalin. Tepatnya Salma. Dia ingin mendapatkan perhatian dari sang suami. Sebagaimana yang terbiasa didapatkan dari Jalal.

"Lusa aku akan berangkat ke Qairo," Fathan memerhatikan Salma sekilas. "Seperti yang kamu ketahui, aku masih harus melanjutkan studiku disana. Kamu tahu itu kan?"

Salma tak bergeming mendengar kalimat dari Fathan. Dia memang sudah tahu. Kalau pria yang menjadi suaminya kini masih menjalani studi di Qairo.

Begitupun dengan gadis yang baru saja menikah. Dirinya masih kuliah jurusan perhotelan. Mereka memang masih mahasiswa.

Tetap saja hatinya tidak terima. "Iya," respon Salma memperlihatkan wajah murung. Segera merebahkan tubuhnya dan menarik selimut.

Sementara itu Fathan masih sibuk dengan ponsel di tangannya. Tubuhnya memang sudah ikut duduk bersandar di atas ranjang. Tidak ada kata lagi yang diucapkannya.

Sampai pagi keduanya terbangun. Fathan yang baru saja duduk di depan tivi dihampiri Salma. Perempuan itu sudah menyandarkan kepalanya di bahu Fathan. Yang memang tidak sekekar pria olahragawan. Namun pastinya kuat menahan beban Salma.

"Mas, aku mau kita liburan berdua," pinta Salma tak ingin ditolak.

"Bagaimana kalau kamu ikut denganku ke Qairo? Kita bisa banyak menghabiskan waktu bersama disana," Fathan memberikan pilihan.

"Tapi, aku kan masih kuliah mas," nada penolakan tak terhindarkan oleh Salma. "Kalau aku pergi dengan kamu bagaimana dengan Le Diamond? Adikku belom bisa mengurusnya, dia baru usia tujuh tahun. Tidak mungkin ayah bisa kembali ke hotel. Beliau sudah sibuk dengan urusannya saat ini," sambungnya sudah menegakan diri.

Fathan menyempatkan diri untuk menghirup oksigennya. Membiarkan suasana hening datang. Pikirnya coba mencari jalan. Dia tidak ingin pertengkaran datang.

Wajah Salma jelas terlihat murung. "Aku sedih, masa baru sehari menikah sudah kamu tinggal ke Qairo," rajuknya manja.

Fathan menyentuh kepala Salma lembut. Mengembalikan sandaran ke bahunya. Tersenyum manis sekali "Besok, kita sudah tiga hari menikah," kekehan mengiringi kalimatnya.

"Sama saja, baru hitungan jari," respon Salma. Memukul kecil lengan pria itu. Yang masih duduk di depan tivi. Tanpa benar-benar memperhatikan tayangan yang sedang berjalan.

"Sebaiknya kita bergegas. Umi sudah menunggu di rumah baru kita."

Fathan dan Salma sampai di rumah barunya pukul sebelas siang. Memperlihatkan isi rumah pada Salma. Apapun yang ada didalamnya sudah dipersiapkan sendiri oleh Fathan. Adapun beberapa interior dan perlengkapan rumah dibantu oleh Rosidah dan Nazeema Rasyad, adik satu-satunya Fathan.

Tidak terlalu mewah memang. Tapi cukup besar untuk keluarga baru Fathan. Terlihat dari interior berwarna coklat muda dengan list berwarna coklat tua. Keperluan rumah tangga pun seperlunya, dia ingin istrinya kelak yang memilih.

Salma pun tersenyum. Wajahnya terlihat senang-senang saja. Dia bisa tinggal di rumah itu berdua. Memulai kehidupan baru. Lepas dari ketergantungan orangtua masing-masing. Salma yang sedang belajar mandiri memang butuh waktu terbiasa bersama lelaki yang berdiri di sampingnya.

Nazeema mengajak perempuan yang kini menjadi iparnya ke kamar utama. Menunjukan tempat istimewa bagi keduanya. Dengan langkahnya yang lembut, Nazeema berjalan di depan Salma. Tutur katanya pun halus. Tidak terlihat senyum di bibirnya karena gadis itu mengenakan cadar. Tapi bola matanya yang indah berbinar ikut bahagia.

Nazeema tidak banyak bicara. Kepribadian kaka iparnya yang terlihat arogan diluar itu memberikan batas tertentu bagi Nazeema. Salma memang terkenal manja dan ingin dituruti semua keinginannya, Nazeema tahu itu. Bahkan sebelum perempuan ini menjadi istri Fathan.

Salma kian terkenal setelah resmi menjadi CEO Hotel Le Diamond diusianya yang amat muda. Kecanggihan teknologi zaman sekarang pun sudah merajalela. Sehingga mudah bagi siapapun untuk menonton berita atau bahkan gosip belaka. Melalui banyak media sosial, kehidupan Salma mulai diincar banyak orang. Parasnya yang cantik serta kekayaan berlimpah membuat semua orang membuka mata.

"Kak Salma bisa mengubah interior dirumah ini sesuai keinginan kakak. Menurutku ini ada yang kurang."

"Iya Zeema, aku pikir aku perlu mengganti warna cat di beberapa ruangan, atau sekedar menambah hiasan dinding agar terlihat lebih hidup dan cerah," aku Salma yang tidak suka berpura-pura.

"Kak Fathan memang senang dengan hal sederhana. Tapi, kalau ada yang mau kakak ganti tidak apa-apa. Inikan sudah menjadi rumah kakak juga. Kakak yang akan jaga dan peliharanya. Membuat senyaman mungkin agar kakak betah."

Nazeema menghargai perempuan yang kini menjadi kakak iparnya. Mengingat proses wanita itu berhijrah menarik hatinya untuk tetap mendukung. Karena dia tahu apa yang ditapakinya kini bukan hal yang mudah.

"Aku kayanya pengin istirahat," Salma memang selalu berterus terang dengan keinginannya. Memerintahkan Nazeema untuk dari kamar secara tidak langsung.  Menutup pintu.

"Salma kemana Zeem?"

"Kak Salma istirahat di kamar umi. Mungkin dia masih lelah," jawabnya sebelum menuruni anak tangga terakhir. "Sebaiknya kita pulang, biarkan kak Fathan berdua sama kak Salma," candanya sambil menyenggol lengan Fathan pelan.

"Kok dia cuek banget yah, padahalkan umi masih pengin keliling rumah sambil ngobrol sama istri kamu,"

"Mereka butuh waktu berdua umi. Banyak yang harus mereka ketahui dari diri masing-masing.  Hati mereka juga harus saling memiliki terlebih dahulu. Biar pondasi hubungan mereka kuat, sebelum badai yang sudah siap menghadang. Lagian kak Fathan besok mau berangkat ke Qairo. Umi bayangkan perasaan kak Salma, baru saja menikah sudah ditinggal jauh."

"Kalau begitu dia ikut saja ke Qairo."

"Sebaiknya umi pulang, istirahat di rumah. Terimakasih hari ini umi dan Zeema sudah menyambut Fathan dan Salma. Sepertinya Salma butuh waktu, Fathan juga akan bicara dengan ustadz Hasbi. Kemungkinan izin empat harian untuk tetap tinggal di Indonesia."

"Bagaimana baiknya menurut kamu saja. Asal jangan buat semuanya terbengkalai. Harusnya dia bisa mendukung sekolah kamu," kalimatnya halus belum sepenuhnya menerima Salma.

"Umi jangan lupa, kalau kak Salma juga dalam proses hijrah. Dia butuh bimbingan dari kita," Nazeema memang adik paling pengertian dan beretika. Walaupun Salma baru berusia dua tahun lebih muda, dia tetap menghormatinya sebagai perempuan yang menjadi istri dari kakaknya.

Fathan yang selalu terlihat tenang dan santai mengantar ibu dan adiknya keluar. Memastikan keduanya pulang dalam kawalan pak Udin, supir keluarga Rasyad. Hanya Fathan yang ikut mengantar keluar. Salma masih ada di dalam kamar.

Rosidah memang tidak menolak. Dia cukup menghargai keputusan anak pertamanya itu. Bermaksud untuk melengkapi ibadahnya. Dibandingkan menjalin hubungan yang tidak halal. Berharap kesan manja dan keegoisan Salma saat pertemuan pertama mereka berubah.

Namun hari ini, seolah belum cukup waktu baginya beradaptasi. Salma memilih menyendiri di kamar dibandingkan untuk sekedar basa-basi mengantar Rosidah. Untuk menarik hati ibu mertua. Agar tidak dianggap sebagai menantu... Durhaka!

RENEGEWhere stories live. Discover now