"Kamu mau sarapan apa mas?" tanya Salma nadanya lemah, tidak bersemangat. "Aku akan buatkan makanan sebelum kamu berangkat." tangannya masih sibuk mencari pakaian yang akan dipakai Fathan.
"Memangnya kamu tidak berangkat ke Hotel?" suaranya menghentikan sejenak aktifitas Salma. Terlihat jelas wanita itu menghela nafas. "Kamu bilang akan ada pertemuan penting. Kalau kamu buatkan makanan untuk aku, kamu bisa terlambat."
Kalimat Fathan coba dicerna baik-baik oleh Salma. Tidak ingin salah ucap, dia lebih memilih diam sebagai responnya. Karena dia tahu suaminya itu akan pergi jauh, sedalam apapun keegoisan miliknya coba disingkirkan. Meskipun harus rela membatalkan janji dengan inverstor di hotelnya. Salma mencoba jadi perempuan yang mengerti keadaan suaminya.
"Kamu yakin akan masak untuk aku?" tanyanya sekali lagi. Entah apa yang coba ingin Fathan ketahui. Kedua sudut bibirnya tertarik, merekahkan senyuman. "Kalau memang tidak bisa, tidak apa-apa. Aku tidak pernah memaksa kamu untuk memasak. Kalau pekerjaan kamu jauh lebih penting, sebaiknya kamu lekas pergi daripada nanti menyesal."
Nafasnya terdengar kasar. "Kamu kok bicara begitu? Aku ini sudah jadi istri kamu. Aku mau coba jadi istri yang baik. Kenapa kamu meragukan seperti itu? Kamu itu harusnya tahu betapa sedihnya, saat kamu bilang akan segera kembali untuk sekolah. Masa baru menikah sudah ditinggal jauh. Kalau aku kangen kamu bagaimana? Kalau ada apa-apa dengan aku bagaimana? Kamu tidak berpikir sejauh itu kan," keluhnya sudah menghentakan diri pada sofa bed. Wajahnya memerah penuh amarah.
"Kita ini kan baru kenal dalam waktu singkat. Kita juga belum banyak menghabiskan waktu bersama. Bagaimana kebiasaan kamu setelah menikah, Apa makanan kesukaan kamu. Berkunjung ke tempat-tempat yang indah dan romantis. Dan banyak hal lainnya," sambungnya.
Mendengar keluhan Salma membuat Fathan tertawa kecil. Dirinya sadar bahwa kini sudah menjadi kekasih halal. Namun banyak hal datang tak terkira. Ada hal menarik yang mebuat keputusannya final sampai menikahi Salma. Meskipun amarah perempuan itu masih sering menggebu-gebu, manja dan egois. Salma tetaplah Salma. Perempuan yang pastinya butuh banyak perhatian dan kasih sayang.
"Kamu kok ketawa?" tatapnya sinis.
"Sebaiknya kita bersiap pergi ke hotel. Aku akan mengantar kamu."
Kalimatnya mengejutkan Salma. Bagaimana tidak, setahunya hari ini jadwal keberangkatan Fathan. Buat apa suaminya repot-repot mengantar ke hotel? Seharusnya dia yang membantunya berkemas. Meski hatinya berat dan berharap Fathan tidak pergi entah seberapa lama lagi.
"Aku sudah minta waktu untuk tinggal disini sama kamu. Alhamdulillah ustadz Hasbi mengizinkan. Jadi sekarang aku bisa antar kamu ke hotel. Kita punya waktu enam hari untuk bersama," senyumnya terpancar menghangatkan jiwa Salma seketika. Pipinya merona, mendengar apa yang dikatakan Fathan membuat sukmanya bahagia.
Salma masih terdiam, mengulum bibirnya tanpa respon apapun. Hanya ingin tersenyum merekah di wajahnya. Yang menghantarkan Fathan sampai pintu kamar mandi. Hatinya benar-benar berbunga. Sampai dirinya salah tingkah, untung saja Fathan tidak melihat apa yang akan jadi kelemahannya.
Dirinya sudah bersiap menunggu Fathan turun untuk sekedar menikmati segelas susu yang dibuatnya bersama roti keju.
"Sarapan dulu, cuma ini bisa aku siapkan pagi ini buat kamu," tuturnya hilang kepercayaan diri sebagai perempuan. Sadar bahwa dirinya tidak jago masak atau pun pekerjaan rumah tangga lainnya. Tapi, dirinya berjanji akan berusaha semampunya.
Senangnya saat Fathan memberikan senyuman. Menikmati sarapan yang sudah Salma siapkan dengan mengucapkan bismillah. Dilahapnya sampai habis. "Alhamdulillah, terimakasih yah," sesudah meletakan gelas susu yang kosong.
"Hari ini kita akan bertemu dengan beberapa rekanku di Hotel. Mereka tamu istimewa karena merupakan investor penting untuk Le Diamond. Kamu harus mengenal mereka. Terlebih tidak semua hadir di acara pernikahan kita kemarin," kata Salma tanpa henti saat memasuki lobi hotel.
Sebagai prianya Fathan cukup jadi pendengar yang baik. Semangat yang selalu menggebu-gebu pada diri Salma memang manjadi hal menarik bagi Fathan. Yang membuatnya jatuh hati. Sampai rela menunggu saat Salma menemui beberapa investor dari Malaysia.
Setelah hampir tiga puluh menit datang seorang staf hotel menghampiri Fathan. Memintanya untuk datang ruang rapat. Setelah menunggu Fathan bersiap, staf itu pun mengantarnya. Mempersilahkannya masuk dan bergabung dengan Salma.
Terpancar senyuman lebar di paras cantiknya. Berjalan menghampiri Fathan yang masih berdiri di depan pintu. Meraih lengannya dengan lembut. Melangkah bersama.
"Mohon maaf sebelumnya atas keterbatasan undangan saat pernikahan kami. Perkenalkan ini Fathan, suami saya."
Begitu kalimatnya sangat gembira menularkan pada para investor untuk memberikan ucapan selamat. Menghampiri Fathan dan saling berjabat tangan. Sesekali seorang investor menepuk bahunya pelan. Memberikan ucapan doa untuk kehidupan baru keduanya.
Salma tidak begitu saja meninggalkan para tamunya hanya karena keberadaan Fathan. Momen ini dimanfaatkannya untuk menjamu mereka dengan baik. Hidangan makan siang sudah disiapkan. Memboyong langsung pada restoran vvip milik Le Diamond. Setidaknya keadaan baik ini menjadi jalinan panjang untuk bisnisnya. Karena status menikah.
Investor yang kini sedang menikmati hidangan pernah dan selalu meragukan kemampuan Salma dalam kepemimpinanya di Le Diamond. Karena wanita ini masih berusia sangat muda untuk menjadi seorang CEO hotel besar. Jika saja bukan karena sosok ayahnya, banyak dari mereka meninggalkan kerja sama. Status pernikahannnya tentu memiliki efek tersendiri bagi kepercayaan dalam berbisnis mereka.
Sampai makan siang usai Salma masih sibuk dengan pekerjaannya. Wanita itu kembali meninggalkan Fathan di ruang kerjanya. Katanya dia harus mengontrol beberapa fasilitas hotel untuk agenda pemeliharaan. Fathan terima saja, duduk di sofa membaca beberapa majalah yang terletak di bawah meja. Dirinya harus lebih bersabar mengenali wanita yang kini menjadi istrinya.
Fathan mulai membuka Al Quran kecil miliknya. Membaca beberapa ayat dan mengamati terjemahnya. Fathan masih menunggu Yumna hingga waktu ashar tiba. Menyelesaikan shalatnya, Fathan tidak menunggu Salma.
Lama tidak kembali, Salma menghampiri Fathan hampir jam lima sore. Tanpa mengucapkan maaf, Salma mengajak sang suami pulang. Ekspresi Fathan memang memang datar, menyulitkan Salma yang tidak peka untuk memahami hatinya.
Kalimat istighfar berkali- kali diucapkan pelan. Hela nafasnya ikut serta dalam kemudinya. "Dek" suara membuka obrolan. Yang hanya berbalas deheman dari Salma.
"Kamu bilang mau menghabiskan waktu berdua untuk lebih mengenal diantara kita. Tapi, kamu lebih sibuk bekerja." Suaranya tenang.
"Hem. Kamu marah mas?" Tanyanya masih memainkan gadget.
"Aku tidak bilang marah. Hanya saja... Kamu tahu kan aku harus kembali ke Qairo untuk sekolahku disana. Kita harus memanfaatkan kebersamaan kita ini. Kamu bilang butuh waktu untuk bersama."
"Oke," singkatnya menyimpan gadget dalam tas. "Bagaimana kalau kita mampir di taman? Sekedar menghirup udara segar."
" Tapi ini kan sudah malam..."
" Memang malem, siapa bilang ini pagi mas..." timpalnya. "Kan kita sudah menikah. Tidak apa-apa dong keluar malem berdua. Lagian kalau sampe rumah pasti capek dan langsung tidur."
Fathan menghentikan laju mobilnya. Mengajak Salma keluar dan berjalan mengelilingi taman yang tidak jauh dari arah rumahnya.
"Maafkan aku yah, dek. Aku tidak berniat marah sama kamu..." kalimat Fathan damai menggelitik hati Salma. Tangannya sudah terpaut pada lengan kokoh milik Fathan. Bersandar dengan manja.
" Iya mas. Maafkan aku juga yah. Sibuk dengan pekerjaan."
Keduanya masih duduk. Menikmati cahaya lampu taman di malam hari. Kelap-kelip. Indah menemani kaduanya.
.
.
.Selamat membaca cerita Renege.
Jangan lupa berikan bintang kamu🌟#WattpadIndonesia
#Jumaliyahzein
#Ceritareligi
#Renege
YOU ARE READING
RENEGE
SpiritualSalma Mehreen adalah seorang CEO Muslim di Hotel Le Diamond. Hotel itu adalah salah satu hotel terbesar di Jakarta dan sering digunakan untuk acara penting kenegaraan. Dia wanita muda (18 tahun) dengan semangat yang tinggi. Dia menikah dengan seora...