10: Flashback

1.8K 96 0
                                    

"Kau harus tahu, Raf.. Tangan mu itu seperti sihir yang mampu menenangkan jiwa.."

Tak disangka kini Rara dalam posisi menyandarkan kepalanya di bahu Fadli. Mereka berdua sama-sama terlelap di ruang tunggu, jika saja mama dan papa Raflan tidak membanguni mereka, mungkin mereka akan tidur disana hingga pagi.

"Nak, bangun." Mama Raflan yang kini duduk disebelah Rara menepuk pelan pipi Rara.

"Fadli, bangun." kini giliran Papa Raflan yang membangunkan Fadli dengan menepuk pelan lengan Fadli.

Mereka berdua terbangun.

"Maaf Om Tante, kita ketiduran.." Rara merespon sembari mengucek matanya.

"Gak apa-apa sayang. Kenapa kalian berdua gak pulang nak? Kalian kan bisa istirahat di rumah."

"Enggak ma, nanti kalo Papa dan Mama perlu apa-apa gimana? Biar Fadli disini bantu jagain. Kan besok libur ini. Hehehe.." Fadli memunculkan cengiran khasnya, Rara tertawa singkat melihatnya.

"Ini siapa namanya, Fadli? Mama lupa.."

"Rara, Ma.." jawab Fadli masih dengan sisa kantuknya.

"Lengkapnya?"tanyanya lagi kepada Fadli.

"Hmm siapa ya?"Fadli menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sakura Rahmawati, Tante.." Rara menjawab dengan sigap.

"Wah, cantik sekali namamu nak." Mama Raflan kembali mengusap lembut pipi Rara.

Rara merasa cara Mama Raflan mengusap pipi Rara persis seperti yang dilakukan Raflan, ibu jarinya aktif bergerak menghasilkan kehangatan di tiap sentuhannya.

Rara menggenggam tangan Mama Raflan, mencoba melakukan hal yang sama seperti yang Raflan lakukan sebelumnya padanya. Rara mengelus tangan Mama Raflan menggunakan ibu jarinya. Mata Mama Raflan sontak membulat, merasakan respon Rara membuat Mama Raflan mengingat anaknya. Cara ini, sering sekali dilakukan Raflan ketika menggenggam tangan Mamanya.

"Ma.." Raflan yang kini tidur dipangkuan Mamanya memanggil manja sang mama.

"Apa nak?" Mama Raflan mengusap lembut pipi anaknya.

"Mama kenapa harus tetap kerja? Memang biaya pengobatan Alan semahal itu ya sampe mama harus ikut kerja juga?" Raflan menggenggam tangan Mamanya yang berada di pipinya. Raflan mengusap punggung tangan mamanya dengan ibu jarinya. Usapan lembut itu menghasilkan kehangatan yang membuat mamanya merasa nyaman.

"Enggak kok. Mama kerja untuk tabungan masa depan kita nak. Supaya mama tetap ada simpanan untuk pendidikan kalian kalau memang mama dan papa benar-benar berpisah." suara lembut itu membuat Raflan mengerti maksud mama nya.

Raflan sadar betul, kini keadaan keluarganya sudah berbeda. Papanya bukan lagi papanya yang dulu yang sangat ia banggakan dan hormati. Kini Papanya hanya menilai segala hal dengan uang dan Raflan muak dengan kenyataan itu. Memang betul, semua karena dirinya yang memerlukan banyak biaya untuk pengobatan, tapi kini Papanya berubah menjadi monster uang, yang segalanya diukur dengan uang. Bahkan menurut Papanya, kini kebahagiaan dapat dibeli dengan uang, padahal sebenarnya hal itu salah besar. Itu jugalah yang membuat mama nya ingin segera berpisah dengan sang papa.

Raflan memandang mata mamanya dalam, tersirat kesedihan di sepasang mata indah mamanya.

"Maafin Alan ya ma, selalu bikin susah mama.." Raflan kembali mengusap lembut punggung tangan mamanya dengan ibu jarinya.

"Ini sudah jadi kewajiban mama kok nak. Yang terpenting, kamu harus tetap jaga kesehatan mu dan harus jaga adik mu baik-baik yaa.."

"Doakan terus papa mu juga supaya dia cepat sadar dan kembali menjadi Pak Benjamin Siregar yang selalu kau kagumi dulu.." Mama Raflan membelai rambut Raflan dengan tangan satunya. Mata Mama Raflan mulai berkaca-kaca, namun ia menahannya untuk tidak terjatuh.

Couple Ring [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang