00 : Prologue

46 6 2
                                    

17.00 PM

Tepat disaat aku sampai disebuah taman yang berada dipusat kota. Dengan segera, ku cari suatu objek yang membawaku kesini. Mataku menyipit guna menyeleksi seluruh makhluk yang ada ditempat ku berada.

Tidak ada seseorang yang menjadi alasanku datang ketempat yang super menyebalkan ini. Menguras tenaga yang seharusnya ku gunakan dirumah untuk melakukan berbagai kegiatan yang berguna.

Ku biarkan rasa kesal mengganti aura positif yang ku bawa. Menutup rasa bahagia yang terpacu dari rumah menuju ketaman ini. Sampai akhirnya ekor mataku menangkap stand coklat dengan lambang bunga mawar merah dan putih.

Kuarahkan kedua kakiku ke stand yang menarik perhatianku. Cukup banyak pembeli yang mengantre untuk mendapatkan coklat tersebut. Jika ku umpamakan, coklat ini ibarat barang yang termasuk seni berkualitas tinggi sehingga banyak mengundang pengunjung.

Saat giliranku tiba, aku hanya berdiri dan melihat apa yang paman penjual coklat itu lakukan. Ia tersenyum padaku dan terlihat seperti menyiapkan beberapa barang dan memberikannya padaku.

"Ini untukmu, sepasang coklat ini mungkin bisa membuatmu tersenyum kembali. Tersenyumlah, itu bisa membuatmu merasa lebih baik" ucap paman penjual coklat tersebut.

Sepasang coklat mawar merah dan putih pun ku terima dengan senang hati. Akupun lantas menuruti keinginan paman dengan senyuman setulus mungkin lalu membayar untuk sepasang coklat yang dihias apik tersebut.

Kemudian keluar dari antrean yang ku lihat semakin memendek, mencari tempat untuk mengistirahatkan kakiku.

Tak sengaja mataku melihat kursi panjang yang berada di dekat danau dan tak jauh dari tempatku berdiri. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menuju kursi itu.

Ku dudukkan diri dikursi dan memandangi sekelilingku. Mengharapkan tujuan utama yang membawaku sampai ke tempat ini, ku putar tubuh kekiri serta kekanan, memastikan bahwa ada seseorang yang memang harus ku jumpai.

Ku tunggu ia sampai angin menyapu pelan permukaan wajahku. Rambut yang sengaja ku urai mungkin sudah terlihat sangat berantakan saat ini. Udara dingin disekitar pun mulai menusuk kulitku. Kulirik arloji ditangan kiriku yang terlihat pukul 20.00 PM

Ternyata sudah selama itu aku menunggu. Coklat mawar yang kubeli petang tadi pun sudah tandas. Ku luruskan kembali jalan pikirku, hanya ada dua pilihan yang terancang dikepalaku yaitu bertahan lima menit lagi atau tinggalkan tempat menyebalkan ini segera.

Sudah seharusnya aku berada dirumah. Membuat coklat panas, bersantai dibalkon rumah sembari bermain dengan Gytsha kucingku, menikmati cantiknya malam ditambah dengan kegiatan mengasyikkan lainnya.

Aku lelah.

Aku lelah menunggunya selama ini.
Tapi tetap saja kegiatan bodoh ini ku lakukan.

Kueratkan cardigan hijau gelap yang ku kenakan dari petang hingga malam ini. Aku sengaja memilih warna yang ia sukai, bahkan cardigan yang sedang ku kenakan ini adalah pemberian darinya sebagai perayaan ulang tahunku sebelum aku pindah ke negara asing ini.

Namun aku melupakan satu hal yang sudah seharusnya aku ingat, yaitu dia adalah orang yang suka mengesampingkan urusan waktu. Padahal bagiku, perjanjian waktu sangatlah penting.

Kusadari hari semakin gelap tanpa adanya sang bulan menyinari malam. Udara dingin disekitar semakin menjadi. Pupus sudah bertahan lima menit, aku memilih untuk segera pulang. Dengan segera aku beranjak dari taman yang menjadi saksi bisu malam ini.

Perasaanku yang sudah tak terbentuk, berjalan dengan langkah yang jika orang lain nilai aku sedang berlari mengejar kereta Shinkansen yang hampir melaju. Tapi siapa peduli, ini diriku.

Tak sadar aku berjalan yang mungkin terlalu cepat, terlihat sudah rumah kesayanganku jika aku berdiri seratus meter dari tempatku saat ini. Langkah demi langkah ku jalani. Entah mengapa semakin dekat dengan tujuanku maka semakin pelanlah langkahku.

Tiga pijakan terakhir semakin ku lambatkan menuju tujuan terakhirku. Namun pada langkah terakhir, tepat di depan pintu rumahku, ku rasakan sebuah genggaman hangat menjalar ditangan kananku.

Dengan cepat pemilik tangan hangat itu membalikkan tubuhku, menatapku dengan tatapan yang bisa ku artikan termasuk sendu. Bibir manisnya sedikit demi sedikit terangkat membentuk sebuah senyuman yang tulus.

Gerakan tiba-tiba yang membuat tubuhku terkejut pun dilakukannya dengan cepat, pelukan hangat yang ku rindukan selama ini menyapa kembali seluruh kulitku.

Beribu kata maaf sudah terucap di bibirnya saat ini yang sudah ku hafal diluar kepalaku. Aku terdiam seribu bahasa. Pikiranku seolah tahu, sedikit demi sedikit mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Namun hatiku berkecamuk tak karuan rasanya, seolah tak sejalan dengan pikiranku.

Aku benar-benar merindukannya,

Sangat-sangat merindukan segala tentangnya.

Dengan tangan yang sedikit bergetar, gerakan yang ia lakukan padaku, kulakukan juga padanya. Aku membalas pelukannya, walau tak seerat apa yang ia lakukan padaku.

Lalu ku dengar suara yang dari mulutnya setelah kata maaf yang baru saja selesai terucap. Kalimat yang sangat menenangkan jiwa, mengalahkan rasa kesal dan kecewa yang membara. Ia berbisik sangat lirih, namun suara beratnya masih terdengar.

"Tumpahkan semuanya padaku, aku pantas mendapatkan itu. Tuangkan segalanya padaku, aku adalah orang yang tepat untuk kau cari. Dan buang segala kelemahanmu padaku, maka akan ku ganti dengan kelebihanku"

"Now, be yourself. Love what you have because I love you when you love yourself"

Hanya dengannya, jiwa yang ku benci hilang seketika.

Hanya dengannya, aku merasa beban hidupku terbang entah kemana.

Hanya dengannya, aku merasa telah menjadi manusia yang paling beruntung dijagat raya.

Dan hanya dialah, satu orang yang bisa mengontrol seluruh kendali tubuhku saat berada diambang kedustaan yang paling hina.

LOVE MYSELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang