Jika kau tanya apa yang ku inginkan di dunia ini?Kesabaran.
By SungRaAika
🌸Rayya mendengar ketiga temannya yang khawatir di bawah sana. Mereka sudah memanggil ibu kost untuk meminta kunci cadangan masuk dalam kamarnya. Karena pada saat itu, kunci kostan ternyata tertinggal di kamar Farah sebelum berangkat.
Rayya bersembunyi di balik dinding kostan tetangganya. Terduduk menutup mata tak ingin melihat semuanya. Matanya sembab berair. Ketakutan menyelimuti dirinya. Seluruh tubuhnya masih bergetar, masih mencoba mencerna apa yang terjadi. Ia mencoba menahan tangisan dengan menggigit bibir bawahnya hingga membengkak kemerahan.
Terdengar suara langkah kaki dari arah tangga. Farah, Ilmi dan Balqis menaikkinya. Menuju kamar kost Rayya. Penjaga kostan membimbing mereka menuju pintu kostan Rayya.
"Lampunya ga nyala?" Balqis bertanya.
"Iya, dari tadi lampunya masih mati. Tapi saya lihat kok Rayya masuk kesini." Pak penjaga menegaskan.
Farah yang mendengar itu kembali menangis. Khawatir dimana keberadaan Rayya. Akhirnya dengan kunci cadangan pak penjaga membuka pintu kostan Rayya.
Farah beringsut masuk terburu-buru memasukki kamar tersebut. Tak ada apapun yang ia temukan kecuali kegelapan.
"YaAllah, saya ga akan pernah mau temenan lagi sama Rayya. Tapi tolong temukan dia sekarang." Farah terduduk menangis kembali. Ia merutuk dirinya yang lepas kendali saat memarahi Rayya tadi.
Mereka menyerah. Tak tahu lagi harus mencari kemana.
Hingga,
"Farah.." suara lirih memanggil Farah dari balik dinding. Rayya lemas tak bisa berdiri. Ia tak mau bersembunyi lagi. Ia harus menghadapinya. Ia tak mau kalah dari situasi yang membuatnya tak tahan. Ia harus tahan.
Mungkin ini kesekian kalinya kumenyebut Farah menangis sejadi-jadinya, berlari pada Rayya yang terduduk lemah di tengah lorong.
Menjatuhkan diri.
Memeluknya.
Rayya pun kembali menangis, bibirnya bergetar, kedua bahunya terguncang.
"Rayya maafin aku, maafin ya. Kamu jangan takut, aku ada disini." Farah mengusap puncak kepala Rayya. Menenangkan bahunya.
Rayya tak mampu mengatakan apapun, ia masih belum tenang. Tak tahu harus mengatakan apa. Hanya mengangguk saat Farah berkata untuk jangan takut dan meminta untuk memaafkannya.
Balqis dan Ilmi berdiri di belakang mereka ikut menangis dengan apa yang terjadi di hadapannya.
Hingga malam semakin larut membimbing kantuk mereka untuk beristirahat agar esok bisa melaksanakan ujian dengan baik.
Namun Rayya masih menyimpan hal kecil dalam hatinya. Ia merasakan hal janggal saat berulang kali Farah meminta maaf padanya. Ia membuat sosok Farah seperti sosok yang ia takuti.
Ibunya.
Besoknya Rayya tak berbicara apapun. Canggung menyelimuti suasana diantara mereka. Ia menyendiri di ujung ruangan tempat isolasi sebelum ujian.
Saat namanya dipanggil. Ia seperti mayat hidup yang pasrah akan nilai buruk yang ia dapat. Namun tak mematahkan niatnya untuk bisa melewati setidaknya satu ruangan yang menguji keterampilan tangannya.
Ia melamun menanti ruangan berikutnya. Tak sadar air matanya mengalir saat ia menatap bangku-bangku kosong di hadapannya. Teman satu kelas yang melihat bertanya tanpa suara.
"Ada apa?"
Rayya hanya menggeleng mengusap air mata yang hampir mengering di pipinya. Bukannya berhenti, aliran itu semakin deras di tempatnya. Dan akhirnya ia memutuskan menghadap dinding menenangkan dirinya.
Bunyi bel tanda ia harus masuk pada ruang ujian berbunyi. Ia masih berusaha menenangkan pikirannya.
"Assalamualaikum, izin membaca soal bu."
Dosen penguji hanya mengangguk melihatnya. Rayya membaca soal dengan teliti lalu memperagakannya. Ini adalah bentuk ujian praktek yang subjeknya adalah dosen penguji itu sendiri. Disaat seperti ini, Rayya harus mencoba tersenyum dan baik-baik saja. Karena ujian kali ini menilai gerak-gerik tersebut.
Rayya berbicara tanpa arah. Dosen penguji melihatnya dan mengatakan, "kamu ini belajar apa ngga? Kalo gamau ujian gausah masuk kesini."
"Saya siap bu, maaf." Rayya menangis begitu saja saat mengatakannya.
"Loh? Ko nangis? Masa menghadapi klien menangis kaya begini? Lemah sekali kamu."
Rayya hanya meminta maaf dan terus meminta maaf. Lalu tersenyum menampakkan sedikit bulir air mata di wajahnya. Mencoba meneruskam ujiannya kali ini. Dosen penguji yang melihat memalingkan muka. Sudah terlanjur kesal dari mahasiswi sebelumnya. Dan kini ia harus berhadapan dengan Rayya yang menangis dan meneruskan ujian dengan tidak baik.
-
Nilai merah terlihat di hampir seluruh ruangan yang Rayya lewati hari ini. Terlalu banyak masalah yang kini hinggap dalam dirinya.
Mulai dari rumah yang selalu menyenandungkan teriakkan dan bentakkan dari kedua orang yang disebut ayah dan ibu. Setiap mereka bertemu selalu membuahkan sedikit trauma dalam diri Rayya.
Saat itu sedikit ia berfikir, 'untuk apa selama ini aku sholat?'
Yang Rayya fikirkan saat ini adalah ia ingin terbaring menyedihkan di rumah sakit. Ia mengukir lebih banyak luka dalam lengannya. Tak terlihat lahan mana yang kosong. Tak hanya berhenti di situ. Ia mengambil sejumlah vitamin B12 yang sudah kadaluwarsa. Ia mengambil ke-30 butir vitamin tersebut. Menelannya dalam tiga kali tegukkan.
Sesaat setelah itu, yang ia rasakan hanya sedikit mual dan getaran halus dari ujung tangannya.
Malam semakin larut, matanya tak kuasa menahan kantuk yang menyelimuti dirinya.
Malam itu ia berfikir untuk datang pada fasilitas penyembuhan jiwa. Ia akan datang untuk konseling mengenai apa yang terjadi dalam dirinya. Ia ingin sembuh. Tak pernah berfikir untuk menenangkannya dengan mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Ia terlalu buta akan keberadaan-Nya.
Rayya tak sadar, akan menambah banyak trauma baru dalam dirinya.
To be contiuned
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Trust to Allah [COMPLETED]
Spiritual"So remember me, i will remember you." (Al-Baqarah 2:152) Berharap pada manusia adalah kebiasaan buruknya. Tak ingat bila ujung dari segala harapan adalah Tuhan. Untuk sahabat non islam, mungkin bisa mengambil pembelajaran juga dari kisah ini. Kare...