Chapter 1

24 3 0
                                    

Wanita muda itu perlahan menggerakkan pulpen yang sedari tadi berada di tangannya. Ia menyebarkan pandangannya pada orang-orang yang bergantian memberikan laporan dan mendengarkan mereka dengan saksama. Ini melelahkan, ia tahu, hari masih terlalu pagi untuk mengurus masalah besar seperti ini, ia bahkan baru mendarat di negara ini tiga jam yang lalu setelah penerbangan selama hampir dua belas jam yang ia lakukan sepulang bekerja.

Jika bukan karena masalah operasional salah satu anak perusahaan terbesar yang dimiliki olehnya, wanita itu tidak mungkin tidak buru-buru datang kemari dan memimpin pertemuan tidak berujung ini. Penyebabnya sungguh membuat batinnya yang sudah amat kelelahan menjadi semakin parah dan itu membuatnya jengkel. Tak lain dan tak bukan adalah salah satu anggota keluarganya sendiri.

Sebuah keberuntung untuk semua orang yang ikut di dalam pertemuan pada pagi hari itu, perempuan itu terus memancarkan aura mematikan yang membuatnya kini hanya bisa berharap pertemuan ini bisa segera selesai.

Satu persatu dari mereka mengemukakan pendapatnya dengan wajah cemas karena wanita yang duduk di tengah meja itu tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tidak sekali dua kali, beberapa dari mereka melempar tatapan memohon kepada pria di belakang sang wanita, asisten pribadinya, untuk menyelesaikan rapat berkepanjangan itu.

Sama berusahanya dengan semua orang di sana, pria itu sudah beberapa kali membisikkan sebuah kalimat sejak lima belas menit yang lalu kepada sang Nona. Reaksinya pun hanyalah anggukan pelan selagi tetap mendengarkan ucapan orang-orang di ruangan itu, tatapan mata dan ekspresinya tidak berubah sedikitpun semenjak rapat itu dimulai.

“Nona Eleanor,”  Panggil sang pria untuk ke sekian kalinya.

Eleanor melirik ke arah pria itu sebelum menghela napasnya pelan, matanya menatap nyalang seisi ruangan dan otomatis semua mata berusaha menghindari tatapan nyalang itu,  “Rapat ini di tunda. Saya minta kalian untuk menyiapkan beberapa hal, Julian akan membagikan detailnya paling lambat siang nanti,”

Eleanor berjalan keluar dari ruangan itu diikuti oleh asistennya, Julian. Keadaan tempat itu cukup kacau dengan para karyawan yang setengah berlari ke sana ke mari, pagi hari yang dingin ini terasa begitu panas dan menyesakkan karena apa yang terjadi. Tetapi tetap saja keberadaan dirinya di ruangan itu membuat orang-orang yang berlarian mendadak diam dan menyapanya ketika ia lewat.

Kakinya melangkah masuk ke dalam lift pribadinya yang terletak tak jauh dari lift umum. Sesaat setelah pintu tertutup ia menyandarkan punggungnya ke sisi lift, menerawang jauh memikirkan rencana yang akan ia laksanakan sejalan dengan situasi yang saat ini sedang terjadi.

Melihat itu, Julian tersenyum kecil, “Saya harap semuanya bisa berjalan lancar,”

Eleanor mengangguk pelan, mengaminkan dalam hatinya kalimat yang disampaikan Julian sebelum keluar dari lift. Keduanya berjalan beriringan memasuki sebuah ruang kerja besar melalui pintu kayu yang diukir sedemikian rupa.

Ruangan itu sangat besar dengan warna krem mendominasi setiap sudutnya. Satu set sofa berwarna putih dengan meja kaca diletakkan di tengah ruangan di alasi sebuah karpet rajut. Di sisi kanan pintu, terdapat lemari buku besar yang memenuhi dinding di sisi itu. Di sisi kiri pintu terdapat meja kerja Julian dengan sebuah pantri dibangun di balik dinding di belakangnya. Tepat berseberangan dengan pintu masuk, diletakkan satu set meja kerja besar yang langsung menghadap ke arah jendela raksasa.

Eleanor duduk di kursinya dan mulai berjibaku dengan tumpukan kertas yang entah sejak kapan sudah berada di sana. Julian mengeluarkan tablet kerjanya dari dalam tas tangan miliknya dan berdiri di sudut meja Eleanor.

“Sebelum saya membacakan jadwal Anda hari ini, saya punya kabar baik dan buruk, yang mana yang ingin Anda dengar terlebih dahulu, Nona ?”

“Buruk,” jawab Eleanor.

CeruleanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang