SATU

235 19 3
                                    

2015

Hujan mengguyur kota dengan derasnya, petir pun ikut serta dalam badai ini.

Awan seakan mengerti bagaimana perasaan New saat ini.

Laki-laki bertubuh gembul dan berpipi chubby ini berjalan di trotoar yang sudah basah. Ia berjalan tanpa gairah, wajahnya ditundukkan, air matanya yang mengalir berkamuflase dengan air hujan yang menerpanya.

Kejadian tadi sore terus berputar, ucapan dari wanita yang ia sayangi sangat teringat jelas di kepalanya.

Wanita bertubuh langsing dan berkulit putih itu menatap New dengan sinis, "Kamu tau gak kalau kamu itu kayak banci? Semua yang kamu lakuin itu mendekati apa yang harusnya dilakuin perempuan. Lihat isi tas kamu, aku malu kalau kita lagi jalan sama temen-temen aku."

"Tapi ini emang kebiasaan aku, kalau kamu nyuruh aku berubah dan berhenti ngelakuin itu akan aku coba." New membela dirinya.

"Maaf, tapi kayaknya gak perlu. Aku udah ada orang yang lebih laki daripada kamu." Ucap gadis itu dengan menekankan setiap kalimatnya dan berlalu pergi.

Hujan semakin deras membuat New menggigil dibuatnya, mengingat dirinya hanya memakai kaos tipis dan celana jeans pendek.

Tangan dilipat didada, bibir merahnya bergetar kencang.

Ingatan yang berputar berulang-ulang membuat tangisannya semakin kencang.

Ia menatap ke langit yang sangat gelap, air hujan yang terasa berat menghantam wajah mulusnya.

Keluarga yang hancur, teman yang palsu, dan sekarang ditambah dengan kekasih yang brengsek luar biasa. Hatinya hancur.

"Aaaaaaa." New berteriak sekeras mungkin, berharap bebannya berkurang walaupun sedikit.

Teriakkannya yang sangat kencang membuat seorang pria yang sedang bersantai di warung kopi sadar dengan keberadaannya.

Pria ini berdiri, "Woy ngapain lo mandi hujan malem-malem."

New menatap pria ini dengan mata yang sudah kabur, wajahnya tidak jelas dipandangannya. New tersenyum simpul hingga tubuhnya ambruk di trotoar.

Under The SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang