Bab 4

10 3 0
                                    

"Seluruh kenangan itu seindah batu permata."

*_*

Esok harinya di sekolah, hari jumat, memakai seragam lengan panjang. Sudah waktunya istirahat, ditandai dengan ramainya suara kemaraian bising murid-murid dari area sekolah.

Chandra sedang berada di kantin membeli soto lezat buatan Pak Raharjo. Harganya yang murah menjadi salah satu daya tariknya. Nasi remes mungkin juga menggoda, tapi harganya sedikit lebih mahal, sehingga jika membelinya, maka tidak akan mungkin untuk bisa membeli es teh manis Bang Sapri.

Raihan dan Shella yang baru saja mendapatkan makanan langsung duduk bersama di bangku yang kosong. Hukumnya, siapa cepat dia dapat. Desak-desakan yang sangat ramai dari murid yang berebutan mendapatkan makanan sudah tidak bisa dihindari lagi. Kalau tidak mendapatkan kursi bermeja, maka bisa makan di bawah pohon, tapi tanpa meja.

Raihan sering kali dijuluki Si kutu buku. Jujur saja, sifatnya sebenarnya adalah berkebalikan. Dia mendapatkan julukan itu hanya karena kacamata dan tampangnya yang bisa dibilang culun. Terlebih lagi dia selalu saja mengenakan pakaian yang terlalu rapih. Walau begitu ia termasuk pandai bergaul, mungkin karena dia masuk dalam anggota osis sekolah.

Di sampingnya ada Shella. Dia adalah pacarnya Raihan. Berambut pendek dan berkulit yang tidak terlalu putih. Dandanannya menjadi lebih manis sejak mereka berdua berpacaran. Lipstik yang tidak terlalu tebal itu membuat bibirnya seakan-akan terlihat natural tanpa kosmetik, walaupun sebenarnya dia memakainya.

"Jangan kebanyakan makan mie." saran Chandra pada Raihan tanpa perlu melihat wajah orang itu. Dia terlalu sibuk untuk menambahkan kecap pada soto yang dianggapnya kurang manis. Tidak lupa juga dengan tambahan garam, cuka, micin, dan semua yang terlihat di atas meja. Intinya menurut Chandra, pembumbuan rempah-rempah makanan haruslah tepat. 'Tidak ada yang bisa menemukan rasa estetika makanan kecuali terus bereksperimen walau salah'.

"Yaah, namanya juga lagi pingin." jawab Raihan.

"Shell, kasih tau pacarmu biar tidak kebiasaan."

Shella megeluarkan tisu dari kantungnya untuk mengelap sendok dan garpu yang akan dia gunakan. Dia memiliki sifat yang sok terlalu higienis, walaupun menurut Chandra, kenapa dia tidak membawa bekal sekalian. Sebenarnya Chandra memiliki prinsip berbeda dalam kebersihan, 'Jika ingin tubuh lebih sehat, maka perkuatlah pertahanan tubuhmu. Jangan menghindari semua yang terlihat kotor sehingga mencegah terbentuknya kekebalan tubuh'.

"Tidak apa-apa kan Shell, kan juga masih muda." Raihan menggulung mie-nya menggunakan garpu, membuat tumpumpukan yang besar. Lalu dia melahapnya dalam satu suapan. Menikmati tiap inci dari bumbu pilihan mie instan itu. "Aku selalu pensaran kenapa rasanya bisa seenak ini."

Shella menjawab mengangguk, membenarkan pacarnya.

"Punya pacar itu jangan terus dimanja, sekali-sekali harus keras demi kebaikan dia juga," ujar Chandra.

Diam sejenak, Shella seperti sedang memikirkannya, "Iya, Raihan, jangan dibiasakan."

"Kok jadi bela Chandra."

"Shella itu membela yang benar, Han." Chandra membanggakan dirinya. "Seperti kata pepatah lama, orang yang benar adalah yang mangakui ksealahannya. Dan orang yang salah adalah yang selalu mencari pembenaran."

"Yaaah, kalau kata-kata bijak dari Sang pujangga sekolah sudah keluar, aku mah apa atuh," mengeluarkan logat Sunda, Raihan dulu pernah kecil di Bandung, sesekali dia masih sering berkunjung ke sana.

"Nah, itu kau mengerti."

"Eh, Stevan di mana ya?" tanya Shella penasaran.

"Paling lagi berduaan sama Erin," jawab Chandra.

Cermin ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang