🍀1. Handkerchief

588 45 3
                                    

"Gila panas banget." bisik seseorang yang berdiri tepat di sebelah Heachan. Anak itu menunduk untuk menghindari wajahnya dari paparan sinar matahari pagi yang cukup menyengat.

"Iya anjir, panas banget. Mau sampe kapan sih kita dijemur?" bisik Haechan balik dengan posisi yang sama seperti anak laki - laki ituㅡmenunduk untuk menghindari paparan sinar matahari. Walaupun anak tadi lebih berbisik pada dirinya sendiri, tapi Haechan tetap saja menyaut.

Anak itu sedikit lebih tinggi dari Haechan, badannya tidak terlalu kurus, dan rambutnya hitam lebat. Haechan melirik nametag yang digunakan anak itu bertuliskan "Kang Chanhee". Mereka berdua sepertinya sudah tidak terlalu memperhatikan omongan beberapa kakak tingkat mereka yang sedang mengomel jauh di depan sana, panasnya matahari membuyarkan konsentrasi mereka berdua.

"Ngga tau deh, udah hampir sejam kita- eh idung lo!"

Haechan sontak kaget dengan reaksi anak itu, dia bingung dengan omongannya. Maksudnya, apa yang salah dengan hidungnya? Tak lama Haechan merasakan sesuatu yang kental mengalir dari hidungnya. Haechan semakin panik, masa iya ternyata dia ingusan dan dilihat oleh seseorang yang baru saja dia temui hari ini? Memalukan.

"Interupsi, kak! Temen saya ada yang mimisan." teriak anak itu.

Hah, mimisan?

Haechan langsung sadar kalau ternyata yang mengalir dari hidungnya bukan lah ingus, tapi darah karena jarinya kini telah merah karena darahnya sendiri. Dia reflek mendangak agar darahnya tidak menetes di kemeja putihnya.

"Dek, pake ini dulu."

Haechan menoleh pada seorang perempuan yang menghampirinya dan menyodorkannya sebuah sapu tangan. Setelah Haechan menutup hidungnya dengan sapu tangan tadi, perempuan itu mengisyaratkan dia untuk mengikutinya.

"Duduk situ dulu." ucapnya pada Haechan setelah mereka berdua keluar dari barisan. Haechan duduk di kursi di bawah pohoh yang tidak begitu jauh dari barisan teman - temannya. Setidaknya dia merasa sedikit lebih baik karena terhindar dari sinar matahari.

Perempuan tadi menggunakan setelah baju yang sama seperti teman - teman perempuan seangkatan Haechanㅡrok hitam kain, kaos kaki putih dan sepatu pantofel hitam. Kecuali kemejanya bukan berwarna putih namun biru muda dan dihiasi dasi panjang berwarna hitam. Perempuan itu tidak menggunakan nametag namun yang jelas Haechan tahu kalau dia adalah kakak tingkatnya.

"Udah sarapan?" tanya perempuan berkacamata itu.

Haechan menggeleng pelan sambil masih menekan lubang hidungnya dengan sapu tangan.

"Yaudah minum ini dulu. Abis ini bakal dibagiin roti kok."

Segelas teh hangat disodorkan padanya. Seorang perempuan yang sepertinya panitia lain menghampiri mereka dan memberikan kompres es batu pada perempuan pertama lalu pergi lagi.

"Nih juga dipake buat kompres hidung kamu."

"Makasih, kak."

Sejujurnya Haechan merasa sedikit tidak nyaman karena banyak kakak tingkatnya yang juga duduk di sekitarnya, sepertinya ini memang tempat mereka menunggu selama mahasiswa baru seperti Haechan dimarah - marahi oleh teman - teman mereka.

"Kalo udah enakan segera balik ke barisan ya. Jangan dilama - lamain tapi."

"Iya, kak."

"Oiya, itu sapu tangannya bawa aja dulu. Siapa tau masih butuh."

Haechan memandang sapu tangan di genggamannya yang berlumuran darah lalu mengangguk singkat.

Kakak tingkatnya itu pun meninggalkannya lalu tak lama Haechan kembali ke barisannya. Sepertinya Haechan sedang sial karena hari pertama ospeknya harus dihiasi dengan insiden mimisan yang sedang terjadi di tengah forum.

juene • lee haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang