2. Hilang dan kandas

0 0 0
                                    

                                 "planet, manusia dan seisinya"

Dum... dum... dum...

Itulah suara-suara yang sedari tadi ku dengar, pikiranku melayang-layang entah kemana. Dengan risihnya kutendang kain tebal yang membaluti ku sambil mengacak-acak rambut ku yang kusut.

"Oh iya sekolah" gumamku sendiri.

"Ahh... nanti aja lah masih ngantuk" jawabku sendiri dengan ciri khas suara orang-orang yang baru bangun dari alam mimpi nya.

Tok... tokkk... tokkk....

"Bangun fa, sekolah"

Siapa lagi kalau bukan Andre yang memudarkan alam mimpinya.

"Iisshh.... iyaa kek" seru Fara malas.

Dengan susah payah aku membuka dinding-dinding yang mengahalangi kedua mataku. Duduk  itulah yang sedang aku lakukan saat ini, mencoba untuk mengembalikan nyawa ke dalam ragaku sambil mengingat-ingat sesuatu.

"Ah iya, sekarangkan sudah hari senin" batin ku.

Saat ini aku sedang duduk di bangku taman kanak-kanak. Anggap saja aku ini si bocah ingusan kemarin sore tetapi, meskipun begitu aku sudah bisa dianggap cukup dewasa dalam hal berfikir.

Bukan karena sok tau atau pintar berbicara namun, aku sudah bisa menguasai pelajaran dasar yang ada di taman kanak-kanak seperti membaca, mewarnai dan menulis.

Bagi ku itu adalah makanan sehari-hari, bahkan aku juga mendapatkan gelar siswi terbaik di taman kanak-kanak dan sebentar lagi aku akan melanjutkan study ku ketingkat yang lebih tinggi yakni sekolah dasar.

Aku memang sudah di latih untuk belajar bahkan sebelum aku menginjakan kaki di tempat yang ku tekuni saat ini, siapa lagi kalau bukan kakek dan guru les yang mengajariku.

Ya, aku dan kakak- kakakku memang sangat di didik keras dalam bidang pendidikan karena keluarga besarku adalah keluarga yang berkependidikan tinggi.

Saat umurku berusia 4 tahun aku sudah mengikuti pembelajaran dasar dengan Andre di siang harinya dan guru les private ku pada saat sore hari.

Awalnya memang sangat sulit untuk menjalaninya, melihat teman-temanku yang berlari-larian diluar dan aku yang hanya bisa melihatnya dari dalam seperti tahanan yang berada di dalam penjara tapi lama kelamaan aku jadi senang menjalaninya hingga saat ini.

Satu persatu kaki ku mulai menuruni tangga yang berlapiskan lantai cream sebagai pijakanku. Saat ini aku sedang menatap Andre dan kedua kakak ku yang berada di meja makan.

Seperti pagi-pagi biasanya yang telah aku lewatkan, Bi Darmi yaitu orang yang membantu membereskan rumah ini selalu menyiapkan sarapan tak lupa dengan kotak makan yang berisikan roti berlapis selai kacang di dalamnya.

"Nah udah ada Fara nih, yuk Fan" ajak Fadlan yang berusaha bangun dari persinggahannya sambil menarik tangan Fandri.

Orang yang diganggu itu hanya diam seperti sedang memikirkan sesuatu, pandangannya pun tak lepas dari piring yang berada di depan matanya.

"Mungkin kak Fandri masih memikirkan kejadian kemarin" pikirku

"Apaansih kak, lagian aku kan di jemput sama Mang Asep" seruku membalas ledekannya dengan mengeluarkan lidah ku.

"Biarin aja nanti telat, yaudah kalau gitu aku sama Fandri berangkat dulu ya kek" ucap Fadlan lalu mencium tangan orang tua yang ada di sebelahnya begitupun yang dilakukan Fandri yang tanpa mengeluarkan suara sepatah katapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang