part 2

421 7 0
                                    

"20 tahun lalu, saya adalah sopir pengantar tebu" kata pak Sarip, "waktu itu maghrib. saya, sedang tidur di dalam truk, terlalu capek setelah menempuh perjalanan jauh untuk mengambil tebu dari kebun pabrik di kota sebelah. lalu. tiba2, ramai orang berteriak, sayapun terbangun"
"bergegas saya mencari tahu, apa yg terjadi, tapi tak seorangpun mendengar, akhirnya, saya ikut berlari dengan yg lain"

Pak Sarip masih menatap kosong, sembari menyesap kopi hitamnya, beliau menatap gw yg tampak serius mendengar ceritanya.
"kamu percaya dengan adanya demit?" tiba2 pak sarip bertanya seperti itu.

gw yg pernah berurusan dengan makhluk seperti itu, hanya mengangguk, lebih ke terganggu dengan pertanyaanya.

"nggih pak lek, saya percaya" kata gw ragu.

Pak sarip mengangguk, puas dengan jawaban gw.
"kalau rajanya demit?" tanya beliau lagi.

dan disinilah, beliau bercerita semua.
Malam ini. gw akan tulis semua dari sudut orang yg pernah atau mengenal lokasi pabrik jauh lebih lama dari gw. sebelum gw mulai, gak ada salahnya kalian melihat apa yg ada di samping kanan, kiri kalian, mungkin mereka sedang berdiri memperhatikan. ingat, kita tidak pernah sendiri
"hari sudah petang, penerangan di dalam pabrik tidak terlalu bagus, namun saya masih mengejar beberapa orang, sampai akhirnya mereka berhenti di satu titik" pak Sarip menyesap kopinya kembali.

"disana, rupanya sudah banyak sekali orang, mereka berdiri diam menatap sesuatu"
"saya yg tidak tau apa2, ikut menatap ke arah mana mata mereka tertuju" kata pak sarip "sampai akhirnya saya tau, di atas pohon Waru, tepat di samping bangunan utama produksi, ada yg melayang tertiup angin"

"itu, adalah karyawan pabrik yg gantung diri" ucap pak sarip pelan.
gw yg mendengar itu, sejenak terdiam, pikiran gw menerawang jauh, seolah2 gw melihat apa yg di ceritakan pak sarip ada di depan mata gw langsung.

kini beliau mengambil sesuatu di kantongnya, sebatang rokok kretek.
"sejak kecil, saya bisa melihat hal2 seperti itu, bahkan, waktu saya nyopir di banyuwangi buat ambil tebu, saya gak pernah takut, sampai saya di temani pocong di alas purwo, saya biasa aja, toh apa sih yg bisa di lakukan oleh pocong, palingan cuma bikin kita kaget dan bau pesing"
pak Sarip mulai menghisap rokok kreteknya. "tapi petang itu, hawanya benar2 tidak biasa. seperti ada sesuatu yg sangat menakutkan, jauh lebih menakutkan ketimbang, genderuwo, kuntilanak, pocong, alah iku yo mek ecek2"

"TAPI YANG DISINI" mendadak pak Surip mengeraskan suaranya.
gw semakin tegang mendengarnya. "BUKAN SEKEDAR DEMIT, konon, Sopo wani ndelok demit iki, nyowo taruhane" (Siapa berani melihat iblis ini, nyawa taruhanya)

"itu apa to pak lek?" kata gw penasaran.
"Rojone Dedemit nang kerajaan iki" (rajanya demit yg ada di kerajaan ini)

"kerajaan apa maksudnya pak lek?" gw masih penasaran.

"ngger, tak kasih tau, di dalam pabrik ini, ada sebuah kerajaan tak kasat mata, sebenarnya saya tau dari dulu, sudah terasa setiap masuk kesini"
"tapi, tidak ku sangka, yg ada disini rupanya adalah Aji manunggal" kata pak Surip.

"apa itu Aji manunggal?" kata gw

"dulu, yg seperti ini sudah jadi bagian budaya kita orang jawa, nyembah mereka, dan tempat mereka memang seharusnya gak disini, tapi sejak di usik"
"sejak di habisi, kemudian agama mulai di kenal, mereka akhirnya menyebar, manunggal itu cuma kiasan, yg artinya, makhluk ini sudah hidup jauh sekali dari usia manusia, bisa di bilang, tempatnya mungkin dari tempat yg jauh semacam pelarian"
"jadi, raja demit ini, bukan asli dari tanah ini"

pak Sarip mengangguk, lebih ke terpaksa, terpaksa agar gw tidak bertanya lagi, beliau akhirnya melanjutkan.

"kamu tahu ngger, kalau orang kendad (gantung diri) bagaimana matinya?"

"mboten pak lek" kata gw.
"kebanyakan, mereka mati dengan mata terbuka, lidah mereka biasanya melet, karena kesakitan sesaat sebelum gantung diri" pak Sarip menghembuskan asap rokonya, "tapi yg satu ini, dia meninggal dengan wajah ketakutan, sebegitu ketakutanya, sampe wajahnya tegang mengeras"

"trus pak lek, hubunganya apa?"

pak Surip kali ini menatap gw, di wajahnya penuh guratan yg menandakan kini beliau sudah berada di usia yg tidak muda lagi, "Apalagi kalau bukan karena, di TEROR"

gw cuma bisa mendengar kalimat itu, sembari terngiang di telinga gw. "TEROR"
suatu hari, gw punya kesempatan buat bercengkrama dengan keluarga besar gw, disana, lengkap dimana ada bu de dan pak de, termasuk, de no yg lagi ngobrol sama pak lek yono, jadi gw pun ikut bergabung.

masih teringat peristiwa dimana de no menunjukkan kasih sayang beliau sama gw
jadi gw tiba2 ngomong sesuatu yg entah kenapa seperti di prediksi oleh de no.

"ojok kuatir, gak bakalan onok seng ganggu awakmu maneh" katanya sembari tersenyum yg buat gw ngeri, de no adalah orang yg tidak pernah tersenyum, tapi gw pikir, gw perlu tau, maksud ucapan beliau
"Pak De, kerajaan yg dulu pak de pernah ceritakan itu asli tidak?" kata gw,

"gak usah takok, awakmu yo gak bakal paham" (gak usah tanya, kamu juga tidak akan bisa paham) dengan nada ketus.

PARA PENGHUNI PABRIK GULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang